MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Selasa, Agustus 26, 2008

KPI Jangan Seperti "Macan Ompong" Hadapi Stasiun Televisi


Jakarta _Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) jangan seperti `macan ompong` menghadapi stasiun-stasiun televisi terutama yang tidak berizin resmi atau sering suka menayangkan siaran-siaran tak baik.
"Iya, KPI jangan lagi menjadi `macan ompong` atau penyamun di ranah media. Artinya, KPI harus konsisten memberikan sanksi kepada stasiun televisi yang masih nakal terkait dengan tayangan yang mendapat ancaman dari KPI," tegasnya di Jakarta, Minggu dinihari.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA, merespons peringatan KPI atas empat tayangan televisi yang dianggap bermasalah.

"Bagi kami di Komisi I DPR RI, empat tayangan bermasalah itu mengaparkan bahwa konstruksi media yang terbangun masih berorientasi kepada kepentingan modal dan bukan perbaikan (kualitas) sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia," ujarnya.

Karena itu, ia minta agar penyadaran efek media secara sistematis dan terstruktur mestinya tidak hanya disandarkan kepada masyarakat, akan tetapi ke pihak pemilik media.

"Artinya, tanggungjawab sosial media adalah keharusan yang mesti tertanam di benak pemilik media," katanya mengingatkan.

Di atas semuanya itu, menurutnya, apresiasi kepada KPI yang tidak membiarkan masyarakat tertatih-tatih sendirian menghadapi efek global media saat ini.

"Pantas kita beri apresiasi usaha kerja keras mereka (KPI)," kata Mutammimul Ula lagi.(*)

Republika edisi Ahad, 24 Agustus 2008

Selanjutnya......

Broadcast commission told to have courage in face of TV stations


Jakarta, (ANTARA News) - The Indonesian Broadcast Commission was expected to have more courage in the face of television stations especially those without official permits or frequently carrying unworthy programs, a legislator has said.
"The commission should be consistent in imposing sanctions on the delinquent television stations," a member of the House of Representatives (DPR)`s Commission I, Mutammimul Ula, said here early Sunday.

The legislator made the remark to ANTARA in response to the commission`s warning against four television programs which were considered to have problems.

"The four television programs show that media are still oriented to capital interest rather than quality improvement of human resources in Indonesia," Mutammimul said.

Thus he said it was a must for the media owners to have social responsibility.

However, the commission should also deserve an appreciation for its measures in favor of the public in the face of the current global effects from the media.

"We should however appreciate the commission for its hard works," he said.(*)

Antara edisi Ahad, 24 Agustus 2008

Selanjutnya......

Kinerja Pemerintah Dalam Penegakan Hukum Masih Mengecewakan


JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI H Mutammimul Ula menilai, dalam penegakan hukum, kinerja pemerintah masih mengecewakan, khususnya dalam pemberantasan korupsi."Terungkapnya konspirasi korupsi di Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus Artalita dan Jaksa Urip TG telah membuat kita ragu, apakah SBY mampu melawan jaringan koruptor," kata Anggota Komisi I DPR RI ini kepada ANTARA, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, SBY telah melakukan langkah represif untuk memberantas korupsi dengan diberikan izin pemeriksaan kepada pejabat negara yang diduga melakukan korupsi. "Namun SBY gagal dalam prefentif pencegahan terjadinya korupsi di kalangan birokrasi dan pejabat negara. SBY gagal dalam membuat sistem birokrasi pemerintahan tranparan dan akuntabel sehingga dapat mencegah terjadinya korupsi," katanya.
Namun Fraksi PKS memberi apresiasi terhadap beberapa hal, misalnya mengenai penyelesaian konflik Aceh. "Artinya, memasuki tahun keempat Pemerintahan SBY, tentu ada keberhasilan yang harus kita apresiasi. Paa Sidang Paripurna DPR RI hari Jumat (15/8), Presiden menyampaikan pidato politik sekaligus Nota keuangan RAPBN 2009. Ada kita lihat presentase keberhasilan," katanya.
Salah satu contoh keberhasilan pemerintah di bidang sosial politik, terutama dalam menyelesaikan konflik. "Penyelesaian konflik Aceh berdasarkan Perjajian Helsinki merupakan salah satu contoh. Ini telah menjadi penyelesaian konflik kemanusian yang hebat karena kasus ini telah banyak memakan korban jiwa. Saat ini perjanjian damai telah memasuki tahun ketiga dan telah mengubah Aceh menjadi damai dan pembangunan dapat dilakukan," katanya.
Selain itu, konfilk horizontal dan vertikal di tengah masyarakat, cukup banyak berhasil diselesaikan dengan baik oleh SBY.
Namun begitu, dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), jumlah angka kejahatan memang masih cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan masih padatnya penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP). "Bahkan hampir sebagain besar LP penghuninya melebihi kapasitas seharusnya," katanya.

Turbelensi
Dalam bidang ekonomi makro, kata Mutammimul Ula, APBN mengalami kemajuan walau kenaikan tersebut tidak signifikan. "Kita lihat dari segi volume, APBN dalam tahun 2005 baru mencapai Rp500 triliun. Sedangkan tahun 2009, volume RAPBN mencapai angka Rp1.000 triliun. Dengan demikian ada kenaikan 100 persen selama empat tahun," katanya.
Tetapi nilai kenaikan ini masih dibebani angka inflasi yang mencapai tujuh persen per tahun. "Angka Rp1.000 triliun memang tertinggi dalam sejarah APBN kita, namun dalam penyusunan RAPBN setiap tahun, angkanya pasti akan terus naik," katanya.
RAPBN yang disampaikan di depan DPR RI masih jauh dari harapan. "Sebab, sebagai negara yang kaya suberdaya alam, angka Rp1.000 trilin masih terlalu kecil dan masih jauh dari mencukupi untuk membangun," katanya.
Besarnya RAPBN juga tidak menyebutkan besaran angka yang akan digunakan pemerintah untuk membayar utang. "Baik itu cicilannya maupun bunga utang, baik yang bersumber dari luar negeri maupun dari dalam negeri," katanya.
Dengan kata lain, RAPBN 2009 yang disampaikan oleh SBY masih rawan dan rentan akan turbelensi global. "Khususnya pengaruh kenaikan harga minyak global. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk mengeluarkan Surat Utang Negara juga ke depan akan menjadi beban keuangan negara dalam jangka panjang," katanya.
Terkait kenaikan alokasi RAPBN 2009 untuk bidang pendidikan, menurut dia, telah mencapai 20 persen dari RAPBN. "Yaitu Rp52 triliun untuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) ditambah anggaran pendidikan sebesar Rp46,1 triliun," katanya.
Namun kenyataannya, anggaran untuk bidang pendidikan sesungguhnya masih rendah. "Apalagi tercapainya angka 20 persen itu hanya karena atau akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukkan gaji guru dan pendidikan kedinasan ke dalam pos pendidikan dalam APBN," katanya.ant/k

Republika edisi Senin, 18 Agustus 2008


Selanjutnya......

Anggota DPR Imbau Penolakan Permohonan Ampun bagi "Bali Nine"


Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, di Jakarta, Selasa, menyatakan permohonan ampun Menlu Australia, Stephen Smith untuk tiga warganya harus ditolak.
Ia mengatakan hal itu kepada ANTARA, terkait permintaan Menlu Smith agar ketiga warga Australia, yakni Scott Anthony Rush, Myuran Sukumuran dan Andrew Chan, terpidana kasus "Bali Nine" atau penyelundupan narkoba lewat Bali.

"Sebaiknya permohonan (Menlu Australia) itu tidak dikabulkan Presiden RI," tandasnya.

Hal ini, menurutnya, untuk memberikan efek jera.

"Sebab, tindakan pidana yang dilakukan ketiga warga Australia itu berupa menyelundupkan heroin 8,9 kilogram adalah tindak pidana berat," tegasnya kepada ANTARA.

Mutamminul Ula dan sejumlah anggota Komisi I DPR sebaliknya meminta pihak Australia harus "legowo" dengan keputusan peradilan di Indonesia itu.

"Iya, harus 'legowo' menerima keputusan pengadilan Indonesia," tandasnya lagi.

Menurut para anggota Komisi I DPR, Australia tak etis mengajukan permohonan ampun dengan barter bantuan senilai Rp21,25 triliun. (*)

Antara edisi Rabu, 13 Agustus 2008


Selanjutnya......

Menlu Australia: Hukuman Amrozi Otoritas Indonesia


Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith menyatakan bahwa putusan hukuman mati terhadap pelaku Bom Bali, Amrozi Cs merupakan proses hukum Indonesia yang telah berjalan dan itu merupakan otoritas Pemerintah Indonesia.
Hal tersebut diungkapkannya saat wartawan meminta komentar Smith mengenai hukuman mati yang diberlakukan kepada kelompok Amrozi, di Sulsel, Selasa.
Smith tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai proses hukum yang kini sedang dijalani Amrozi Cs. Namun dia lebih memperhatikan masalah yang sedang dihadapi ketiga warga negaranya terkait kasus narkoba "Bali Nine" (Bali Sembilan).
Menurut dia, ketika warga Australia di luar negeri dihukum karena melakukan kejahatan kemudian dipidana mati, Pemerintah Australia akan melakukan upaya representasi atas nama warga negara Australia.
Namun, lanjut Smith ketika hukuman tersebut dijatuhkan kepada non warga Australia, pihaknya akan melakukan penilaian secara kasuistik dan menentukan apakah akan melakukan representasi secara sendiri atau bergabung dengan negara-negara lain di level regional maupun multilateral.
Tolak Pengampunan "Bali Nine"
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR, Mutammimul Ula menyatakan permohonan ampun Menlu Australia, Stephen Smith untuk tiga warganya harus ditolak.
Hal itu terkait permintaan Menlu Smith agar ketiga warga Australia, yakni Scott Anthony Rush, Myuran Sukumuran dan Andrew Chan, terpidana kasus "Bali Nine" atau penyelundupan narkoba lewat Bali.
"Sebaiknya permohonan (Menlu Australia) itu tidak dikabulkan Presiden RI. Itu untuk menimbulkan efek jera, " tandasnya.
Sebab, menurutnya, tindakan pidana yang dilakukan ketiga warga Australia itu berupa menyelundupkan heroin 8, 9 kilogram adalah tindak pidana berat.
Mutamminul Ula sebaliknya meminta pihak Australia harus "legowo" dengan keputusan peradilan di Indonesia itu. "Iya, harus 'legowo' menerima keputusan pengadilan Indonesia, " tegasnya.
Anggota Komisi I DPR beranggapan, Australia tak etis mengajukan permohonan ampun dengan barter bantuan senilai 21, 25 triliun rupiah.
Seperti diketahui, Kunjungan Menlu Australia ke Indonesia, salah satunya mengunjungi Kabupaten Gowa, Sulsel dalam rangka peresmian bantuan dana sekolah ke-1000 yakni SMPN 4 Pallangga Gowa.(novel/ant)

Eramuslim edisi Rabu, 13 Agustus 2008


Selanjutnya......

Ula: Warga "Setia" Jangan Berlebihan


ANGGOTA Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Mutammimul Ula, di Jakarta, Selasa malam (5/8), meminta warga Kampus "Setia" jangan berlebihan dengan sikapnya ingin mencari suaka politik ke luar negeri, khususnya Amerika dan Eropa.
"Bagi saya, sikap warga Kampus "Setia" itu terlalu berlebihan. Menurut saya, walau berada di tengah ketidakjelasan nasib, sebaiknya akademika Kampus "Setia" harus melihat persoalan ini secara proporsional, jangan membesar-besarkan masalah. Toh warga Kampung Pulo sudah bersedia melakukan dialog," katanya.

Ia mengatakan hal itu, menanggapi pernyataan Staf Humas Kampus Sekolah Tinggi Theologia Arastamar (Setia), Hendrik Tambunan yang menyebutkan bahwa, kini 1.000 warga kampusnya siap menjadi kloter pertama mencari suaka politik ke Amerika atau Eropa, jika mereka tak diizinkan lagi hidup serta bersekolah di negerinya sendiri.

"Ini pernyataan resmi kami atas nama warga kampus "Setia". Jika tidak ada solusi bagi upaya kami turut serta berkehidupan termasuk menikmati pendidikan di negeri sendiri, karena kami tidak boleh bersekolah di Jakarta Timur, itu berarti negara tidak lagi melindungi segenap bangsa Indonesia," kata Juru Bicara Kampus "Setia" itu secara terpisah.

Ia mengatakan itu setelah pihaknya mempelajari dengan seksama bahwa seakan-akan telah terjadi `pembiaran` atas kasus kampus "Setia" dengan warga Kampung Pulo, Pinang Ranti, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.

"Kami punya kampus sendiri, punya sekolah dan tempat tinggal, tetapi kami dilarang pergi ke sana dengan alasan yang tidak jelas, dan Pemerintah beserta aparat keamanan tidak bisa memberikan solusinya, lalu kami mau ke mana? Bukankah suaka politik ke negara yang lebih beradab ada jalan keluarnya yang terbaik," katanya lagi.

Sangat Tidak Adil
Mutammimul Ula kemudian meminta pihak pengelola Kampus "Setia", agar memberi respons atas kesediaan warga Kampung Puloa melakukan dialog. Jadi, menurutnya, jangan di bawah keluar masalahnya, karena ini hanya memperkeruh suasana.

"Diselesaikan saja di internal. Bila di bawah keluar, justru pada akhirnya akan menyudutkan Islam. Ingat, umat Islam yang selalu menjadi tertuduh sebagai biang kekerasan. Selalu Islam yang diidentikkan dengan teroris. Ini sangat tidak adil," tandasnya.

Padahal, menurut Mutammimul Ula, bila merunut dari (pemberitaan) media, sejak awal sudah ada masalah dalam pendirian lembaga pendidikan di Kampung Pulo tersebut.

"Malah ada berita, mereka (pihak kampus) memanipulasi izin. Karenanya, pihak "Setia" introspeksi diri dulu dengan keberadaannya yang berada di tengah pemukiman padat dan mayoritas Islam, dan selama itu pula keberadaan mereka telah memancing kerawanan sosial," ungkapnya.

Pertanyaannya, katanya, apakah itu kurang cukup menandatangani keberadaan mereka (Kampus "Setia") tidak dikehendaki. "Makanya, be objective-lah," tandas Mutammimul Ula lagi.

Tiga Lokasi
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Hendrik Tambunan bersama sekitar 1.000 warga kampus "Setia", sebagian besar terdiri pria, termasuk dosen dan mahasiswa serta petugas administrasi, kini ditampung di lokasi transito transmigran atau tenaga kerja di Kali Malang, Jakarta Timur.

Sementara yang lain terbagi di beberapa lokasi lainnya, juga di rumah-rumah keluarga atau kerabat serta masyarakat lainnya, sejak mereka dievakuasi dari kampusnya di Kampung Pulo tersebut.

"Seolah kami ini warga kelas berapa begitu, dan karenanya tidak berhak hidup, menikmati pendidikan dan masa depan di negeri sendiri. Lihat saja keadaannya. Kami sudah sekitar seminggu terlunta-lunta ketiadaan tempat berteduh, padahal kami sesungguhnya punya kampus dan pemukiman, tetapi kami dilarang tinggal di sana," katanya dalam nada tinggi.

Karena itu, dia dan kawan-kawannya mengingatkan Pemerintah dan aparat keamanan, agar tegas dalam bertindak serta tidak pilih kasih.

"Seandainya situasinya terus saja menggantung dan tidak ada sikap tegas Pemerintah bersama aparat keamanan di Indonesia, berarti ini pertanda suatu keadaan yang berbahaya bagi kehidupan sesama bangsa. Kami sudah mulai melakukan lobi dan kontak-kontak resmi untuk mencari suaka politik," ujarnya.

Beberapa perwakilan negara asing di Indonesia pun, katanya, sudah memberikan peluang untuk itu.

"Kita semua lihat saja nanti sampai di mana ujung persoalan ini. Kami terus akan berusaha semaksimal mungkin mengedepankan cara-cara dialog persuasif berlandaskan kasih dan norma-norma Pancasila," katanya lagi.

Yang jelas, lanjut Hendrik Tambunan, dari sekitar 2.000 warga kampusnya, sudah siap 1.000 di antaranya sebagai kloter pertama pencari suaka politik, tanpa menyebut negara-negara mana saja targetnya. [TMA, Ant]

Gatra edisi Rabu, 6 Agustus 2008



Selanjutnya......

Eksekusi Rumah Dinas TNI AU Dwikora Diminta Ditunda


Kapanlagi.com - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, di Jakarta, Jumat malam, mendesak aparat aparat terkait agar rencana eksekusi pengosongan rumah yang dilakukan terhadap 80 purnawirawan TNI AU bersama keluarganya harus ditunda.
Ia mengatakan itu mengingat, proses hukum atas perkara tersebut belum selesai.
"Bagi kami di Komisi I DPR RI, tindakan itu kurang manusiawi terhadap mereka yang dulu pernah berjuang bagi bangsa ini," tandas Mutammimul Ula yang menjadi anggota komisi membidangi pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, badan intelijen negara, informasi dan komunikasi.
Karena itu, ia dkk di Dewan mengimbau Pemerintah agar sebaiknya memberikan jalan tengah yang mengandung kebaikan bagi semua pihak.
"Bila tidak, situasi seperti ini akan menyulitkan, karena akhirnya menimbulkan kesan adanya gesekan antara prajurit yang masih aktif dengan purnawirawan," katanya.
Dulu, lanjutnya, mereka itu (para purnawirawan) merupakan pejuang dan sekarang pun ketika telah tidak lagi bertugas, tak lantas ditelantarkan tanpa tempat berteduh.
"Kita sebagai bangsa yang besar harus selalu bisa menghargai sejarah serta kepahlawanan maupun perjuangan di masa lalu, dengan memberikan rasa hormat selayaknya," kata Mutammimul Ula lagi. (*/cax)

Kapanlagi.com edisi Sabtu, 2 Agustus 2008

Selanjutnya......

Indonesia Sebaiknya Abaikan Larangan Eropa


Kapanlagi.com - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mutammimul Ula menilai, keputusan Uni Eropa yang memperpanjang larangan terbang pesawat-pesawat dari maskapai penerbangan Indonesia ke wilayahnya sangat sepihak dan karenanya sebaiknya diabaikan saja.
"Kami mendukung sikap tegas RI (Pemerintah). Itu sudah sangat tepat. Kami mendukung pernyataan tegas Indonesia yang menolak keputusan Uni Eropa yang memperpanjang larangan terbang ke Eropa bagi maskapai penerbangan Indonesia itu," katanya di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan, walau bagaimana pun Indonesia telah membenahi temuan Komisi Eropa atas persoalan keselamatan penerbangan dan telah memperbaikinya.
"Karenanya, keputusan Uni Eropa sebaiknya diabaikan saja, karena sejak awal tidak jelas hal apa saja yang menjadi indikator agar Indonesia bisa lepas dari larangan terbang tersebut," ujarnya.
Menurut Mutammimul Ula, pihak Uni Eropa telah berlaku tidak transparan dalam kebijakannya tersebut.
"Buktinya, persyaratan dan prosedurnya (dalam rangka menentukan kelaikan terbang suatu penerbangan), tidak pernah diungkapkan," tandasnya.
Mestinya, lanjut dia, sebagai badan unilateral, Uni Eropa bisa mendorong ICAO (Badan Pengawas Penerbangan Internasional) untuk memutuskan melepaskan larangan terbang bagi Indonesia.
"Bila pun disebabkan karena revisi Undang-Undang Penerbangan RI yang belum selesai, itu bukanlah substansi utama Indonesia tetap terkungkung dalam larangan terbang yang tidak jelas ini karena proses revisinya bisa sambil jalan," tegas Mutammimul Ula lagi. (*/cax)

Kapanlagi.com edisi Jum'at, 1 Agustus 2008


Selanjutnya......

Indonesia should ignore EU`s flight ban, legislator says


Jakarta (ANTARA News) - Mutammimul Ula, a legislator from the Prosperous Justice Party (PKS), said Indonesia should ignore the European Union (EU)`s ban on Indonesian airline flights because it was a unilateral decision.
"We support the firm stance (of the Indonesian government). It`s quite correct. We support the government`s strong statement rejecting the EU`s decision to maintain its flight ban on Indonesia airlines," he told ANTARA here on Friday.

He said Indonesia had duly responded to the European Commission`s findings on the safety of Indonesian airlines and made a lot of improvements in the matter.

"Therefore, the EU`s stand should be ignored because since the beginning the EU has not shown any clear sign it will lift the flight ban," he said.

He said the European Union had not been transparent in arriving at its decision.

The EU should have encouraged the International Civil Aviation Organization (ICAO) to decide on lifting the flight ban, he said.

EU imposed the flight ban on the Indonesian airlines in July 2007, citing unsafe flights as reason.

EU representative Pierre Phillipe recently said the EU could not yet lift its flight ban on all Indonesian airlines because they still fell short of the flight safety standards set by the ICAO of which Indonesia is also a member.

The Indonesian government had expressed its disappointment about the EU`s decision to continue barring Indonesian airline flights from its air space. (*)

Antara Edisi Jum'at, 1 Agustus 2008


Selanjutnya......

RI legislator condemns attempts to arrest Sudan president


Jakarta (ANTARA News) - Mutammimul Ula, a legislator of the Prosperous Justice Party (PKS), criticized efforts being made by International Criminal Court (ICC) prosecutors to seek an arrest warrant for Sudanese President Omar Al-Bashir for alleged genocide.
"The request filed with the ICC to arrest Omar Hassan Al-Bashir must be postponed. This is to prevent that situation in Sudan, in Darfur in particular, from worsening," Ula told ANTARA News here on Friday.

It was reported earlier, prosecutors at the International Criminal Court on Monday (July 14) filed genocide charges against Sudanese President Omar al-Bashir, accusing him of masterminding attempts to wipe out African tribes in Darfur through a campaign of murders, rape and deportation.

The Indonesian legislator was worried that the arrest of the Sudan president would make it difficult to achieve stability in the region.

"Other implications will include follow-up effects which can harm various elements there, such as the people, humanitarian organizations, and peacekeeping forces," he said.

Besides, he added, in line with existing regulations, ICC could not make an arrest without permission from the country concerned.

"Moreover, it will be very difficult to arrest Omar Hassan Al Bashir in The Hague because he is a serving president," he said.

A vacuum in Sudan`s administration will make the situation uncontrollable, he said.

"Therefore, we urge the Indonesian government, both through the United Nations Security Council and the Organization of Islamic Conference (OIC), to push for wiser ways in dealing with Darfur," he said.

Ula said that the people of Darfur needed help but not through ways which could disadvantage them.

Meanwhile, Gulfnews.com recently reported that Sudan`s ruling party warned there will be more violence in Darfur if the country`s president is indicted for crimes against humanity and genocide as hundreds of people rallied in Khartoum to show their support for the longtime leader. (*)

Antara Edisi Jum'at, 18 Juli 2008


Selanjutnya......

KKP Tebarkan Spirit Penyelesaian di Luar Pengadilan


Kapanlagi.com - Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga, di Jakarta, Rabu malam, menyatakan, intisari laporan dan rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan RI-Timor Leste, ialah, menebarkan spirit penyelesaian masalah (HAM) di luar pengadilan.
"Maksudnya, agar kita harus bisa berjiwa besar menempatkan masalah ini secara proporsional. Dan jangan terus saja melihat ke belakang, mencari-cari kesalahan di masa lalu, sehingga lupa terhadap spirit untuk berkembang, melihat ke depan bagi upaya menggapai kemajuan serta kesejahteraan bersama," kata Theo Sambuaga yang juga salah satu Ketua DPP Partai Golkar itu.
Hal hampir senada dinyatakan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Pramono Anung secara terpisah di Madiun, dengan menempatkan laporan dan rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) itu sebagai catatan bersama kedua bangsa untuk maju ke depan.
"Kapan kita melihat ke depan kalau selalu lihat ke belakang. Dan bagi saya, soal hak-hak azasi manusia (HAM) itu seharusnya memang diselesaikan secara internal," tegasnya.
Sebagai bangsa yang punya dignity (harga diri), baik Theo Sambuaga dan Pramono Anung tetap bersikeras, selesaikanlah berbagai masalah kita (termasuk HAM) secara internal, tidak usah ke Mahkamah Internasional (MI).
"Sekarang, bagaimana rekomendasi KKP yang bagus itu segera dijalankan oleh Pemerintah," tandas Pramono Anung.
Titik Akhir
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, menilai, laporan dan rekomendasi KKP itu merupakan titik akhir dari persoalan RI-Timor Leste.
Ia juga berpendapat, semangat pembentukan KKP itu, ialah, penyelesaian di luar pengadilan.
"Karena itu, jelas sekali, bahwa laporan dan rekomendasi KKP ini merupakan titik akhir dari persoalan kedua negara bertetangga," tambahnya.
Mutammimul Ula menambahkan, Pemerintah RI dan Timur Timur (kini Timor Leste) terkesan telah memilih penyelesaian dengan cara yang direkomendasikan KKP itu.
"Namun yang menjadi pertanyaan, adalah, sejauh mana hasil KKP ini dapat menyelesaikan persoalan dendam kedua belah pihak," tanyanya.
Tetapi ia juga melihat, dalam rangka perwujudan kehidupan bertetangga yang baik, dan usaha membangun kerja sama lebih erat, menurutnya, sudah saatnya RI bersama Timor Leste melupakan sejarah buruk masa lalu.
"Kini mari kita mengingat kembali komitmen yang dibangun kedua negara untuk tidak membuka lembaran kelam dan menatap masa depan," katanya.
Akhirnya, Mutammimul Ula kembali menegaskan, laporan dan rekomendasi KKP tersebut, harus menjadi fase baru bagi kedua negara serta merupakan titik akhir dari persoalan RI bersama Timor. (*/cax)

Kapanlagi.com edisi Kamis, 17 Juli 2008


Selanjutnya......
Template by - Abdul Munir - 2008