MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Kamis, Agustus 27, 2009

Ceramah Agama Hendaknya Tidak Mengumbar Kebencian


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masdar Farid Mas’udi dapat memahami langkah polisi memantau ceramah keagamaan. Mengingat sekarang ini muncul gejala ceramah agama dipakai untuk mengumbar kebencian kepada pihak lain hanya karena perbedaan pandangan atau keyakinan.
”Menjaga keamanan masyarakat adalah kewajiban utama negara yang dipikulkan kepada polisi, sementara menebar kebencian sama sakali bukan kewajiban agamawan mana pun, bahkan itu merupakan penistaan spirit agama itu sendiri,” ujarnya kepada Kompas, Sabtu (22/8).

Masdar mengatakan, para pengkhotbah yang istikamah menyuarakan pesan sejati agama yang lurus, yakni keluhuran budi, kebaikan, dan kedamaian bagi semua, pasti tidak ada yang terkurangi hak-haknya dengan langkah polisi tersebut. ”Jika yang bersangkutan adalah pengkhotbah Muslim, seharusnya ingat pesan Nabi Muhammad SAW bahwa seorang Muslim adalah mereka yang bisa mengendalikan mulut dan tangannya dari hal-hal yang mengusik kedamaian orang lain,” ujarnya.

Sementara itu, juru bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR, Mutammimul Ula, menyatakan, pengawasan terhadap ceramah keagamaan dan kegiatan dakwah berpotensi menimbulkan ketegangan.

”Ini berpotensi menjadi sumber ketegangan baru antara umat Islam dan pemerintah,” ujar anggota Komisi I DPR ini.

”Kita jangan menjadi negara polisionil sebab hal itu sama bahayanya dengan negara militer,” katanya kepada Antara.

Menurut Mutammimul, dengan langkah polisi itu, umat Islam dalam posisi sebagai pihak yang dicurigai. Ia mengungkapkan istilah yang diangkat dalam kaitan kebijakan itu, misalnya dakwah provokatif dan melanggar hukum. ”Itu semua kan bisa menjadi pasal karet dan politis,” tandasnya.

Alasan kedua, lanjut Mutammimul, polisi hendaknya jangan panik dalam menghadapi aksi teroris yang seseungguhnya terbatas itu. ”Artinya, untuk menghadapi para teroris yang terbatas itu, jangan mengakibatkan polisi harus mengawasi umat yang mayoritas. Hal ini kan memerlukan energi besar,” katanya.

Ia mengingatkan, polisi sebetulnya tak hanya bertugas memberantas teroris, tetapi juga memiliki tugas-tugas memberantas kejahatan lain. ”Seperti memberantas penyalahgunaan narkoba dan lain-lain yang mengakibatkan kerusakan masyarakat yang sangat besar,” ujarnya.

KOMPAS, Minggu, 23 Agustus 2009


Selanjutnya......

Anggota DPR RI Kritik Peningkatan Pengawasan Terhadap Ceramah Keagamaan


dakwatuna.com – Jakarta. Salah satu juru bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR RI, Mutammimul Ula, di Jakarta, Sabtu, atas nama fraksinya mengkritisi kebijakan kepolisian meningkatkan pengawasan terhadap ceramah keagamaan dan kegiatan da`wah.
“Ini berpotensi menjadi sumber ketegangan baru antara umat Islam dan Pemerintah,” tandas Anggota Komisi I DPR RI ini menanggapi kebijakan tersebut.

Mutammimul Ula berpendapat, “Kita jangan menjadi negara polisionel, sebab hal itu sama bahayanya dengan negara militer”.

Karena itu, fraksinya jelas-jelas menolak sikap Kepolisian tersebut.

“Alasan pertama, yang telah saya katakan tadi, bahwa ini menjadi sumber ketegangan baru antara umat Islam dan Pemerintah. Dalam hal ini, umat Islam dalam posisi sebagai pihak yang dicurigai,” katanya.

Ia lalu mengungkapkan istilah-istilah yang diangkat dalam kaitan kebijakan itu, misalnya `da`wah provokatif dan melanggar hukum`.

“Itu semua kan bisa menjadi pasal karet dan politis,” tandasnya.

Alasan kedua, lanjut Mutammimul Ula, polisi hendaknya jangan panik dalam menghadapi aksi teroris yang seseungguhnya terbatas itu.

“Artinya, untuk menghadapi para teroris yang terbatas itu, jangan mengakibatkan polisi harus mengawasi umat yang mayoritas. Hal ini kan memerlukan energi besar,” katanya.

Ia mengingatkan, polisi sebetulnya tidak hanya bertugas memberantas teroris, tetapi juga ada tugas-tugas memberantas kejahatan lainnya.

“Seperti memberantas penyalahgunaan Narkoba dan lain-lain yang mengakibatkan kerusakan masyarakat sangat besar,” ujarnya.

Karena itu, ia sekali lagi mengharapkan, agar polisi harus bijak dan rasional.

“Janganlah negara demokrasi berubah menjadi negara plisionel. Ini tidak kalah bahayanya dengan negara militer,” tegas Mutammimul Ula. (ant)

Da'watuna.com, 22/8/2009 | 01 Ramadhan 1430 H

Selanjutnya......

PKS Kritik Peningkatan Pengawasan Terhadap Ceramah Keagamaan


Jakarta (ANTARA News) - Salah satu juru bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR RI, Mutammimul Ula, di Jakarta, Sabtu, atas nama fraksinya mengkritisi kebijakan kepolisian meningkatkan pengawasan terhadap ceramah keagamaan dan kegiatan da`wah.
"Ini berpotensi menjadi sumber ketegangan baru antara umat Islam dan Pemerintah," tandas Anggota Komisi I DPR RI ini menanggapi kebijakan tersebut.

Mutammimul Ula berpendapat, "Kita jangan menjadi negara polisionel, sebab hal itu sama bahayanya dengan negara militer".

Karena itu, fraksinya jelas-jelas menolak sikap Kepolisian tersebut.

"Alasan pertama, yang telah saya katakan tadi, bahwa ini menjadi sumber ketegangan baru antara umat Islam dan Pemerintah. Dalam hal ini, umat Islam dalam posisi sebagai pihak yang dicurigai," katanya.

Ia lalu mengungkapkan istilah-istilah yang diangkat dalam kaitan kebijakan itu, misalnya `da`wah provokatif dan melanggar hukum`.

"Itu semua kan bisa menjadi pasal karet dan politis," tandasnya.

Alasan kedua, lanjut Mutammimul Ula, polisi hendaknya jangan panik dalam menghadapi aksi teroris yang seseungguhnya terbatas itu.

"Artinya, untuk menghadapi para teroris yang terbatas itu, jangan mengakibatkan polisi harus mengawasi umat yang mayoritas. Hal ini kan memerlukan energi besar," katanya.

Ia mengingatkan, polisi sebetulnya tidak hanya bertugas memberantas teroris, tetapi juga ada tugas-tugas memberantas kejahatan lainnya.

"Seperti memberantas penyalahgunaan Narkoba dan lain-lain yang mengakibatkan kerusakan masyarakat sangat besar," ujarnya.

Karena itu, ia sekali lagi mengharapkan, agar polisi harus bijak dan rasional.

"Janganlah negara demokrasi berubah menjadi negara plisionel. Ini tidak kalah bahayanya dengan negara militer," tegas Mutammimul Ula.(*)

ANTARA, Sabtu, 22 Agustus 2009


Selanjutnya......

Umat Islam Jadi Tertuduh


JAKARTA - Langkah Polri yang akan meningkatkan pengawasan terhadap dakwah keagamaan yang provokatif dinilai sebagai kebijakan yang tidak bijak. Langkah tersebut justru berpotensi menyinggung umat Islam, karena seakan memosisikan sebagai tertuduh.
Hal itu dikatakan, pengamat politik dan Islam Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, di Jakarta, kemarin.
’’Ini tidak bijak dan berpotensi menyinggung umat Islam, karena umat Islam dianggap sebagai tertuduh. Jadilah umat Islam berhadap-hadapan dengan Polri.

Padahal, dakwah yang saya katakan ’fundamentalis’ dan provokatif itu sangat sedikit di masyarakat Islam kita yang damai dan sejuk ini,’’ katanya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Mutammimul ’Ula, mengatakan, langkah Polri tersebut merupakan sumber ketegangan baru antara umat Islam dan pemerintah. Dia juga menyayangkan sikap aparat yang curiga berlebihan terhadap umat Islam yang mengenakan simbol-simbol Islam.

’’Kebijakan kepolisian meningkatkan pengawasan terhadap ceramah keagamaan dan kegiatan dakwah menimbulkan bahaya besar. Ini akan menjadi sumber ketegangan baru antara umat Islam dan pemerintah,’’ kata Mutammimul dalam releasenya, kemarin.

Menurutnya, apa yang dilakukan Polri adalah kesalahan strategi. Dengan menyatakan secara langsung, kata dia, maka selain memposisikan umat Islam sebagai tertuduh, juga membuka memori buruk bagi umat Islam akan kejadian pada masa Rezim Orba yang represif.

’’Ini strategi yang salah. Ini akan membuka memori buruk saat Rezim Orba dulu yang begitu represif, terutama saat pemaksaan asas tunggal dan pasca peristiwa Tanjung Priok,’’ kata alumnus MAN Program Khusus Solo dan Australian National University tersebut.

Seharusnya Polri melakukan pengawasan secara diam-diam, tanpa harus mengumumkan ke publik.

’’Dengan demikian pengawasan secara intensif tetap dilakukan tanpa harus ’melukai’ perasaan umat, terlebih lagi dalam susana Ramadan saat ini.’’
Mutammimul meminta kepolisian harus bijak dan rasional, jangan sampai negara demokrasi berubah menjadi negara polisional yang tidak kalah bahayanya dengan negara militer.

Dia juga meminta Polri tidak membuang-buang energi dalam menghadapi teroris, dengan harus mengawasi seluruh umat Islam, karena masih banyak tugas penting lainnya seperti memerangi jaringan narkoba, serta kriminalitas yang masih merajalela yang membahayakan bangsa dan negara.

Terkait dengan pemakaian simbol-simbol Islam seperti baju agamis dan jenggot, menurut Burhanuddin adalah hak asasi seseorang sesuai dengan keyakinannya. Oleh karenanya dia meminta agar masyarakat Indonesia tidak terlalu ketakutan melihat ’perbedaan’ ini.

’’Memang sih mereka yang memakai simbol-simbol seperti itu ada kesan beda dengan umat Islam kita pada umumnya, namun yang terpenting kita jangan terlalu ketakutan dan langsung mencurigai mereka sebagai bagian dari teroris. Ini yang harus dipahami masyarakat,’’ katanya.

Tak Perlu Mengawasi

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) H Umar Shihab, mengatakan, polisi tak perlu mengawasi kegiatan dakwah selama Ramadan ini. Umar menegaskan jika masyarakat ada kecurigaan bisa langsung dilaporkan.

“Saya kira tidak perlu diawasi. Tidak ada seorang mubaligh yang benar akan mengajarkan ajaran keliru seperti orang tertentu memahami ajaran jihad yang keliru. Saya yakin mubaligh menyadari bahwa ajaran agama damai mencari keselamatan,” tutur Umar.

Mubaligh yang benar, selalu menjalankan dakwah ke arah ketenangan, sehingga orang merasakan kesejukan hati.

“Pokoknya prinsip dalam bulan Ramadan kita jaga ketenangan, jangan menimbulkan masalah baru. Dan kita harapkan orang yang punya niat keliru dalam memahami dasar ajaran agama ini tak menyebarkan kesusahan dan penderitaan orang lain,” imbau dia(F4-48)
SUARA MERDEKA, 23 Agustus 2009


Selanjutnya......

Selasa, Juli 14, 2009

Pemerintah China Harus Lindungi Muslim Uighur


JAKARTA - Kerusuhan di Provinsi Xinjiang, China, yang terjadi semenjak pekan lalu merupakan tragedi kemanusiaan yang patut disesalkan. Apalagi korban tewas mencapai 184 orang.
Hal tersebut dikatakan anggota Komisi Luar Negeri DPR Mutammimul Ula kepada okezone, Senin (13/7/2009).

Kerusuhan tersebut dipicu oleh sentimen antara etnis Uighur dan Han. Namun, menurut politisi PKS ini, penanganan kerusuhan oleh Beijing cenderung berpihak kepada salah satu pihak.

"Hal ini dapat dlihat dari penangkapan 1.434 orang dari etnis Uighur," sebutnya.

Pemerintah China seharusnya menyelesaikan konflik di Xinjiang dari akar persoalan yang sebenarnya. Pendekatan dialog dan cara-cara damai haruslah dikedepankan.

"Pemerintah China harus melidungi etnis Uighur dan mencegah terjadinya korban jiwa yang lebih banyak lagi," tegas dia.

Warga Uighur adalah warga Muslim di China yang menggunakan bahasa Turki. Jumlah mereka di Xinjiang diperkirakan sebanyak delapan juta jiwa. Selama ini mereka mengeluhkan tindakan diskriminatif dari Beijing.

Seperti halnya dengan Tibet, Xinjiang merupakan salah satu wilayah yang paling sensitif dalam politik di China. Letaknya strategis di perbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, dan India. Daerah ini memiliki cadangan minyak berlimpah dan produksi gas alam terbesar di China. (jri)

OKEZONE, Senin, 13 Juli 2009


Selanjutnya......

Menlu: Penahanan Mahasiswa Indonesia Di Mesir Jangan Terulang


Jakarta ( Berita ) : Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda mengharapkan peristiwa penahanan empat mahasiswa Indonesia di Mesir jangan sampai terulang kembali.
Anggota Komisi I DPR RI Mutammimul ‘Ula meminta pemerintah untuk menyampaikan protes keras kepada pemerintah Mesir atas penangkapan dan penganiayaan yang dilakukan polisi negara itu terhadap empat mahasiswa Indonesia asal Riau yang sama sekali tidak bersalah.

“Menurut saya ini merupakan kejadian yang luar biasa dan sangat memalukan, karena belum pernah mahasiswa Indonesia mendapat perlakuan seperti itu sebelumnya,” katanya, di Jakarta, Senin.

Karena itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera(PKS) itu menekankan Departemen Luar Negeri (Deplu) untuk meminta penjelasan fakta yang sebenarnya kepada pihak Mesir, sehingga dapat diketahui kejadian sesungguhnya.

“Harus ada penjelasan yang jujur dari polisi Mesir kenapa tindakan salah tangkap itu terjadi. Dengan demikian kejadian serupa tidak terulang lagi,” kata Mutammimul.

Selain itu, ia mengingatkan agar pemerintah harus memberikan jaminan kepada mahasiswa Indonesia di Mesir agar mereka bisa belajar dengan tenang pascaperistiwa tersebut.

BERITASORE.COM, Senin, 6 Juli 2009



Selanjutnya......

ICW Serahkan Draft RUU Tipikor Versi Masyarakat


Metrotvnews.com, Jakarta : Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) versi masyarakat kepada DPR, Kamis (9/7).
"Ini merupakan bagian dari strategi untuk mengawal proses penyusunan dan pembahasan RUU yang dilakukan pemerintah dan DPR," kata Wakil Koordinator ICW Emerson Juntho.

RUU tersebut sekaligus mendukung percepatan pemberantasan korupsi, penjeraan bagi koruptor, serta memperkuat eksistensi KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. "Naskah RUU Tipikor versi pemerintah sedikitnya memiliki 20 persoalan yang justru tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi," kata Emerson.

Salah satu hal persoalan yang dicermati dalam RUU Tipikor versi pemerintah adalah muncul upaya melemahkan dan tidak mengakui eksistensi institusi KPK dan

Pengadilan Tipikor. Di dalamnya
secara tersirat membatasi kewenangan KPK hingga tingkat penyidikan, tidak sampai penuntutan seperti sekarang.

Pengadilan Tipikor juga tidak "diakui" dalam RUU yang disusun pemerintah. "Cuma disebutkan `pengadilan`, sedangkan dalam RUU Tipikor versi masyarakat disebutkan semua perkara korupsi diadili oleh Pengadilan Khusus Korupsi," kata Emerson.

Anggota Pansus RUU Tipikor, Mutammimul Ula, yang menerima draft itu menyampaikan terima kasih atas upaya masyarakat untuk memberantas korupsi. "Saya juga berharap masyarakat terus mengawal upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. RUU itu substansinya akan didalami secermat mungkin," katanya. (Ant/DOR)

METROTV.COM, Kamis, 09 Juli 2009



Selanjutnya......

Pengamat: Jangan Beli Alutsista Buatan Israel


Jakarta, (tvOne) Pengamat masalah Timur Tengah Rais Abin menyatakan, rencana pemerintah untuk membeli alat utama sistem senjata (Alutsista) dari Israel terlalu berisiko karena akan menyulitkan posisi Indonesia di mata dunia internasional.
Sebelumnya seperti dilansir Antara, FPKS DPR RI mempertanyakan kebijakan Pemerintah RI melakukan pembelian alutsista untuk TNI dari Israel, karena kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik.

"Kami mendapat informasi, Pemerintah RI melalui Mabes TNI telah menandatangani pembelian tiga unit UAV, yakni pesawat tanpa awak, buatan Merhav Corp Israel senilai 16 juta dolar AS," ungkap anggota FPKS Mutammimul Ula.

Pembelian itu, menurut anggota Komisi I DPR RI itu, dilakukan dengan pihak "Kittal Coorporation" yang berkedudukan di Filipina melalui agennya di Indonesia. "Pesawat-pesawat tersebut nyata-nyata buatan Israel, di mana Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara tersebut," tegasnya.

Karena itu, katanya, FPKS menyatakan, penandatangan pembelian tersebut harus dibatalkan. "Cara pembatalannya, yakni DPR RI tidak memberi persetujuan pencarian uang muka sebanyak 15 persen," katanya.
Ia menilai, jika Pemerintah RI bersikeras melanjutkan pembelian tersebut, berarti rezim sekarang menentang kebijakannya sendiri. "Yakni, kebijakan yang menyatakan bahwa Israel adalah negara penjajah," kata Mutammimul Ula lagi. ag

TVONE, Jum'at, 3 Juli 2009



Selanjutnya......

Kamis, Juli 02, 2009

KY: Capres Tak Usung Pemberantasan Korupsi


JAKARTA (Suara Karya): Ketua Komisi Yudisial (KY), Busyro Muqoddas, menyayangkan capres/ca-wapres tidak ada yang mengusung agenda pemberantasan korupsi dalam kampanyenya.
"Saya sayangkan tidak ada agenda dalam kampanyenya yang mengusung mengenai pemberantasan korupsi," katanya di sela-sela acara Workshop Media "Fungsi Strategis Media Massa Dalam Menjaga dan Menegakkan Martabat Hakim dan Lembaga Peradilan", di Cipayung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Karena itu dirinya mempertanyakan apakah nantinya para capres/cawapres tersebut akan membawa agenda pemberantasan korupsi saat salah satu capres/cawapres yang menang.

Seperti UU Mahkamah Agung (MA) yang membahas batas usia pensiun hakim agung 70 tahun, tidak reformis. "Presiden dan wapres yang sekarang ini, dalam UU MA bersifat konservatif sehingga set back kembali," katanya.

Ia menambahkan kondisi saat ini atau pada pemerintahan kini, soal penegakan hukum atau pemberantasan korupsi masih mengkhawatirkan. "Penegakan hukum dalam posisi yang mengkhawatirkan untuk masa depan bangsa ini, khususnya da-lam gerakan memerangi mafia peradilan," katanya.

Dikatakan, dalam pemberantasan korupsi itu mesti melewati reformasi peradilan. "Yang dilakukan banyak langkah, di antaranya reformasi UU-nya," katanya.

Sementara itu anggota Pansus RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DPR RI, Mutammimul Ula, meminta ketiga capres untuk mendorong percepatan pembahasan sekaligus pengesahan RUU itu guna memerangi korupsi.

"Merespons komitmen tiga capres dalam memerangi korupsi seperti dinyatakan secara resmi melalui Debat Capres, kami minta itu harus konsisten di lapangan, terutama dalam penyelesaian RUU Pengadilan Tipikor," tegasnya.

Ia juga mendesak para capres itu bisa segera mengkonsolidasi kekuatan mereka di setiap fraksi di DPR RI, juga di jajaran eksekutif, untuk menjamin RUU Pengadilan Tipikor harus selesai sebelum berakhirnya masa kerja Dewan periode 2004-2009.

Sebab, penyelesaian RUU Tipikor, menurut dia, menjadi harapan besar publik, sekaligus menjadi tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mutammimul Ula juga
mengharapkan, agar untuk urusan RUU Pengadilan Tipikor, seyogianya para capres bisa bersatu padu. "Ketiga Capres tidak boleh membiarkan kekuatan mereka berjalan sen-diri-sendiri tanpa arah dan koordinasi yang kuat un-tuk tugas tersebut," katanya.

Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) apabila ia terpilih kembali sebagai presiden untuk lima tahun mendatang.

Janji tersebut disampaikan oleh Yudhoyono pada acara debat resmi calon presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Studio 1 Trans TV, Jakarta, Kamis malam.

Meski demikian, Yudhoyono mengatakan Perp-pu itu hanya dikeluarkan apabila pembahasan RUU Pengadilan Tipikor antara pemerintah dan DPR tidak dapat diselesaikan secara tepat waktu, yaitu sebelum 19 Desember 2009.

(Lerman Sipayung/Sugandi/Ant)
Suara Karya. Rabu, 22 Juni 2009



Selanjutnya......

RUU Rahasia Negara Dikebut, Keberatan Muncul


Jakarta, Kompas - Komisi I menyatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara di tingkat Komisi I dan pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan, tuntas diselesaikan dalam rapat kerja kali ini.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I Theo L Sambuaga dari Fraksi Partai Golkar sesaat sebelum menutup rapat kerja, Kamis (25/6). Hanya beberapa poin saja dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Rahasia Negara disepakati akan dibahas di tingkat panitia kerja.

”Beberapa poin DIM yang akan dibahas di tingkat panitia kerja itu antara lain Poin 24 dan 25 tentang Lembaga Negara dan Lembaga Negara Pembuat Rahasia Negara dan Poin 222-231, yang meliputi lima pasal (Pasal 30-34) atau dua bab (Bab VII dan VIII),” ujar Theo.

Seusai rapat kerja, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan keyakinannya, RUU Rahasia Negara sudah akan disahkan paling lambat September mendatang.
”Dengan asumsi kekuasaan cenderung diselewengkan, seharusnya RUU Rahasia Negara ini juga membuka kemungkinan bagaimana jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

Bagaimana misalnya ada kasus, misal, media massa menyebarluaskan rahasia negara, tetapi justru untuk kepentingan menyelamatkan negara,” ujar Dedi Djamaluddin Malik dari Fraksi PAN.

Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, menyebutkan ada kalanya aksi pembocoran rahasia negara justru sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang menyeleweng. (DWA)

Kompas. Jum’at, 22 Juni 2009

Selanjutnya......

Selasa, Juni 23, 2009

Komitmen Harus Nyata


Jakarta, Kompas - Komitmen calon presiden tentang pemberantasan korupsi harus konsisten dan konkret serta tergambarkan dengan kenyataan di lapangan. Konsistensi itu paling tidak harus ada dalam langkah yang diperlihatkan pada penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Sayangnya, fraksi di DPR yang memiliki calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) hingga kini belum menampakkan pemenuhan asa publik bahwa RUU Pengadilan Tipikor yang kini masih dibahas Dewan akan selesai dibahas pada masa DPR periode sekarang.

Hal tersebut dikatakan anggota Panitia Khusus RUU Pengadilan Tipikor, Mutammimul Ula, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di Jakarta, Jumat (19/6). ”Ada beberapa masalah akademis dan konstitusional tentang eksistensi UU Pemberantasan Korupsi dan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penuntutan serta Pengadilan Tipikor sebagai lembaga peradilan. Ini memperlihatkan masih adanya dualisme tata cara atau
mekanisme, yaitu di Pengadilan
Tipikor dan pengadilan biasa. Pada penuntutan ada dualisme, KPK dan kejaksaan, di sini bukan hanya dualisme lembaga, tetapi juga ada mekanisme yang berbeda,” ujarnya.

Dari segi prinsip hukum, menurut Mutammimul, dualisme itu dapat menimbulkan masalah pada kemudian hari sebab bertentangan dengan prinsip hukum, yaitu seseorang dengan perbuatan yang sama diperlakukan secara berbeda oleh lembaga yang berbeda, terutama pada penuntutannya. Namun, kenyataannya sudah ada dualisme mekanisme. Hal ini perlu dibenahi secara bertahap.

”Kita perlu menghilangkan dualisme di pengadilan. Dengan cara
mengintegrasikan pengadilan biasa dengan Pengadilan Tipikor dalam lingkungan peradilan umum,” ujarnya.

Soal dualisme penuntutan, menurut Mutammimul, ke depan juga perlu diintegrasikan. Misalnya, KPK diberi batas waktu selama 10 tahun dari sekarang, sampai tahun 2019, kemudian tata cara KPK diadopsi dalam UU Kejaksaan dan UU Hukum Acara Pidana.

”Ini akan lebih mengokohkan sistem yang ada,” ujarnya.

Kalau melihat dalam debat putaran pertama, sosiolog Musni Umar mengatakan, langkah penyelesaian RUU Pengadilan Tipikor yang diajukan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampak lebih baik. Namun, masih membutuhkan langkah konkret secara menyeluruh.

Namun, katanya, Jusuf Kalla dalam debat putaran pertama itu menyampaikan usulan yang lebih konkret. (mam)

Kompas, Sabtu, 20 Juni 2009



Selanjutnya......

Pidato Netanyahu tentang Palestina hanya Kamuflase


JAKARTA--MI: Anggota Komisi I DPR RI Mutammimul Ula menilai, pidato PM Israel Benjamin Netanyahu yang menyetujui pembentukan Negara Palestina, terkesan hanya kamuflase.
"Soalnya, pembentukan itu harus dengan tiga syarat yang menurut saya itu namanya membuat Palestina sama saja dengan bukan negara merdeka," tegasnya di Jakarta, Rabu.

Sebagaimana diberitakan, PM Benjamin Netanyahu dalam pidatonya di 'Bar-ilan University', di Tel Aviv (14/6) lalu, mengajukan tiga syarat dalam rangka pembentukan Negara Palestina tersebut.

Syarat pertama yang diajukan Netanyahu adalah Palestina tanpa kekuatan militer. Kedua, Palestina tanpa penguasaan atas ruang udara dan garis perbatasan.

Sedangkan syarat ketiga adalah Palestina harus mengakui Israel sebagai Negara Yahudi.

"Pernyataan Netanyahu ini jelas menggambarkan bahwa bagi Israel, mengakui kemerdekaan Palestina hanya kamuflase belaka. Sebab, dengan memberlakukan tiga syarat itu, sama saja Palestina bukan negara merdeka, namun tetap jajahan Negara Yahudi," ungkap Mutammimul Ula.

Padahal, lanjutnya, Presiden Barack Obama menyatakan Negara Palestina dan Negara Israel harus berdampingan sebagai sebuah negara yang sejajar, bukan saling mengakui.

"Konsep Netanyahu telah membuat 'peta jalan damai' yang sulit untuk terwujud. Artinya, konsep two state solution itu tidak mudah sebagaimana diimpikan oleh banyak pihak," katanya.

Mutammimul Ula juga menyatakan, kini pandangan Presiden AS Barack Obama tentang Palestina dan Timur Tengah tengah diuji serius. (Ant/OL-06)

Media Indonesia, Rabu, 17 Juni 2009 18:22 WIB

Selanjutnya......

Senin, Juni 15, 2009

Kemenangan Ahmadinejad Tingkatkan Posisi Tawar Negara Islam


JAKARTA, KOMPAS.com — Kemenangan Mahmoud Ahmadinejad dalam pemilihan umum di Iran diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar negara Islam dan mampu memimpin negara itu ke arah yang lebih baik.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mutammimul Ula, Minggu (14/6), mengatakan, kepemimpinan Presiden Ahmadinejad selama ini telah banyak mengubah Iran, baik dalam kondisi domestik maupun dalam hubungan dengan dunia internasional.

"Pemilu Iran yang diselenggarakan kemarin dimenangkan oleh Ahmadinejad dengan kemenangan yg cukup telak dengan perolehan suara lebih dari 60 persen," kata Ula.

Ahmadinejad berhasil mengalahkan pimpinan reformasi Mousavi. Menurut Ula, kemenangan Ahmadinejad tersebut harus diakui dunia Internasional.

Selama pemilu Iran dilakukan dengan demokratis, jujur dan adil, maka kemenangan Ahmadinejad harus dipuji. "Sangat disayangkan bila pihak-pihak yang kalah dalam pemilu menggunakan cara-cara kekerasan dan anarkis untuk menolak kemenangan Ahmadinejad," katanya.

Ia mengatakan, Amerika Serikat (AS) juga tidak sepantasnya menolak mengakui kemenangan Ahmadinejad. "Kalau sikap Amerika tetap bersikap penuh curiga terhadap Ahmadinejad, tentu ini akan memperburuk hubungan AS-Iran ke depan," katanya.

Sementara itu, Ahmadinejad dipastikan akan kembali memimpin Iran, setelah memperoleh suara sekitar 63 persen pada pemilihan umum presiden di Iran, Jumat (11/6).

Menurut sejumlah sumber, Ahmadinejad yang mendapat dukungan terbesar dari kelompok konservatif tersebut berhasil memperoleh sekitar 21,8 juta suara dari hampir 34,4 juta suara sah, yang diberikan di 346 dari 366 wilayah pemilihan di seluruh negeri Iran.

Sementara pesaing terdekatnya, mantan Perdana Menteri Mir Hossein Mousavi, mengumpulkan 11,7 juta suara atau 34,07 persen. Urutan ketiga, mantan pemimpin Pengawal Revolusi Mohsen Rezai Mehdi Karroubi, memperoleh hampir 290.000 suara atau 0,87 persen.

BNJ

Kompas, Ahad, 14 Juni 2009


Selanjutnya......

Senin, Juni 01, 2009

Lagi, Nyaris Bentrok di Ambalat


JAKARTA– Kapal perang Malaysia masih saja ’’menggoda’’ dengan memasuki perairan Indonesia. Buktinya, meski perairan Ambalat di Kaltim dijaga ketat tujuh kapal perang TNI-AL dari Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), kapal perang Malaysia kembali melanggar. Insiden pun nyaris terjadi antara kapal perang TNI dan Malaysia
Kapal perang Malaysia dari jenis Fast Attack Craft KD Baung-3509 kemarin pagi (30/5) secara terang-terangan melakukan provokasi dengan memasuki perairan Indonesia. Insiden pada pukul 06.00 Wita itu terjadi sejauh 7,3 mil laut pada posisi 04 00 00 utara -118 09 00 timur. Kapal perang Malaysia melaju dengan kecepatan 11 knot, baringan 128, dan halu 300.

Lokasi persisnya di sebelah tenggara mercusuar Karang Unarang. ’’Titik dan posisi pelanggaran kapal Malaysia ini berhasil dideteksi lewat radar KRI Untung Suropati-872 yang tengah berpatroli di perairan
Ambalat,’’ ujar Kepala Dinas Penerangan Armada Timur Letkol Toni Syaiful kepada Jawa Pos kemarin
(30/5). Saat itu, kata Toni, KRI Untung 03 10 timur.04 80 utara-118Suropati sedang berpatroli pada posisi 04

Merespons hasil deteksi radar soal kapal asing yang memasuki wilayah NKRI, Komandan Kapal Mayor Laut (P) Salim memerintah ABK melaksanakan peran tempur bahaya kapal permukaan dan langsung mengejar kapal asing. ’’Dua KRI lain, masing-masing KRI Pulau Rimau dan KRI Suluh Pari, yang juga tengah berpatroli di sektor
perbatasan utara perairan Ambalat, bergabung dengan melakukan pengejaran,’’ tutur Toni.

Setelah mendekati titik pengejaran,
terdeteksi bahwa kapal Malaysia itu adalah KD Baung-3509. Kapal perang ini sejenis dengan KD Yu-3508 yang juga melanggar kedaulatan NKRI pada 24 Mei lalu. Kapal kelas Jerong berbobot 244 ton dengan panjang 44,9 meter serta lebar 7 meter tersebut dibuat di Jerman pada 1976.

Dari posisinya, diketahui bahwa kapal Malaysia itu memasuki wilayah perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut. ’’Komandan KRI Untung Suropati-872 mencoba melakukan kontak komunikasi radio dengan komandan KD Baung-3509. Tapi, kapal bermeriam 57 mm dan 40 mm tersebut menutup radio dan tidak mau menjalin komunikasi,’’ jelas Toni. Selanjutnya, KRI Untung Suropati melakukan intersepsi sampai sejauh 400 yard.

Tapi, komunikasi masih belum terjalin. KD Baung-3509 sama sekali tak mengindahkan peringatan KRI Untung Suropati. Karena tidak juga terjalin komunikasi radio, KRI Untung Suropati mencoba melakukan komunikasi isyarat sekaligus membayangi ketat untuk memaksa KD Baung-3509 keluar dari perairan NKRI.
’’Selama proses shadowing (membayangi) itu, KD Baung telah melakukan provokasi melalui empat kali manuver zig-zag dan meningkatkan kecepatan kapal yang amat membahayakan KRI Untung Suropati,’’ papar Toni. Setelah 1,5 jam membayangi kapal Malaysia itu, KRI Untung Suropati berhasil menghalau dan mengusirnya sampai batas wilayah NKRI.

’’Tak lama setelah KD Baung-3509 memasuki perairan Malaysia, sebuah helikopter Malaysia melintas di atas kapal dalam posisi memberikan perlindungan,’’ katanya. KRI Untung Suropati pun mengontak unsur patroli udara TNI-AL Nomad P-834 yang berada di Tarakan. Selanjutnya, pesawat intai maritim tersebut terbang menuju posisi untuk membantu menghalau kapal perang Malaysia.

’’Kami yakin ini adalah bentuk kesengajaan. Tapi, dengan menyiagakan armada TNI, kami siap apa pun yang terjadi,’’ ujar Toni. Anggota Komisi I (Bidang Pertahanan) DPR RI Mutammimul Ula meminta Deplu segera bereaksi.

’’Deplu perlu secepatnya mengirimkan nota keberatan diplomatik,’’ sarannya. Politikus asal PKS itu menilai, tindakan Malaysia sudah mengarah kepada provokasi. ’’Indonesia harus mengambil tindakan lebih tegas,’’ tandasnya.

(rdl/dwi/jpnn)


Kaltim Post. Ahad, 31 Mei 2009


Selanjutnya......

Akhirnya Curhat Anjas di TPI distop!


JAKARTA (Pos Kota) – Akhirnya, tayangan reality show Curhat Dengan Anjasmara, di TPI distop oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, 29 Mei 2009 ini.
Penghentian penayangan program tersebut karena banyaknya protes masyarakat. Bahkan, 10 hari sebelumnya, KPI melayangkan surat teguran.

KPI Pusat menilai program Curhat Dengan Anjasmara melanggar UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, serta P3 dan SPS karena menyajikan tema dewasa yang tidak layak ditayangkan sore hari.

Apalagi, program tersebut kerap menampilkan kekerasaan verbal dan fisik dominan dari awal sampai akhir acara. KPI bahkan menyatakan, jika kelak penanggung jawab program Curhat Dengan Anjasmara terbukti bersalah akan dikenakan sanksi.

”Pelanggaran terhadap UU penyiaran pasal 36 ayat 5b dapat terkena sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara dan atau denda maksimal 10 miliar rupiah, apabila isi siaran itu terbukti menonjolkan kekerasan, cabul dan lain sebagainya,” tegas Izul Muslimin.

Kekecewaan atas program Curhat Dengan Anjasmara bukan hanya di kalangan penonton dan pendidik. Tak kurang wakil rakyat juga dengan tegas menyampaikannya. Mutammimul Ula, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS menyatakan, Curhat dengan Anjasmara tak pantas untuk TPI, karena tidak mendidik.
“Sangat tidak mendidik, banyak menebarkan kekerasan fisik yang tidak pantas ditonton, apalagi dibumbui kata-kata kotor dan umpatan,” tegas Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mutammimul Ula, di Jakarta, Selasa (19/5) lalu.

Mutammimul bersama beberapa rekannya di Komisi I DPR RI yang membidangi tentang informasi dan komunikasi, meminta TPI untuk mempertimbangkan kembali penayangan acara Curhat Dengan Anjasmara. “Tidak pantas rasanya TPI yang menamakan diri televisi pendidikan Indonesia menayangkan program yang jauh dari unsur mendidik, ” tandasnya

”Apalagi dalam tayangan itu benar-benar sangat tidak mengenakan menyaksikan orang-orang mengumbar permasalahan yang tak lain adalah aib sendiri yang tak pantas dipublikasikan,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Mutammimul menyorot secara kritis puncak dari acara Curhat dengan Anjasmara selalu diakhiri dengan pertengkaran dan perkelahian, tanpa ada solusi jelas.

SUDAH LOLOS SENSOR
Ketika dikonfirmasi, pihak TPI menyatakan siap menanggung sanksi, asalkan pihak Lembaga Sensor Film (LSF) juga ikut bertanggung jawab. “Apa yang kita siarkan ‘kan sudah lulus sensor LSF. Apa yang kita siarkan juga sudah memenuhi aturan dan MoU bersama LSF dan KPI. Jadi seharusnya KPI tak mempermasalahkannya,” jelas Coorporate Secretary PT Cipta TPI, Widayah Kusuma Subroto, kemarin.

Jika tayangan tersebut distop, kata Diah, LSF harus memberi penjelasan. Dan TPI akan melakukan diskusi dengan pihak TPI hari Senin (01/06) untuk mengetahui lebih jauh bagian mana yang harus diubah dari program tersebut, serta mengenai jam tayang yang pas. (anggara/ak/aw/dms)

Poskota. Sabtu, 30 Mei 2009

Selanjutnya......

Rabu, Mei 20, 2009

Anggota Terpilih Canangkan Program Penguatan Lembaga


Hukumonline-Jakarta : Tujuh orang anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) terpilih akhirnya disahkan oleh DPR. Dalam Rapat Paripurna, Selasa (12/5), seluruh fraksi DPR menyatakan setuju atas hasil fit and proper test Komisi I DPR pada tanggal 6-7 Mei 2009 lalu. Berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), ketujuh anggota KIP selanjutnya akan ditetapkan oleh Presiden.
Selepas rapat paripurna, salah satu anggota KIP terpilih, Usman Abdhali Watik mengatakan program awal yang akan dilakukan KIP adalah penguatan lembaga. Program ini, menurut Usman, penting karena KIP oleh sebagian kalangan dianggap tidak bisa berbuat apa-apa, seperti halnya komisi negara lain.

"Kita lahir di tengah pesimisme masyarakat terhadap komisi, contohnya Komisi Yudisial ada masalah, KPU ada masalah dan KPK demikian pula. Apalagi kemarin secara tegas Komisi I mengatakan bahwa jangan sampai anda seperti Komisi Penyiaran Indonesia, hanya mengobati tidak sampai mencegah," katanya.

Maka itu, kata Usman, semua Komisioner sepakat akan merancang sistem kelembagaan yang kuat dan efektif dalam menjalankan tugas dan fungsi Komisi. Langkah awalnya, tiap komisioner akan dibagi sesuai dengan bidang khusus yang dikuasai. Misalnya, ada bidang khusus untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap haknya dalam mengetahui setiap informasi.

"Karena masyarakat right to know, sesuai dengan ruh Pasal 28 huruf (f) UUD 1945 bahwa, setiap warga negara berhak untuk memperoleh informasi demi perkembangan lingkungan sosial. Teman-teman tujuh orang komisioner ini sepakat bahwa kita akan mendesain sebuah sistem sekuat dan seefektif mungkin, jadi tidak lagi menjadi macan ompong seperti tuduhan orang-orang," ujarnya.

Untungnya, dukungan anggaran untuk KIP telah disiapkan oleh pemerintah. Namun, Usman mengaku belum mengetahui berapa persisnya jumlah anggaran tersebut. Yang pasti, tegas Usman, seluruh komisioner bertekad akan bekerja secara maksimal sesuai tugas dan kewenangan yang diberikan oleh UU KIP.

Sesuai UU KIP, ia menegaskan pembentukan komisi hanya sampai di tingkat provinsi saja. Tapi, ia meyakini bahwa sebelum ke arah komisi daerah terbentuk, semua sengketa dapat diselesaikan oleh KIP. "Jadi untuk awal-awal ini mungkin kita perkuat lembaga dulu, apalagi setelah di akses ternyata badan publik juga belum siap, semacam unit khusus untuk menyiapkan informasi," ujarnya.

Anggota Komisi I Mutammimul Ula mengapresiasi rencana KIP melakukan penguatan lembaga. Menurut Tamim, sapaan akrabnya, penguatan lembaga KIP merupakan salah satu agenda yang paling pokok. "Karena ini kelembagaan baru, jadi tugas intinya adalah menyusun standarisasi pelaksanaan Komisi Informasi terkait dengan informasi publik bagi lembaga-lembaga publik," ujar anggota DPR dari F-PKS ini.

Program sosialisasi

Setelah itu, Tamim merekomendasikan langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi dan mediasi atas sengketa yang terjadi karena timbulnya perselisihan antara pengguna informasi dengan lembaga publik. "Jadi memang pekerjaan utama adalah men-setup dari lembaga itu supaya kokoh," katanya.

Sementara, Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto mengatakan tugas berat KIP adalah melakukan sosialisasi ke daerah-daerah. Di luar itu, prosedur penyelesaian sengketa baik litigasi dan non litigasi juga perlu disusun secara komprehensif. Menurut Agus, KIP juga perlu mengawal proses pembentukan peraturan pemerintah tentang retensi atau jangka waktu informasi yang rahasia dan peraturan pemerintah tentang denda bagi badan publik pemerintah.

"Walaupun ini domainnya pemerintah, saya pikir untuk membuat sebuah kebijakan harus melibatkan semua elemen masyarakat, khususnya KIP yang sudah dibentuk ini," katanya.

(Fat)

Hukumonline, Rabu 20 Mei 2009

Selanjutnya......

Curhat Anjasmara tak Pantas Ditonton!


INILAH.COM, Jakarta - Curhat Anjasmara yang ditayangkan TPI sangat tidak mendidik. Pasalnya, acara itu hanya menebar kekerasaan fisik, umpatan dan kata-kata kotor yang tak pantas ditonton. Mutammimul Ula, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS dengan tegas menyampaikan keberatan.
"Tayangan Curhat Anjasmara yang ditayangkan di TPI ini sangat tidak mendidik, karena banyak menebarkan kekerasan fisik yang tidak pantas ditonton, apalagi dibumbui kata-kata kotor dan umpatan," tegas Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mutammimul Ula, di Jakarta, Selasa (19/5).
Mutammimul bersama beberapa rekan di Komisi I DPR RI yang membidangi tentang informasi dan komunikasi, meminta TPI mempertimbangkan kembali penayangan acara Curhat Anjasmara.
"Tidak pantas rasanya TPI yang menamakan diri televisi pendidikan Indonesia menayangkan program yang jauh dari unsur mendidik. Apalagi dalam tayangan itu benar-benar sangat tidak mengenakan menyaksikan orang-orang mengumbar permasalahan yang tak lain adalah aib sendiri yang tak pantas dipublikasikan," ungkapnya.
Lebih dari itu, Mutammimul menyorot secara kritis puncak dari acara Curhat Anjasmarayang selalu diakhiri dengan pertengkaran dan perkelahian, tanpa ada solusi jelas. [*/aji]

Inilah.com. Selasa, 19 Mei 2009

Selanjutnya......

PKS Ajukan Ekonomi Syariah dalam Kontrak Politik


JAKARTA - Wacana koalisi antara Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga kini belum mencapai titik temu. Beredar rumor, PKS meminta sistem syariah Islam ditegakkan dalam menyelesaikan persoalan bangsa.
Permintaan PKS tersebut, lebih menyoroti bidang ekonomi dan belum menyentuh kepada bidang lainnya. "Ini dilakukan karena PKS merupakan partai Islam," ujar anggota Mejelis Syuro PKS Mutammimul ?Ula kepada okezone, Senin (11/5/2009).

Menurutnya, pemikiran tersebut dilontarkan karena dapat mencakup semua golongan termasuk kalangan non-muslim. "Sistem syariah itu dapat digunakan semua kalangan, bukan hanya muslim," tandasnya.

Dirinya optimistis, jika sistem tersebut digalangkan, kondisi bangsa akan merangkak lebih baik. "Aturan ini sudah menjadi fitrah manusia. Artinya memang harus dengan cara seperti ini kalau ingin kondisi lebih baik," tukasnya.

Penawaran PKS yang satu ini dikabarkan menjadi penyebab tersendatnya wacana koalisi antara kedua partai tersebut. Namun, Mutammimul enggan berkomentar lebih jauh. "Kalau persoalan politiknya silakan tanya Pak Tifatul Sembiring saja," pungkasnya.
(teb)

Okezone.com. Senin, 11 Mei 2009

Selanjutnya......

Kasus Antasari Jangan Ganggu Legalitas KPK


JAKARTA--MI: Perkara yang dihadapi Antasari Azhar merupakan kasus pribadi, bukan dalam kapasitas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga tidak dapat mengganggu legalitas dan kewibawaan lembaga tersebut.
"Setiap orang dapat tertimpa masalah pribadi dan itu tidak boleh berakibat kepada lembaga. Karena itu sikap politik Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ialah KPK harus terus jalankan tugas dan ambil keputusan atas kasus-kasus hukum (korupsi) yang sedang berjalan dan yuang potensial diproses," kata anggota F-PKS DPR RI Mutammimul Ula di Jakarta, Jumat (8/5).

Bagi F-PKS, katanya, status hukum Antasari Azhar tidak bisa jadi alasan terhentinya tugas dan kewenangan empat unsur pimpinan lainnya.

"Alasannya, pertama, setiap jabatan selalu memberi ruang terhadap kondisi berhalangan tetap dan berhalangan sementara sampai ditingkatkan statusnya menjadi
terdakwa, sebagaimana diatur pada pasal 32 ayat 1 huruf C atau dihentikan pemeriksaannya," ujarnya.

Kondisi berhalangan sementara, menurutnya, sama seperti ketika dia berpergian ke luar negeri atau sakit dan tidak menyebabkan KPK berhenti menjalankan kewenangannya.

"Sebagai contoh, pengaturan kondisi berhalangan sementara Presiden RI juga tidak diatur dalam Konstitusi maupun dalam Undang Undang (UU), tetapi Presiden RI mengaturnya sendiri dengan membuat Keputusan Presiden (Keppres) setiap akan berpergian ke luar negeri," ungkapnya.

Alasan kedua, kata Mutammimul, atas nama F-PKS, tidak ada ketentuan
dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yang menyebutkan lembaga itu tidak dapat melakukan kewenangannya jika terdapat pimpnan berhalangan tetap atau sementara.

"Bahkan UU memberi peluang terdapatnya kondisi berhalangan tetap atau berhalangan sementara (Pasal 32 dan 33) yang dapat ditafsirkan bahwa kondisi tersebut memang dapat terjadi dan tidak mengganggu legalitas KPK," ujarnya.

Alasan ketiga, katanya, karena kasus ini bersifat pribadi kepada Antasari Azhar. "Jadi, sekali lagi, bukan dalam kapasitas sebagai Ketua KPK, sehingga tidak dapat mengganggu legalitas dan kewibawaan KPK." Artinya, kata Mutammimul, masalah pribadi tidak boleh berakibat kepada lembaga.

(Ant/OL-01)


Media Indonesia. Jum’at, 8 Mei 2009

Selanjutnya......

Senin, Mei 04, 2009

DPR Pertanyakan Izin Operasional “Namru-2″


Jakarta ( Berita ) : Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, kembali mempertanyakan izin operasional laboratorium “Namru-2″ milik Amerika Serikat.
“Sepengetahuan saya persoalan ‘Namru-2′ itu ditangani oleh Komisi I DPR RI. Dan dalam rapat kerja di komisi kami, kesimpulan akhirnya terpecah menjadi tiga kelompok,” ungkapnya di Jakarta, Kamis [30/04] .

Kelompok pertama, katanya, terdiri dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) dan Fraksi Gabungan Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD). “Kelompok ini menyatakan ‘Namru-2′ harus dihentikan,” tegasnya. Lalu, ada kelompok kedua yang terdiri dari Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) serta satu angggota FBPD. “Mereka menyatakan, operasi ‘Namru-2′ dihentikan, lalu bisa dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan evaluasi bagi kepentingan nasional,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Mutammimul Ula, kelompok ketiga jelas-jelas menyatakan ‘Namru-2 dievaluasi dan dilanjutkan dengan memasukkan syarat-syarat yang memenuhi aspek kepentingan nasional. “Di kelompok ketiga ini ada Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Demokrat (FPD),” katanya.

Jadi, demikian Muttamimul Ula, sepenjang pengetahuannya, belum ada rekomendasi dari Komisi I DPR RI kepada Pimpinan Dewan untuk mengirim surat rekomendasi bagi beroperasinya kembali “Namru-2″ tersebut.

“Makanya, kami mempertanyakan surat Pimpinan Dewan bernomor TW01/1173/DPR-RI/II/2009 yang ditandatangani salah satu wakil ketua, yang meminta agar ‘Namru-2′ diizinkan kembali beroperasi di Indonesia,” ujarnya. Surat tersebut, menurutnya, ditujukan kepada Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda dengan tembusan ke Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.

“Ini harus diklarifikasikan, karena sekali lagi, bahwa sepengetahuan saya, tidak ada kesimpulan dari Komisi I DPR RI yang bunyinya seperti surat Pimpinan Dewan itu,” tandas Mutamimmul Ula. ( ant )

beritasore.com edisi 1 Mei 2009


Selanjutnya......

Rabu, April 29, 2009

DPR Mentargetkan Selesai Tahun Ini


JAKARTA — Dewan Perwakil-an Rakyat mentargetkan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara selesai sebelum masa jabatan anggota Dewan berakhir tahun ini. Ketua Komisi Pertahanan Theo L. Sambuaga yakin DPR masih memiliki waktu untuk menyelesaikannya.
"Kami yakin bisa selesai sebelum masa jabatan ang-gota berakhir. Masih cukup waktu," kata Theo setelah memimpin rapat kerja pem-bahasan RUU Rahasia Negara. Turut hadir dalam pem-bahasan tersebut Menteri Pertahanan Juwono Sudar-sono serta Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh.

Theo menjelaskan, hingga kemarin pembahasari ran-cangan berjalan lancar. Se-tiap daftar inventaris masa-lah dan 'pasal dibahas terpe-rinci supaya hasilnya tidak menimbulkan multitafsir.

Dalam pembahasan kemarin, pemerintah dan DPR an-tara lain telah menyepakati sejumlah hal. Antara
lain ju-dul undang-undang dan be-
berapa substansi daftar inventaris masalah yang kemu-dian akan dilanjutkan per-baikannya dalam pembahasan oleh panitia kerja.

Fraksi PPP sebelumnya sempat mengusulkan agar namanya bukan RUU Rahasia Negara, melainkan RUU Informasi Strategis. Menurut anggota Komisi Pertahanan DPR dari PPP, Tosari Widja-ja, sempat dikhawatirkan penggunaan frase tersebut masih mengandung arti ada hal yang masih disembunyi-kan. Namun, seluruh fraksi akhirnya menyetujui nama awal, yaitu RUU Rahasia Negara.

Sejumlah anggota meng-
ingatkan agar pasal-pasal dalam RUU tersebut dibahas secara terperinci
dengan di-sertai contoh. Anggota Fraksi PAN, Abdillah Toha, kha-watir, bila hal itu tidak dila-kukan, yang terjadi adalah multitafsir dan seperti pasal karet. "Harus jelas. Jangan sampai jadi pasal karet," ka-tanya.

la memberi contoh soal pe-nentuan status saat terjadi insiden militer di perbatasan laut. Harus jelas siapa yang menentukan status keadaan perang, keadaan bahaya, atau keadaan darurat lain-nya. Abdillah meminta pemerintah meniberikan penje-lasan berikut contoh nyata agar bisa dipahami.

Anggota Fraksi PKS, Mu-tamimul Ula, juga berulang kali meminta agar substansi pembahasan dipahami ber-sama sebelum diserahkan ke Panitia Kerja. la meminta pembahasan lebih terperinci berkaitan dengan inti ran-cangan undang-undang. "Dibahas satu per satu, tidak paketan," katanya.
Mutamimul antara lain mempertanyakan apa yang dimaksud rahasia negara yang meliputi fungsi pemerintah. la mempertanyakan mengapa fungsi pemerintah-an harus disembunyikan apabila yang berperang ha-nya militer.

"Kalau struktur TNI dira-hasiakan dalam keadaan perang itu logis, tapi kalau fungsi pemerintahan?" ta-nyanya. Menurut dia, bagi-an-bagian yang dirahasiakan harus -jelas. Apabila fungsi pemerintahan disembunyikan, ia khawatir itu bisa me-langgar konstitusi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh mengatakan hal yang berkaitan dengan kepenting-an publik mesti diselesaikan lebih dulu, setelah itu hal khusus. la berharap pembahasan rancangan ini bisa selesai sebelum masa jabatan DPR berakhir.

• aqhhswuijrti

Koran Tempo edisi 28 April 2009



Selanjutnya......

IDU di Bawah Depdiknas


JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan meresmikan universitas khusus yang mempelajari studi pertahanan besok. Institusi pendidikan yang khusus mencetak lulusan ahli militer itu diberi nama Indonesian Defense University (IDU).
Kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Brigjen Slamet Hariyanto menjelaskan, IDU mulai beroperasi setelah diresmikan. "Tujuannya, membentuk budaya militer TNI yang lebih modern," katanya di Jakarta kemarin. Karena kurikulumnya khusus, tambahnya, tidak sembarang orang bisa belajar di IDU. "Tentu ada proses seleksi tersendiri. Yang jelas, salah satu sumber siswanya adalah perwira aktif," jelasnya.

Ilmu yang diajarkan bukan hanya strategi perang atau metodologi komando militer. Namun, juga pertahanan dalam definisi pertahanan politik, ekonomi, dan budaya. "Pengajarnya dari pakar yang menguasai bidangnya masing-masing. Misalnya, para profesor di perguruan tinggi negeri," terangnya.


Saat ini, terdapat 47 negara yang telah memiliki universitas khusus mempelajari studi-studi pertahanan. Di ASEAN, Singapura telah mendirikan institusi serupa sejak 2005, sedangkan Malaysia 2007. "Indonesia belum terlambat," katanya.

Peresmian IDU akan dilanjutkan dengan seminar bertajuk Indonesia 2025: Tantangan-Tantangan Geopolitik dan Keamanan yang akan dihadiri sejumlah pakar strategi pertahanan tingkat dunia, baik dari kalangan milter maupun sipil.

Di tempat terpisah, anggota Komisi I DPR (bidang Pertahanan dan Hubungan Luar Negeri) Mutammimul Ula minta Dephan berhati-hati mengelola universitas tersebut. "Patut ditanyakan budgeting dari mana?" katanya.

Dia menilai anggaran pertahanan untuk operasional TNI dan Dephan masih sangat kurang. Jauh di bawah kebutuhan minimal. "Kalau masih ditambah untuk mengelola institusi universitas, tentu akan memberatkan. Jadi, perlu ada klarifikasi dari mana sumber dananya dan siapa yang bertanggung jawab mengelola. Apakah Dephan atau Depdiknas?'' tanyanya.

Dirjen Dikti Fasli Jalal mengatakan, status universitas itu adalah badan hukum pendidikan (BHP) yang pengelolaannya di bawah Depdiknas. Sebab, sesuai dengan UU Sisdiknas, pengelolaan universitas harus di bawah Depdiknas. Universitas tersebut merupakan gabungan sekolah tinggi hukum dan teknik di Indonesia.

Sementara itu, Dephan berfungsi sebagai pembina universitas tersebut. Sebab, Dephan-lah yang memiliki basis kemiliteran. Nanti, IDU memiliki 10 program studi (prodi).

(rdl/kit/oki)

JAWAPOS edisi 10 April 2009



Selanjutnya......

Selasa, April 21, 2009

Cawapres Independen Masih Terbuka


Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli menilai peluang calon wakil presiden (cawapres) independen untuk mendampingi Capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih memungkinkan. Hanya saja, duet tersebut memerlukan pertimbangan-pertimbangan para elit parpol yang nantinya akan menjadi mitra koalisi dengan Capres SBY.
''Bisa saja nantinya tokoh yang tidak duduk di parpol, namun mendapat rekomendasi dari parpol-parpol mitra koalisi,'' katanya dalam dialog kenegaraan bertajuk ‘Koalisi Capres: Peluang bagi Cawapres Independen’ di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/4).

Menurut Lili, konstelasi politik saat ini, peluang cawapres dari luar parpol sangat terbuka untuk mendamping SBY mengingat posisi dilematis SBY akibat banyaknya parpol yang berniat koalisi dengannya. “Jika nantinya mengambil cawapres dari Partai Golkar, ternyata sudah ada ancaman dari PKS yang akan keluar dari koalisi. Padahal, SBY sangat membutuhkan koalisi dengan Partai Golkar dan PKS,” ujarnya.

Sebaliknya, apabila SBY memilih cawapres dari PKS, pasti juga akan mendapat reaksi dari parpol-parpol berbasis massa Islam lainnya, yang juga berniat berkoalisi dengan Partai Demokrat. Sebab sesama parpol berbasis massa Islam itu ada semacam kesepakatan yang tidak tertulis, yaitu tidak boleh saling mendahului. “Jika SBY mengambil cawapres dari PKS, maka parpol Islam lainnya, seperti PPP, PKB dan PAN tentunya akan protes. Kenapa tidak diambil dari mereka.''

Bahkan jika itu sampai terjadi, tentunya akan mengancam rencana koalisi. ''Padahal Partai Demokrat menginginkan koalisi yang lebih dari lima puluh persen, guna mengamankan posisi pemerintahan ke depannya. Dengan dukungan lebih dari lima puluh persen di parlemen, diharapkan dapat mengefektifkan jalannya program-program pemerintahan,'' ujarnya.

PKS Usulkan Cawapres Muda Non Jawa
Dalam kesempatan sama, anggota Dewan Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mutammimul Ula mengusulkan cawapres pendamping Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah orang muda dan dari luar Jawa. “Kalau orang muda agar terjadi regenerasi. Secara psikologis, wakil yang lebih muda akan efektif meringankan beban SBY,” katanya.

Menyikapi kembalinya duet SBY–JK, anggota Komisi III DPR RI itu berharap, SBY mempertimbangkannya kembali. "Saya mengharapkan Yudhoyono cermat memilih siapa yang akan diambilnya sebagai wakilnya. Saya kira Yudhoyono lebih tahu mana yang terbaik," tukasnya.(zal)

satunews.com Kamis, 16 April 2009 | 07:23

Selanjutnya......

PKS: Hubungan SBY-JK Lebih Kritis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki banyak pilihan dan alternatif lain sebagai calon wakil presidennya. Anggota Majelis Pertimbangan DPP PKS, Mutammimul Ula, mengatakan, SBY harus cermat memilih cawapres yang tepat.
"Selain Golkar, saya kira masih banyak pilihannya. Saya ingin mengingatkan bahwa hubungan SBY-JK itu lebih kritis. Saya rasa SBY lebih tahu," kata Ula, Jakarta, Rabu (15/4).

Karena itu, PKS mengajukan empat kriteria cawapres SBY. Antara lain, pertama, lebih muda dari Presiden. Kedua, berasal dari kalangan sipil. Ketiga, berasal dari partai Islam (kalangan hijau); dan keempat, berasal dari non-Jawa. Jawa dan non-Jawa itu penting untuk diperhatikan," ujarnya.

Di luar itu, ia menambahkan satu kriteria lainnya, yakni cawapres harus mampu untuk diajak bekerja sama. "Kriteria ini bisa jadi Tifatul (Presiden PKS Tifatul Sembiring) sebagai salah satu alternatif yang tepat," tuturnya. Namun, ia membantah bahwa keempat kriteria tersebut diajukan PKS sebagai penolakan terhadap Partai Golkar yang masuk berkoalisi dengan Partai Demokrat ataupun terhadap Jusuf Kalla.

Kompas.com Rabu, 15 April 2009 | 21:31 WIB

Selanjutnya......

PKS Sodorkan Tifatul untuk SBY


INILAH.COM, Jakarta - Setelah membantah mengancam mundur dari koalisi jika JK menjadi cawapres SBY, kini PKS mengajukan 4 kriteria cawapres. Partai yang semula menyodorkan Hidayat Nur Wahid berpasangan dengan SBY ini sekarang mengajukan Tifatul Sembiring.
"Pak JK mungkin dulu dipilih karena dinilai mewakili dari orang non Jawa. Tapi ada juga Pak Tifatul, ia muda, lebih muda dari Pak Hidayat, bersih, dan dari luar Jawa," promosi anggota Majelis Pertimbangan PKS Mutammimul Ula.

Hal ini disampaikan dia dalam dialog 'Koalisi capres: peluang bagi cawapres Indonesia' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/4).

Dijelaskan dia, SBY harus cermat memilih cawapres yang tepat. Hubungan SBY-JK juga harus disikapi kritis. Untuk itulah PKS mengajukan 4 kriteria cawapres SBY. Keempat kriteria itu dipenuhi oleh Tifatul.

"Kriterianya itu kalau bisa ia lebih muda dari presiden, dari kalangan sipil, dari kalangan hijau (kelompok partai Islam), dan orang non Jawa. Jadi jangan sampai ada kesan 2 matahari antara presiden dan wapresnya," tutur Mutammimul.

Namun dia membantah jika keempat kriteria itu diajukan PKS sebagai penolakan terhadap Partai Golkar masuk dalam koalisi pendukung SBY maupun terhadap JK secara individu.

"Bukan menolak atau tidak menolak kepada Golkar atau JK, tapi PKS ingin memberi pertimbangan lebih mendalam kepada Pak SBY," kilah dia.

Ia mengaku saat ini belum ada nama terkuat sebagai cawapres alternatif SBY. Sebab saat ini keputusan dari tiap partai dan SBY sendiri masih belum jelas. Semua masih menunggu perkembangan selanjutnya.

Terkait pernyataan Sekjen PKS Anis Matta yang mengancam akan keluar dari koalisi jika JK menjadi cawapres SBY, Mutammimul menilai itu mencerminkan pendapat dari kalangan partai. Namun bukan berarti PKS telah terbelah menjadi beberapa faksi pragmatis dan idealis.

"Bukan terbelah, tapi kan decision-nya ada di Majelis Syuro PKS. Siapa saja bisa mengeluarkan opsi sebagai alternatif," tandasnya. [ikl/sss]
Inilah.com 15/04/2009 - 16:13
PKS Sodorkan Tifatul untuk SBY
Vina Nurul Iklima


Selanjutnya......

Kamis, April 16, 2009

PKS Ingin Cawapres SBY Figur Muda, Bersih dan 'Hijau'


Jakarta - Reza Yunanto - detikPemilu Keinginan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menempatkan kadernya sebagai cawapres pendamping Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya akan sulit setelah Golkar kembali merapat ke SBY. Namun begitu, PKS punya kriteria sendiri soal figur yang pas untuk mendampingi SBY di Pilpres nanti, yakni muda, bersih dan 'hijau'.
"Muda, karena secara psikologis SBY akan lebih nyaman dibanding wapresnya lebih tua dari dia," kata anggota Majelis Syuro PKS Mutammimul Ula saat berbincang dengan wartawan di Gedung DPR, Rabu (15/4/2009).

Selain lebih nyaman, wapres yang lebih muda dianggap penting untuk melanjuti regenerasi kepemimpinan nasional. Selain figur muda, pria yang akrab disapa Tamim ini menambahkan, PKS juga berharap mensyaratkan wapres pendamping SBY harus bersih dari korupsi dan track record buruk di masa lalu. Syarat bersih diakuinya penting untuk memotong generasi masa lalu yang bermasalah.

Selanjutnya adalah 'hijau'. Maksudnya, SBY diharapkan memilih cawapres dari golongan partai-partai islam.

"Sebab PD lebih nasionalis, dan lebih pas kalau wapresnya hijau," katanya lagi.

Terakhir, meski tidak penting, adalah figur dari luar Jawa dan datang dari kalangan sipil. "Untuk memperkuat SBY yang dari Jawa dan militer saja," imbuhnya.

PKS sendiri hingga kini masih belum menentukan arah koalisi. Keputusan partai ini ada di tangan Majelis Syuro yang akan bersidang pada tanggal 26 April 2009.

( Rez / nwk )


Selanjutnya......

MENGGAGAS PARLEMEN BERKUALITAS


MASA kampanye terbuka telah dimulai sejak tanggal 16 maret kemarin. Pesta demokrasi untuk seluruh rakyat menjadi meriah dengan bertaburannnya bendera-bendera partai politik dan gambar para calon anggota legislatip disetiap sisi jalan utama sampai digang-gang sempit rumah penduduk untuk pemilu legislatif 9 April nanti. Sebanyak 11.301 calon anggota DPR mengikuti pemilihan umum legislative yang diusung oleh 38 partai politik untuk merebut 560 kursi DPR RI.
Dengan demikian jumalah calon yang akan memeperebutkan kursi panas di di senayan hurus berjuang dengan esktra keras.Persaingan yang keras bukan bukan hanya menghadapi caleg dari partai lain, tetapi juga menghadapi caleg dari partai yang sama untuk meraih suara terbanyak.

Sementara citra parlemen sudah begitu tercoreng oleh persepsi publik bahwa sebagian dari mereka korup, malas, kerap absen, tidak amanah, tidak peduli dengan kepentingan konstituen, tidak efektif menjalankan program legislative. Apakah tingginya antusias untuk menjadi anggota DPR sebagai upaya untuk memperbaiki citra DPR atau ingin menikmati segala kemewahan yang selama ini ada di DPR? Ini tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua rakyat Indonesia.
Legislative heavy
Penguatan fungsi dan peran DPR terjadi sangat siknipikan setelah reformasi adalah dengan ditegaskanya DPR sebagai lembaga legislatif baik secara fungsi muapun institusinya. Hal ini merupakan hasil perubahan yang dilakukan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20ayat (1). Hasil Perubahan UUD 1945 Pasal 5 ayat (1) menyatakan Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pasal 20 ayat (1) menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Dengan adanya ketentuan ini membuat kedududksn DPR sebagai lembaga legislasi sangat strategis untuk menentukan kebijakan negara.
Dalam perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 muncul Pasal 20A yang semakain memperkuat kedudukan DPR. Hal ini seakan merubah eksekutive heavy menjadi legislative heavy. Ayat (1) menyatakan DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan fungsi pengawasan. Ayat (2) dan (3) menyatakan DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, hak mehyatakan pendapat, hak megajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
Namun realitanya citra DPR justru tidak begitu bagus. Setiap hari yang muncul di media masa adalah sentiment negative dari para wakil rakyat yang terhormat. DPR yang terdiri dari 10 fraksi dan dilengkapi dengan alat-alat kelengkapan, yaitu sebelas komisi, satu Panitia Anggaran dan tiga Badan Legislasi, Badan Kerja Sama Antarparlemen dan Badan Urusan Rumah Tangga. Serta Badan Kehormatan DPR memiliki kinerja yang rendah. Rapat perupurna DPR lebih serinn kososng karena banyaknya anggota DPR yang bolos dengan berbagai alasan.
Dilihat dari kinerja pembuatan undang-undang kinerja DPR masih sangat jauh dari apa yang kita harapakan bersama. Prolegnas lima tahunan yang ditetapkan pada tahun 2005 telah menetapkan 284 RUU sebagai prioritas yang akan diselesaikan dalam periode lima tahun.. Tapi Dewan hanya mampu menyelesaikan rata-rata 36 rancangan undang-undang per tahun.
19 Desember 2008, DPR periode 2004-2009 baru berhasil menyelesaikan 155 RUU dari total sebanyak 284 RUU yang masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional (prolegnas). Target legislasi ini jauh dari selesai meski sudah melewati angka 50%. Namun apabila dilihat lebih jauh, sebagian besar dari jumlah tersebut (total 92 yang terdiri dari 60 RUU pemekaran Wilayah, 15 RUU pengesahan Konvensi Internasional, 11 RUU terkait APBN dan 6 RUU pengesahan Peraturan.
Dilihat dari fungsi anggaran DPR malah menjadi lembaga percaloan dan makelar untuk meningkatkan anggaran terhadap lembaga pemirintah dan kedaerah-daerah. Hal ini dibuktikan dengan divonisnya beberapa anggota DPR oleh Pengadilan korupsi dan yang tertangkap tangan oleh KPK. Saat ini ada 9 anggota Dewan yang dijerat korupsi yaitu Al Amin Nasution (Anggota Fraksi partai Persatuan Pembangunan inidijerat kasus suap alih fungsi hitan di Bintan, dihukum 8 tahun penjara), Yusuf Emir Faisal (anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa yang dijerat perkara suap alih fungsi hutan di Bintan), Sarjan Taher ( anggota Fraksi Demokrat yang juga terjerat kasus suap alih fungsi hutan di Bintan, dihukum 4,5 tahun), Saleh Djasit (anggota Fraksi partai Golkar yang terjerat kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran), Bulyan Rohan (anggota Dewan asal Partai Bintang Reformasi terjerat kasus suap Departemen Perhubungan), Noor Adnan Razak (anggota Fraksi Amanat Nasional terjerat kasus suap proyek Bapeten), Antony Zeidra Abidin (anggota Fraksi Partai Golkar terjerat skandal korupsi Bank Indonesia), Hamka Yamdu (anggota Fraksi Partai Golkar terjerat skandal korupsi Bank Indonesia), Abdul Hadi Jamal (anggota Fraksi Amanat Nasional terjerat kasus suap proyek pelabuhan dan bandara kawasan Indonesia Timur)
Persoalan moralitas anggota DPR juga masih begitu memalukan dan sangat tidak terpuji. Lembaga DPR seolah menjadi lembaga mesum dengan tersiarnya video M Yahya Zaini (Golkar) dan foto syur Max Moein (partai PDI P).
Merubah untuk berwibawa
Saat ini, harapan untuk membangun wajah baru palemen agar kinerjanya lebih
baik tertumpu pada anggota-anggota legislatif. Untuk membangun wajah baru
parlemen dibutuhkan langkah-langkah yaitu Pertama dari segi karekter moral. Seharusnya setiap anggota DPR tidak lagi menjadikan DPR sebagai tempat untuk mencari makan tetapi tempat aktualisasi politik. Oleh karena itu hendaknya orang-orang yang ingin menjadi anggota dewan harus memiliki keuangan yang baik sehingga tidak tergoda untuk menyalah gunakan kewenangan yang dimiliki DPR.
Kedua, Penguasaan mutlak anggota DPR terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Tugas dan fungsi DPR merupakan pengejawantahan dari konstitusi, Oleh sebab itu sudah menjadi keharusan bagi setiap anggota DPR memahami Undang-Undang Dasar 1945. Bagaimanan mungkin seorang anggota dewan dapat menjalankan tugasnya bila tidak memahami konstiusI.
Ketiga, Pendalaman terhadap tata tertip DPR. Setiap anggota DPR harus menjadikan Tatib sebagai pegangan, dimiliki serta dijadikan buku saku. Tatib menjadi prosedur tetap yang harus dipatuhi oleh setiap anggota DPR. Pelanggaran terhadap Tatib bisa berdampak besar terhadap diri pribadi anggota DPR maupun pada produk legislasi yang dihasilkan. Ada beberapa undang-undang yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan tata tertib DPR.
Keempat, kontrol fraksi/partai terhadap anggotanya. Kontrol yang dimaksud bukan dalam arti sikap politik tetapi etika prilaku para anggotanya. kontrol ini akan membuat anggota tidak lepas kendali dan berbuat sesuka hati. Kasus korupsu yang dilakuka oleh anggota dewan merupakan bukti begitu rendahnya kontrol partai dan fraksi terhadap anggotanya. Sebenarnya partai dan Farksi ikut bersalah dalam kasus korupsi yang dilakukan oleh para anggotanya dengan cara pembiaran/membiarkan mereka melakukan tindak pidana korupsi tanpa usaha untuk mencegah agar tidak terjadi.
Kelima, merubah kinerja kepemimpinan DPR. Kepemimpinan DPR yang hanya sebagai speaker mempengaruhi kinerja seluruh anggota DPR. Pimpinan DPR seakan dilepaskan dari organ DPR itu sendiri. Dalam siding-sidang paripurna DPR jarang sekali pimpinan DPR hadir secara lengkap. Hal ini menjadi contoh buat anggota dewan untuk tidak hadir dalam rapat-rapat paripurna. Unsure pimpinan tidak pernah mengontrol secara langsung siding-sidang komisi dan pansus yang sedang berlangsung. Ini tentunya membuat kinerja komisi dan pansus tidak termonitoring secara baik oleh pimpinan DPR.
Keenam, pemberian staffing yang baik kepada setiap anggota dewan. Tugas berat anggota dewan sangat tidak mungkin untuk ditanggung sendiri oleh anggota dewan. Bagaimanapun juga anggota dewan memiliki keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu. Oleh karena itu anggota dewan sangat memerlukan bantuan dari tenaga ahli yang dapat mensuport kinerja kedewanan. Staffing harus bekerja dan meningkatkan kinerja para anggota dewan.
Ketujuh, pemebrdayaan pasangan kerja DPR. Terjadinya kasus korupsi yang dilakuka oleh anggota dewan tidak terlepas dari peran serta pemerintah sebagai penyususn dan pengguna anggaran. Mitra kerja tiap-tiap komisi yaitu departemen-departemen tertentu dan lembaga negara lebih senang untuk bagi-bagi jatah agar tidak dikritisi oleh anggota DPR. Oleh karena itu presiden harus memberi penegasan bahwa setap departemen yang yang menjadi mitra DPR tidak ada main mata dengan oknum anggota DPR.
Hasil pemilu 2009 merupakan momentum untuk mengubah parlemen menjadi suatu lembaga yang berwibawa. Masyarakat harus memilih wakilnya di DPR secara benar agar nantinya terbentuk DPR yang lebih baik. Dengan demikian akan terjadi proses checks and balances antara eksekutip dam legislatif sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dari KKN. Bila kita gagal untuk membenahi parlemen kedepan, maka masa depan reformasi akan semakan tidak jelas.

Republika, Sabtu, 04 April 2009

Selanjutnya......

Penurunan Citra DPR


USTADZ Mutammimul Ula, yang saat ini menjadi anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menilai kinerja DPR pada periode 2004-2009 secara umum memang belum menggembirakan. Bahkan, DPR pada periodenya itu memperlihatkan penurunan citra di muka rakyat ketimbang DPR periode 1999-2004. Itu sebabnya anggota DPR periode mendatang perlu memperbaiki citra Dewan yang sekarang sedang merosot. Citra itu diperbaiki melalui pemilihan pimpinan DPR yang berwibawa dan punya ketegasan dalam memegang aturan main.
Selain itu, DPR mendatang perlu lebih serius melakukan pengawasan dalam proses legislasi dan moral anggotanya. Itu sebabnya partai politik diimbau untuk lebih ketat menyeleksi individu kader partainya dan melakukan pengawasan terhadap apa yang dilakukan anggota partainya di DPR. Selain itu, keluarga anggota DPR mendatang diimbau untuk ikut mengawasi.
Secara makro, DPR mendatang harus bisa menampilkan kinerja parlemen yang lebih profesional. Parlemen sebagai representasi partai politik harus bisa mengatasi problem ekonomi makro dan membuat Indonesia mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
”Jika parlemen gagal memperlihatkan kerja profesionalnya, negara akan semakin lemah, rentan, dan yang akan rugi adalah Indonesia,” ujarnya. (MAM)

Koran KOMPAS, Jumat, 10 April 2009 | 09:45 WIB

Selanjutnya......

TNI reform remains slow under SBY government


REFORMS within the Indonesian Military (TNI) have remained slow under the administration of retired Army general Susilo Bambang Yudhoyono, a discussion concluded Thursday.
“I believe the military has not reformed at all during the 2004-2009 period because of difficulties implementing the laws,” presidential advisor Agus Widjojo told the discussion on the future of the military at the House of Representatives building.
The former three-star Army general said the military had still not shifted its control to the Defense Ministry as required by law, but remained under the jurisdiction of the President.
Among other major problems was the military’s failure to resolve its affairs and to establish a National Security Council.
He said many articles within defense and security laws, including the amended 1945 Constitution, were still confusing and the separation of the police and military forces remained unclear.
The former deputy chairman of the People’s Consultative Assembly said the 2004 military law was convoluted and being interpreted in a number of ways.
“The most controversial article in the military law is that soldiers must abide by the public criminal law, meaning their misconduct would be investigated by police,” Agus said. Such a measure would place psychological pressure on TNI soldier, he argued.
“The government has to promote trust between police and the military first and foremost before enforcing this law [on soldiers].”
The law forbidding soldiers from partaking in political affairs, including voting, was also very problematic, he said.
“This definition is very obscure and could easily lead to misinterpretation. No wonder we still find many high-ranking commanders making political statements,” Agus said, claiming control was needed to prevent military leaders becoming involved in political campaigning.
Prominent military analyst Kus-nanto Anggoro said that during the 1998-2004 period, only one reform took place internally within the military.
“The reform took place without any involvement from public,” he said.
Military reforms failed to meet the demands of the people, he said, making the institution “untouchable and difficult to access”.
“For example, in resolving human rights cases involving soldiers and issues of military businesses, there was little change,” he said.
“The military is still a long way from being like the armed forces in other nations, maybe even 20 years away,” Kusnanto said.
Agus Widjojo said military reforms would remain a task for the next government to challenge.
“The military has to transform from the traditional fighters of 1945 to professional soldiers,” he said.
Prosperous Justice Party (PKS) legislator Mutammimul Ula, however, said the military had changed in many ways.
“Several prominent generals have said military reforms have succeeded, even if they are internal,” he said.
He said laws were needed to smooth the reformation process within military institutions.
“Improving soldiers’ welfare is also very important,” he added.

The Jakarta Post , JAKARTA | Fri, 02/27/2009 9:14 AM | National



Selanjutnya......

Senin, Maret 02, 2009

Masa Depan Reformasi TNI Pasca 2009


PEMIKIR dan pengamat masalah TNI, Letjen TNI (pur) Agus Widjojo (kiri) didampingi pengamat politik CSIS, Kusnanto Anggoro (tengah), dengan tegas menyampaikan pandangan dan pemikirannya mengenai hakikat reformasi TNI yang berupaya mentransformasikan TNI dari kultur tentara pejuang kemerdekaan menjadi tentara profesional dalam sistem politik Indonesia yang demokratis dan modern pada saat berlangsung seminar "Masa Depan Reformasi TNI Pasca 2009", Kamis, 26/02/2009 di gedung Parlemen RI, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta Pusat. Seminar ini diselenggarakan oleh fraksi PKS DPR RI.fy-ina/Mulkan Salmun.

fy-indonesia.com edisi 26 Pebruari 2009

Selanjutnya......

Reformasi TNI Perlu Dikawal


[JAKARTA] Otoritas sipil dalam hal ini presiden yang dipilih secara demokratis oleh rakyat, harus terus mengawal reformasi TNI. Pentingnya pengawalan ini tentunya membutuhkan peran lembaga demokratis lain, termasuk partai politik (parpol).
"Ketika otoritas sipil melemah dan TNI menguat, maka akan terjadi komunitas terorganisasi. Dan masyarakat sipil tidak akan menyainginya," kata anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mutammimul Ula dalam diskusi bertema Masa Depan Reformasi TNI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (26/2).

Ula memandang penting penguatan otoritas sipil sebab ketika DPR membahas anggaran TNI, keputusan tetap ada di tangan presiden selaku otoritas sipil.

Menanggapi hal itu, pengamat militer Kusnanto Anggoro pesimistis, legislator (DPR) fokus membahas isu TNI. Kecenderungan yang muncul setiap parpol membawa isu berbeda. Hasilnya produk perundang-undangan terkait pertahanan dan keamanan mengalami ketidaksempurnaan.

Diingatkan, DPR periode mendatang perlu menyamakan fokus pembahasan agar setiap aspek ketahanan dan keamanan tidak menjadi komoditas politik.

Pandangan serupa juga datang dari Direktur Manajerial Imparsial Rusdi Marpaung. Dia menegaskan, keluarnya TNI dari kancah perpolitikan sejak 2004 berdampak positif bagi iklim demokrasi di Indonesia. Rusdi berharap konsistensi ini terus dijaga menjelang Pemilu 2009. Reformasi TNI baru sebatas kulit luar organisasi dan keinginan TNI untuk terus profesional belum berakhir.

Sementara itu, mantan anggota Fraksi TNI/Polri Agus Widjojo menegaskan, menyusun agenda reformasi TNI pasca 2009 pada dasarnya adalah melanjutkan dan menyempurnakan hasil yang telah dicapai oleh reformasi TNI saat ini.

"Fungsi pertahanan tidak hanya bisa dituntut dari pihak TNI semata. Hubungan sipil-militer merupakan modal prinsip supremasi sipil. Perlu juga perumusan kebijakan oleh otoritas politik sipil," paparnya. [ASR/M-11]

SUARA PEMBARUAN edisi Senin, 02 Maret 2009


Selanjutnya......
Template by - Abdul Munir - 2008