MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Jumat, Juli 18, 2008

Perintah Penangkapan Presiden Sudan Dikecam


JAKARTA--MI: Anggota Komisi I DPR RI Mutammimul Ula (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), mengecam perintah penangkapan Presiden Sudan yang diajukan ICC dengan alasan apa pun.
"Permintaan penangkapan Omar Hassan al Bashir yang diajukan oleh ICC itu harus ditunda. Hal ini untuk mencegah keadaan yang lebih buruk di Sudan, khususnya di Darfur," katanya di Jakarta, Jumat (18/7).

Perintah penangkapan itu berkaitan dengan tuduhan bahwa Presiden Sudan tersebut merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas konflik dengan korban puluhan ribu jiwa di sana.

Mutammimul Ula memperkirakan, jika hal itu dipaksakan, bisa berakibat pencapaian stabilitas akan sulit dicapai. "Implikasi lainnya, adalah efek berkelanjutan yang bisa membahayakan berbagai elemen di sana, seperti rakyat, organisasi kemanusiaan dan tentara perdamaian," katanya.

Sesuai aturan yang berlaku, ICC tidak bisa menangkap tanpa persetujuan negara bersangkutan. "Lagipula, akan sangat sulit memenjarakan Omar Hassan al Bashir diDengaag, karena ia presiden yang sedang berkuasa," katanya.

Menurutnya, kekosongan pemerintahan Sudan akan mengakibatkan situasi tidak terkendali. "Karena itu, kami mendesak (Pemerintah) Indonesia, baik melalui Dewan Keamaman (DKP) PBB maupun OKI, harus mendorong cara-cara yang bijak untuk penyelesaian Darfur," katanya.

Mutammimul Ula mengingatkan, Indonesia harus mencari terbosan untuk menolong rakyat Darfur. (Ant/OL-01)

Media Indonesia edisi Jum'at, 18 Juli 2008


Selanjutnya......

Senin, Juli 14, 2008

DPR Dukung Sikap RI Soal Zimbabwe


Para Anggota Komisi I DPR RI, di Jakarta, Sabtu (12/7), mendukung sikap delegasi RI terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas Zimbabwe, dan menyatakan, badan dunia itu seyogyanya belum saatnya turut campur dalam persoalan di negara Afrika itu.
Demikian penegasan Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar), bersama beberapa anggotanya, di antaranya Mutammimul Ula (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Andreas Pareira (Fraksi PDI Perjuangan), dan Jeffrey Massie (Fraksi Partai Damai Sejahtera).

Mereka berpendapat, seyogyanya PBB memberikan kesempatan kepada Liga Afrika untuk mengatasi persoalan Zimbabwe. "Berikan dulu kesempatan kepada Liga Afrika untuk mengatasi persoalan Zimbabwe. Biar fair!" tegas Mutammimul Ula.

Mutammimul Ula menambahkan, ada beberapa pertimbangan mengapa Liga Afrika harus diberi kesempatan. Pertama, menurutnya, adanya kedekatan kultural. Berikut, lanjutnya, pasti tidak terlalu banyak kepentingan dan bisa mempercepat terjadinya rekonsiliasi yang terjadi di kawasan Afrika.

"Kami mendukung sikap RI untuk lebih cermat menimbang efektivitas resolusi tersebut. Sebab, bagaimanapun RI jangan sampai terjebak pada skenario Amerika Serikat yang mendesak komunitas internasional untuk menghukum Presiden Zimbabwe," ujarnya.

Baginya, Indonesia justru harus mampu meminta PBB untuk membatalkan draf resolusi yang ada sekarang dan memberikan kesempatan kepada Liga Afrika untuk menjalankan perannya. "Tentunya komitmen dan itikad baik dari penyelesaian konflik Zimbabwe tidak mengenai pembagian kekuasaan, tetapi lebih kepada demokrasi, kebebasan dan keadilan," demikian Mutammimul Ula. [EL, Ant]

Gatra, Minggu, 13 Juli 2008



Selanjutnya......

Selasa, Juli 08, 2008

Call for closure of Namru-2 in Indonesia increasing


Solo, Central Java (ANTARA News) - Amidst strong calls from the House of Representatives for an early decision on the fate of the US Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2), a minister preferred the termination of the Namru-2 contract with Indonesia.
Speaking in a talk show on Awakening Indonesia at the Muhammadiyah University in Surakarta (Solo) on Friday, Health Minister Siti Fadillah Supari expressed her preference to the closure of the US Naval Medical Research Unit-2.
She even saw the presence of Namru-2 as a manifestation of neoliberalism which could treathen Indonesian sovereignty. Namru-2 became like a symbol of a foreign power gripping in Indonesia with its claws.
"This laboratory has been in Indonesia without a permit for over 40 years for research of diseases. Various types of viruses from Sri Lanka, Vietnam and Indonesia had been studied in this laboratory," she said.
The minister suspected that the results of the research work may be used for a certain dangerous and mysterious target and she was also very concerned about the government for being unable to prevent the country from threats of foreign powers already inside the country.
Especially that Namru-2 was headed by a colonel of the US Navy, she said during a hearing with the House Commission I.
Sharing her views, Mutammimul Ula, a law maker of Commission I which deals with foreign affairs, also urged the government to stop and take over the operation of the Namru-2 laboratory.
In the 30 years of operation in Indonesia, Namru-2 was considered to have failed in providing the country concrete results for the defense and health sectors.
Other legislators, according to the law maker, agreed to the cancellation of a draft Memorandum of Understanding (MoU) to be released by the Foreign Ministry.
Indonesia has established cooperation with various institutions like the World Health Organization (WHO) on research and data transfer. It is for those reasons that an extension of the cooperation with Namru-2 is no longer necessary.
Furthermore, he said the government should conduct an investigation on an allegation that Namru-2 staffers had been involved in intelligence operations. "In addition, the US embassy in Jakarta should provide evidence that Namru-2 is not an institution engaged in espionage."
The legislator however believed that the cooperation needs to be based on transparency and equality as well as respect for Indonesia`s sovereignty and mutual benefit.
Not only the legislator, Joserizal Junalis of the Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) and Munarman of An Nashr Institute also called on the government not to extend the cooperation with the US Naval Medical Research Institute.
They said in their statements that the presence of Namru-2 in Indonesia for over 30 years now have failed to benefit the people. An agreement between the Indonesian and US governments on Namru-2 operations reached on January 16, 1970, was believed to have caused a loss to Indonesia because of the diplomatic immunity enjoyed by the Namru-2 staff members, their tax exemption and free accommodation.
Namru-2 was also believed to have violated the cooperation, because they had been continuing their research work although their contract had expired.
More saddening, Namru-2 was also reported to be lacking in transparency in their information for the Indonesian government and that their operations were allegedly linked to US intelligence operations in Indonesia.
In the meantime, the US embassy in Jakarta said that Namru-2 was a transparent organization merely engaged in medical and scientific research work focusing on tropical diseases.
The biomedical research laboratory of Namru-2, according to the US embassy, conducted a series of research work on infectious diseases to serve the interest of the US and Indonesian health ministry as well as the health of the international community.
Commenting on the diplomatic immunity of all NAMRU-2 staff members which has developed into a controversial issue, Indonesian Defense Minister Juwono Sudarsono said that the Indonesian government persisted in granting diplomatic immunity to only two US Namru-2 staff members.
"We are sticking to our stance that not all of Namru-2 personnel deserved diplomatic immunity, but only two of the 20 US naval officers with Namru-2," he said. (*)

Antara edisi 2 Juli 2008


Selanjutnya......

DPR Dukung Konferensi Asia Afrika Soal Palestina


JAKARTA (Suara Karya): Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika soal Palestina.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga dan sejumlah anggota Komisi I lainnya seperti Mutammimul Ula, Jeffrey Massie, dan Andreas H Pareira, di Jakarta, kemarin.
Mereka menyatakan, inisiatif Indonesia bersama Afrika Selatan untuk mensponsori penyelenggaraan "Asia Africa Ministerial Confference on Capacity Building for Palestine" layak mendapat apresiasi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, konferensi yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta, 14-15 Juli 2008 mendatang, dimaksudkan sebagai salah satu bentuk dukungan pemerintah kepada bangsa Palestina untuk mempersiapkan diri menjadi negara merdeka dan berdaulat.
"Mereka harus merdeka, dan itulah prinsip yang diperlukan menuju tata dunia baru yang lebih adil, seimbang, tidak ada kooptasi antarbangsa dan antarnegara," kata Theo yang juga politisi senior Fraksi Partai Golkar DPR.
Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mutammimul Ula, mengatakan, berdasarkan pernyataan Menlu Hassan Wirajuda dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I DPR, ada rencana Indonesia menawarkan berbagai latihan teknis penyelenggaraan pemerintahan kepada pihak Palestina sesuai dengan keperluan.
"Dan Indonesia juga dalam Konferensi Paris, November 2007 lalu, dalam kaitan penggalangan dana bantuan ekonomi, telah menjanjikan pledge sebesar satu juta Dolar AS," ucapnya.

Bantuan Kemanusiaan
Di luar itu, tutur dia, pemerintah sesuai dengan janjinya, telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina, sebagaimana pernah dinyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika Menlu Palestina berkunjung ke Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Inisiatif Indonesia mudah-mudahan bisa menggerakkan berbagai negara, terutama dari lingkup Timur Tengah (Arab), sehingga dapat lebih proaktif meningkatkan komitmennya dalam membantu bangsa Pelestina," kata Mutammimul Ula.
Hal senada juga diungkapkan oleh Andreas Pareira dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) dan Jeffrey Massie dari Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) yang menyatakan dukungannya atas rencana pelaksanaan konferensi tersebut. (Rully/Ant/Yudhiarma)

Suara Karya edisi 1 Juli 2008

Selanjutnya......

Rabu, Juli 02, 2008

Menghentikan NAMRU-2


KERJASAMA dengan Navy Medical Research Unit 2 (Namru-2) telah berlangsung 30 tahun. Saat ini merupakan tahun penentu apakah masih berlanjut atau kita hentikan. Dikalangan Pemerintah yang berkaitan dengan keberadaan Namru-2 masih berbeda pendapat. Departemen Kesehatan selaku leading sector dan user dari perjanjian ini menyatakan menolak melanjutkan untuk memperpanjang perjanjian Namru-2.
Juwono Sudarsono selaku Menteri pertahan masih ragu-ragu menyatakan untuk menolak memperpanjang perjanjian Namru-2 walau ia mengatakan selama ini keberadaan Namru lebih menguntungkan AS dibandingkan Indonesia. Mabes TNI lebih berpendapat untuk membuat persetujuan baru dengan memasukkan pasal-pasal yang melindungi kepentingan nasional khususnya yang berkaitan dengan aspek keamanan. Departemen Luar Negeri walau masih malu-malu memilih untuk menolak memperpanjang perjanjian Namru-2.
Di kalangan DPR sendiri khususnya komisi I pada saat Rapat kerja pada 25 Juni lalu juga terpecah pendapatnya. Komisi I terbagi menjadi tiga pendapat yaitu pertama pihak yang menyatakan Namru-2 harus dihentikan dari fraksi PKS, PAN, PKB dan BPD. Kelompok kedua menyatakan operasi Namru-2 dihentikan dilanjutkan dengan evaluasi bagi kepentingan nasional oleh Fraksi PDIP, PDS, dan satu dari anggota Fraksi BPD. Kelompok Ketiga menyatakan Namru-2 dievaluasi dan dilanjutkan dengan memasukkan syarat-syarat yang memenuhi aspek kepentingan nasional oleh Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan satu orang FPKS.

Sejarah keberadaan Namru-2
Namru-2 merupakan unit kesehatan angkatan laut Amerika Serikat yang berada di Indonesia untuk mengadakan berbagai penelitian mengenai penyakit menular. Program Namru-2 melakukan pengembangan penyakit-penyakit tropis untuk kepentingan kesehatan dan keamanan anggota angkatan laut dan mariner AS. Program Namru-2 adalah percobaan vaksin malaria, demam berdarah dan Hepatitis E termasuk juga mengembangkan Breeding Colony nyamuk malaria dan demam berdarah. Namru-2 juga mendirikan laboratorium lapangan di Jayapura yang memfokuskan pengembangan nyamuk malaria.
Laboratorium Namru-2 sudah berada di Indonesia sejak 1975 berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan AS 16 januari 1971. Kedudukan Namru-2 awalnya di Taipei pada tahun 1955sedangkan Namru-1 berada di Brooklyn, AS dan Namru-3 berada di Kairo, Mesir. Keberadaan Namru-2 di Indonesia sebagai akibat terjadinya wabah penyakit pes di Boyolali 1968 dan karena pemerintah Indonesia belum mampu menaggulangi wabah tersebut maka pemerintah Indonesia meminta bantuan AS. Maka dikirimlah Namru-2 sebagai tim yang bertugas melakukan penelitian dan menangulangi masalah tersebut. Melihat keberhasilan bantuan Namru-2 xDepkes mengusulkan agar Laboratorium Nmaru-2 dikembangkan di Indonesia dibawah koordinasi Central Public Health Laboratory (CPHL) yang merupakan laboratorium rujukan dan kemudian diubah menjadi Laboratorium Kesehatan Pusat. Penandatangan perjanjaian Namru-2 dari pihak Indonesia diwakili oleh Prof. G.A Siwabesy dan pemerintah AS diwakili oleh Dubes AS di Jakarta Francis Galbhaith.
Unit riset Namru-2 di Jakarta adalah detasemen berada dibawah Komando Namru-2 yang berada di Taipe dan secara administrasi merupakan bagian Kedubes AS di Jakarta. Pada tahun 1979 sebagai akibat konflik RRC dengan perubahan diplomatic dengan Taiwan, puast Namru-2 dipindahkan ke Philipina. Pada tahun 1992 dengan berakhirnya pangkalan militer AS di Philipina Namru-2 dipindahkan ke Jakarta dan unit riset berubah dari bentuk detasemen menjadi komando yang dipimpin oleh seorang Kolonel AL (AS).
Alasan penghentian Namru-2
Selama Namru-2 melakukan kegiatannya di Indonesia tidak ada transparansi kinerja dan tidak ada akses informasi bagi pejabat Indonesia terhadap Namru-2. Indonesia tidak memperoleh keuntungan yang signifikan dari keberadaan Namru-2. Kalau kita melihat kebijakan yang dibuat oleh menteri-menteri yang berkaitan dengan Namru-2 sebelum SBY menjadi presiden sangat jelas ingin mengakhiri keberadaan Namru-2 di Indonesia. hal ini terbukti dengan pertama, Surat Menteri Pertahanan Kemanan/Panglima Angkatan Bersenjata No K/595/M/XI/1998, tertanggal 9 November 1998 tentang peninjauan kembali perjanjian kerjasama Indonesia-Amerika tentang Namru-2 yang ditandatangani Wiranto menyarankan pemerintah Indonesia dalam hal ini Depkes untuk mengakhiri kerjasama Namru-2. Kedua, Surat Menteri Luar Negeri No 1242/PO/X/28/01 tertanggal 19 Oktober 1999 kepada Presiden RI yang ditanda tangani Ali Alatas menyatakan bahwa saat ini (tahun 1999)merupkana saat yang tepat bagi Pemerintah Indonesia untuk secara unilateral segera memutuskan perjanjian kerjasama Namru-2.
Ketiga, Pertemuan antara Menlu Alwi Shihab dengan Thomas Pickering(under secretary of state for political affair) pada tanggal 3 Maret 2000 hasilnya menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan kerja sama Namru-2.
Keempat, Kembali dipertegas dalam surat Nomor 231/PO/VIII/2004/61/01 teranggal 25 Agustus 2004 yang ditanda tangani Hasan Wirajuda yang ditujukan kepada Mekopolkam, Menteri Pertahanan dan Mentri Kesehatan. Surat ini menyatakan bahwa persetujuan Indonesia-Namru-2 tahun 1970 telah berakhir dengan penyampain surat dari Menteri Luar Negeri kepada Duta besar AS tanggal 28 Januari 2000.selain itu juga menyatakan bahwa tanpa adanya fleksibilitas pihak AS terhadap tawaran Indonesia dan manfaat langsung yang dirasakan oleh Indonesia, segera setelah semua on-going projects dituntaskan, Namru-2 dapat dipertimbangkan untuk ditutup sampai adanya perjanjian yang lebih menguntungkan kepentingan nasional Indonesia.
Kelima Rapat interdep Namru-2 tanggal 28 Maret 2004 yang dipimpin Direktorat Polkamwil menyatakan bahwa hasil kesimpulan Tim Teknis mengindikasikan banyak kerugian dalam Namru-2 sehingga kerjasama Namru-2 lebih baik ditutup.
Dari sekian banyak kerugian bagi Indonesia dari keberadaan Namru-2 ada beberapa lasan mengapa Perjanjian Namru-2 harus dihentikan. Alasan tersebut adalah : pertama, Perjanjian Namru-2 yang ditanda tangani pada tahun 1971 tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada. Hal ini berkaitan denga pemberiaan status admintrative and technical staff kepada seluruh personil AS dalam Namru-2. Menurut Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik adminstrasi and technical staff memiliki imunitas dan hak istimewa yang hampir sama dengan diplomat.
Kedua, kontrol yang dapat dilakukan Indonesia baik dilaboratorium maupun dilapangan terbatas. Terlebih lagi dihadapkan dengan dana yang harus disiapkan sendiri oleh Indonesia untuk mengikuti penelitian di lapangan yang cukup jauh. Kegiatan penelitian dilapangan yang dilakukan oleh Personil Namru-2 kadang-kadang bersifat memaksa karena ada suatu kejadian tertentu yang dimanfaatkan oleh mereka dengan alasan penelitian namun tidak memperhatikan factor keamanan dan keselamatan.
Ketiga, posisi AS yang menempatkan Namru-2 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Kedubes AS tidak sesuai dengan Konvensi Wina tahun 1961 yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang No 1 tahun 196. Dalam Pasal 2 konvensi tersebut menyebutkan bahwa fungsi dari suatu perwakilan/kedutaan adalah untuk mewakili negaranya, melindungi kepentingan nasional dan warga negaranya, melakukan negosiasi dan memberikan laporan mengenai situasi di negara setempat. Namun tidak disebut mengenai fungsi melakukan penelitian.
Keempat, barang-barang, perlengkapan, dan bahan kimia serta reagensia yang diimpor Namru-2 sulit dikontrol oleh Deplu sebagai badan yang memberikan fasilitas legalisasi dan Ditjen Bea Cukai di bandara yang bertanggung jawab terhadap barang dan perlengkapan serta bahan kimia yang masuk ke Indonesia. hak ini disebabkan karena Namru2 memiliki staf yang diperlakukan sebagai diplomat serta memiliki perlakuan dan kekebalan diplomatik.
Kelima, hasil penelitian Namru-2 tidak sepenuhnya dapat diberikan kepada Indonesia. penelitian yang dilakukan semestinya dilakukan bersama-sama dengan atau direncanakan bersama Indonesia. namun dalam kenyataanya AS sering melakukan penelitian sendiri sehingga hasilnya tidak diberikan kepada pemerintah Indonesia.
Ketujuh, perubahan status dari Detachment menjadi Command yang menangani penelitian dikawasan Asia seperti Kamboja, Vietnam, Filipina, Laos, Singapura, Malaysia, Jepang dan Korea. Hal ini semakin menyulitkan untuk mengawasi aktivitas Nmaru-2 yang begit luas sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan dan pengawasan serta pembatasan kegiatan yang dilakukan oleh Namru-2.
Kedelapan adanya hidden agenda dari piahk AS yaitu pengambilan specimen dan bahan-bahan hayati/biologi yang kemudian diteliti AS. Ini sangat merugikan bagi Indonesia karena pada akhirnya tidak terjadi transfer knowledge tetapi pencurian specimen dan bahan-bahan hayati/biologi dari Indonesia.
Keenam. Namru-2 adalah lembaga peneliti bukan lembaga pengobatan. Dengan demikian Namru-2 tidak pernak secara langsung memberantas penyakit menular yang terjadi di Indonesia. tugas pokok dan fungsi Namru-2 memang bukan untuk pengobatan. Namru-2 lebih banyak melakukan kegiatan Surveilence dan deteksi. Dengan demikian Namru-2 dapat dengan mudah mengumpulkan data di Indonesia dan masuk kedalam pelosok tanah air.
Keberadaan Namru-2 bagi Indonesia sebaiknya dihentikan karena selain tidak memberi keuntungan bagi Indonesia tetapi juga tidak sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia. Dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No 24 tahun 2000 tentang Prejanjian Internasional secara tegas mengatakan bahwa dalam membuat perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan dan memperhatiakn baik hukum nasionalmaupun hukum internasional yang berlaku. Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat tidak sepantasnya Pemerintah Indonesia untuk memperpanjang dan mempertahankan keberadaan Namru-2 di Indonesia.

H Mutammimul Ula SH
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS
Republika Edisi Kamis, 03 Juli 2008

Selanjutnya......

Membangun Kebijakan Legislasi di Indonesia Secara Terarah dan Terpadu Melalui PROLEGNAS dan PROLEGDA


PEMBANGUNAN nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Secara normatif, tujuan pembangunan nasional dicantumkan dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
Pembangunan nasional didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan lintas disiplin, baik politik ekonomi, politik hukum, maupun politik sosial yang dilakukan secara holistik dan sistematik. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas mengatur bahwa: negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian, seluruh dimensi pembangunan nasional pun harus didasarkan dan dibingkai dengan hukum.

Pembangunan nasional di bidang hukum secara spesifik diarahkan pada pembenahan dan penguatan sistem hukum nasional yang mendasarkan pada konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta secara konkret diwujudkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Itu sebabnya, dalam menyusun kedua program tersebut hendaknya perlu diperhatikan adanya keterpaduan dan keterarahan.

A. KEBIJAKAN LEGISLASI YANG TERARAH DAN TERPADU MELALUI PROLEGNAS DAN PROLEGDA
Prolegnas sebagai wujud politik perundang-undangan nasional merupakan panduan bagi daerah dalam menyusun Prolegda. Itu sebabnya, dalam penyusunan Prolegnas harus juga diperhatikan berbagai dinamika yang ada. Visi Prolegnas secara eksplisit dirumuskan sebagai berikut: Terwujudnya negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mmencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun untuk mewujudkan visi tersebut, ditetapkan misi Prolegnas yaitu:
1)mewujudkan materi hukum disegala bidang dalam rangka penggantian terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan dan kebenaran dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat;
2)mewujudkan budaya hukum dalam masyarakat yang sadar hukum;
3)mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral dan berintegrasi tinggi; dan
4)mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi dan berwibawa.
Penetapan arah kebijakan Prolegnas, didasarkan pada visi dan misi tersebut. Secara eksplisit arah kebijakan Prolegnas ditetapkan sebagai berikut:
1)Membentuk peraturan perundang-undangan di bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, sumber daya alam dan lingkungan, pertahanan dan keamanan, pembangunan daerah;
2)Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman;
3)Mempercepat proses penyelesaian RUU yg sedang dalam proses pembahasan dan membentuk UU atas amanat UU;
4)Membentuk UU baru dalam mendukung percepatan reformasi & kebutuhan masyarakat;
5)Meratifikasi secara selektif konvensi internasional;
6)Memberikan landasan yuridis bagi penegakan hukum secara profesional; dan
7)Menjadikan hukum sebagai sarana pembaruan dan pembangunan.
Berdasarkan kerangka kebijakan tersebut, ditetapkan maksud dan tujuan Prolegnas. Secara tegas maksud penyusunan Prolegnas adalah:
1)Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum di bidang Peraturan perundang-undangan di tingkat pusat;
2)Menyusun skala prioritas penyusunan RUU sebagai suatu program yg berkesinambungan dan terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dalam mewujudkan sistem hukum nasional;
3)Membentuk sinergi antar lembaga yg berwenang dlm pembentukan peraturan undang-undangan di tingkat pusat.
Adapun tujuan dari penyusunan Prolegnas yaitu:
1)Mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan;
2)Mengaktualisasikan fungsi hukum sbg sarana rekayasa sosial, instrumen penyelesaian sengketa, pengatur perilaku masyarakat dan sarana integrasi bangsa;
3)Mewujudkan supremasi hukum;
4)Penggantian dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Prolegnas disusun secara periodik. Periodesasi penyusunan Prolegnas dilakukan oleh DPR dan Pemerintah setiap 5 (lima) tahun sekali. Berdasarkan jumlah RUU yang ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali itu, ditetapkan jumlah RUU prioritas setiap tahunnya. Untuk tahun 2005-2009 ditetapkan sebanyak 284 RUU. Berdasarkan jumlah RUU tersebut, untuk tahun 2007/2008 ditetapkan 31 RUU prioritas. Pembahasan dan penyusunan RUU prioritas setiap tahun, dikoordinasikan oleh Badan Legislasi dan Menteri Hukum dan HAM RI. Badan Legislasi mewakili DPR sedangkan Menteri Hukum dan HAM RI mewakili Presiden. Untuk prioritas Prolegnas periode tahun 2008/2009, direncanakan akan dibahas pada bulan Oktober 2008. Penentuan skala prioritas suatu RUU didasarkan pada:
1)Merupakan perintah dari UUD NRI Tahun 1945.
2)Merupakan perintah Ketetapan MPR RI.
3)Terkait dengan pelaksanaan UU lain.
4)Mendorong percepatan reformasi.
5)Warisan Prolegnas 2000-2004 yg disesuaikan dengan kondisi saat ini.
6)Menyangkut revisi atau amandemen terhadap undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang lainnya.
7)Ratifikasi terhadap perjanjian internasional.
8)Berkaitan dengan pengaturan perlindungan hak-hak asasi manusia dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan jender.
9)Mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.
10)Secara langsung menyangkut kepentingan rakyat untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial masyarakat.
Prolegda sebagai kebijakan politik perundang-undangan di tingkat daerah merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari sistem legislasi nasional. Sebab itu, penyusunan suatu Prolegda harus memperhatikan Prolegnas. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Prolegda, dimuat dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2004. Maksud dan tujuan penyusunan Prolegda adalah:
1)Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum di bidang peraturan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah;
2)Menyusun skala prioritas penyusunan rancangan peraturan daerah sebagai suatu program yang berkesinambungan & terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan peraturan daerah sesuai dengan prinsip dan asas hukum yang berlaku dengan memperhatikan kepentingan masyarakat; dan
3)Membentuk sinergi antarlembaga yg berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah.
Terkait dengan maksud dan tujuan tersebut, ada 9 (sembilan) dasar pertimbangan dalam penyusunan Prolegda. Kesembilan dasar pertimbangan itu adalah:
1)Merupakan perintah dari peraturan perundang-undangan di atasnya.
2)Terkait dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di atasnya.
3)Mendorong percepatan reformasi.
4)Warisan Prolegda sebelumnya (jika sudah ada penetapan Prolegda)
5)Menyangkut revisi atau amandemen terhadap PERDA yang bertentangan dengan PERDA lainnya atau bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan di atasnya.
6)Berkaitan dengan pengaturan perlindungan hak-hak asasi manusia dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan jender.
7)Mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi masyarakat.
8)Secara langsung menyangkut peningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
9)Menyangkut perlindungan dan pelestarian SDA; dll.

Dalam penyusunan Prolegda, Panitia Legislasi DPRD sesungguhnya dapat mencontoh apa saja yang menjadi tugas Badan Legislasi DPR. Hal ini penting agar Prolegda yang dihasilkan dapat sinkron dengan Prolegnas. Selain itu, bagaimana memahami mekanisme dan metode harmonisasi, sinkronisasi, dan pembulatan konsepsi rumusan suatu norma hukum, juga merupakan hal yang penting. Sebab, hingga saat ini masih banyak ditemukan berbagai peraturan daerah yang saling bertentangan baik secara vertikal maupun horizontal.

PENUTUP
Harmonisasi dan sinkronisasi dalam Penyusunan Prolegnas dan Prolegda merupakan kata kunci yang dapat dipakai guna mewujudkan Prolegnas dan Prolegda yang terarah dan terpadu. Dengan demikian, ke depan diharapkan berbagai masalah yang merintangi pembangunan sistem hukum nasional secara bertahap dapat dieliminasi jika Prolegnas dan Prolegda mempunyai arah dan soliditas yang jelas dan kuat.

Makalah disampaikan pada Lokakarya ADEKSI
Pemantapan Kapasitas & Kelembagaan DPRD
Hotel Savoy Homan Bandung, 28 Juni 2008


Selanjutnya......
Template by - Abdul Munir - 2008