MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Rabu, Mei 20, 2009

Anggota Terpilih Canangkan Program Penguatan Lembaga


Hukumonline-Jakarta : Tujuh orang anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) terpilih akhirnya disahkan oleh DPR. Dalam Rapat Paripurna, Selasa (12/5), seluruh fraksi DPR menyatakan setuju atas hasil fit and proper test Komisi I DPR pada tanggal 6-7 Mei 2009 lalu. Berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), ketujuh anggota KIP selanjutnya akan ditetapkan oleh Presiden.
Selepas rapat paripurna, salah satu anggota KIP terpilih, Usman Abdhali Watik mengatakan program awal yang akan dilakukan KIP adalah penguatan lembaga. Program ini, menurut Usman, penting karena KIP oleh sebagian kalangan dianggap tidak bisa berbuat apa-apa, seperti halnya komisi negara lain.

"Kita lahir di tengah pesimisme masyarakat terhadap komisi, contohnya Komisi Yudisial ada masalah, KPU ada masalah dan KPK demikian pula. Apalagi kemarin secara tegas Komisi I mengatakan bahwa jangan sampai anda seperti Komisi Penyiaran Indonesia, hanya mengobati tidak sampai mencegah," katanya.

Maka itu, kata Usman, semua Komisioner sepakat akan merancang sistem kelembagaan yang kuat dan efektif dalam menjalankan tugas dan fungsi Komisi. Langkah awalnya, tiap komisioner akan dibagi sesuai dengan bidang khusus yang dikuasai. Misalnya, ada bidang khusus untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap haknya dalam mengetahui setiap informasi.

"Karena masyarakat right to know, sesuai dengan ruh Pasal 28 huruf (f) UUD 1945 bahwa, setiap warga negara berhak untuk memperoleh informasi demi perkembangan lingkungan sosial. Teman-teman tujuh orang komisioner ini sepakat bahwa kita akan mendesain sebuah sistem sekuat dan seefektif mungkin, jadi tidak lagi menjadi macan ompong seperti tuduhan orang-orang," ujarnya.

Untungnya, dukungan anggaran untuk KIP telah disiapkan oleh pemerintah. Namun, Usman mengaku belum mengetahui berapa persisnya jumlah anggaran tersebut. Yang pasti, tegas Usman, seluruh komisioner bertekad akan bekerja secara maksimal sesuai tugas dan kewenangan yang diberikan oleh UU KIP.

Sesuai UU KIP, ia menegaskan pembentukan komisi hanya sampai di tingkat provinsi saja. Tapi, ia meyakini bahwa sebelum ke arah komisi daerah terbentuk, semua sengketa dapat diselesaikan oleh KIP. "Jadi untuk awal-awal ini mungkin kita perkuat lembaga dulu, apalagi setelah di akses ternyata badan publik juga belum siap, semacam unit khusus untuk menyiapkan informasi," ujarnya.

Anggota Komisi I Mutammimul Ula mengapresiasi rencana KIP melakukan penguatan lembaga. Menurut Tamim, sapaan akrabnya, penguatan lembaga KIP merupakan salah satu agenda yang paling pokok. "Karena ini kelembagaan baru, jadi tugas intinya adalah menyusun standarisasi pelaksanaan Komisi Informasi terkait dengan informasi publik bagi lembaga-lembaga publik," ujar anggota DPR dari F-PKS ini.

Program sosialisasi

Setelah itu, Tamim merekomendasikan langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi dan mediasi atas sengketa yang terjadi karena timbulnya perselisihan antara pengguna informasi dengan lembaga publik. "Jadi memang pekerjaan utama adalah men-setup dari lembaga itu supaya kokoh," katanya.

Sementara, Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto mengatakan tugas berat KIP adalah melakukan sosialisasi ke daerah-daerah. Di luar itu, prosedur penyelesaian sengketa baik litigasi dan non litigasi juga perlu disusun secara komprehensif. Menurut Agus, KIP juga perlu mengawal proses pembentukan peraturan pemerintah tentang retensi atau jangka waktu informasi yang rahasia dan peraturan pemerintah tentang denda bagi badan publik pemerintah.

"Walaupun ini domainnya pemerintah, saya pikir untuk membuat sebuah kebijakan harus melibatkan semua elemen masyarakat, khususnya KIP yang sudah dibentuk ini," katanya.

(Fat)

Hukumonline, Rabu 20 Mei 2009

Selanjutnya......

Curhat Anjasmara tak Pantas Ditonton!


INILAH.COM, Jakarta - Curhat Anjasmara yang ditayangkan TPI sangat tidak mendidik. Pasalnya, acara itu hanya menebar kekerasaan fisik, umpatan dan kata-kata kotor yang tak pantas ditonton. Mutammimul Ula, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS dengan tegas menyampaikan keberatan.
"Tayangan Curhat Anjasmara yang ditayangkan di TPI ini sangat tidak mendidik, karena banyak menebarkan kekerasan fisik yang tidak pantas ditonton, apalagi dibumbui kata-kata kotor dan umpatan," tegas Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mutammimul Ula, di Jakarta, Selasa (19/5).
Mutammimul bersama beberapa rekan di Komisi I DPR RI yang membidangi tentang informasi dan komunikasi, meminta TPI mempertimbangkan kembali penayangan acara Curhat Anjasmara.
"Tidak pantas rasanya TPI yang menamakan diri televisi pendidikan Indonesia menayangkan program yang jauh dari unsur mendidik. Apalagi dalam tayangan itu benar-benar sangat tidak mengenakan menyaksikan orang-orang mengumbar permasalahan yang tak lain adalah aib sendiri yang tak pantas dipublikasikan," ungkapnya.
Lebih dari itu, Mutammimul menyorot secara kritis puncak dari acara Curhat Anjasmarayang selalu diakhiri dengan pertengkaran dan perkelahian, tanpa ada solusi jelas. [*/aji]

Inilah.com. Selasa, 19 Mei 2009

Selanjutnya......

PKS Ajukan Ekonomi Syariah dalam Kontrak Politik


JAKARTA - Wacana koalisi antara Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga kini belum mencapai titik temu. Beredar rumor, PKS meminta sistem syariah Islam ditegakkan dalam menyelesaikan persoalan bangsa.
Permintaan PKS tersebut, lebih menyoroti bidang ekonomi dan belum menyentuh kepada bidang lainnya. "Ini dilakukan karena PKS merupakan partai Islam," ujar anggota Mejelis Syuro PKS Mutammimul ?Ula kepada okezone, Senin (11/5/2009).

Menurutnya, pemikiran tersebut dilontarkan karena dapat mencakup semua golongan termasuk kalangan non-muslim. "Sistem syariah itu dapat digunakan semua kalangan, bukan hanya muslim," tandasnya.

Dirinya optimistis, jika sistem tersebut digalangkan, kondisi bangsa akan merangkak lebih baik. "Aturan ini sudah menjadi fitrah manusia. Artinya memang harus dengan cara seperti ini kalau ingin kondisi lebih baik," tukasnya.

Penawaran PKS yang satu ini dikabarkan menjadi penyebab tersendatnya wacana koalisi antara kedua partai tersebut. Namun, Mutammimul enggan berkomentar lebih jauh. "Kalau persoalan politiknya silakan tanya Pak Tifatul Sembiring saja," pungkasnya.
(teb)

Okezone.com. Senin, 11 Mei 2009

Selanjutnya......

Kasus Antasari Jangan Ganggu Legalitas KPK


JAKARTA--MI: Perkara yang dihadapi Antasari Azhar merupakan kasus pribadi, bukan dalam kapasitas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga tidak dapat mengganggu legalitas dan kewibawaan lembaga tersebut.
"Setiap orang dapat tertimpa masalah pribadi dan itu tidak boleh berakibat kepada lembaga. Karena itu sikap politik Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ialah KPK harus terus jalankan tugas dan ambil keputusan atas kasus-kasus hukum (korupsi) yang sedang berjalan dan yuang potensial diproses," kata anggota F-PKS DPR RI Mutammimul Ula di Jakarta, Jumat (8/5).

Bagi F-PKS, katanya, status hukum Antasari Azhar tidak bisa jadi alasan terhentinya tugas dan kewenangan empat unsur pimpinan lainnya.

"Alasannya, pertama, setiap jabatan selalu memberi ruang terhadap kondisi berhalangan tetap dan berhalangan sementara sampai ditingkatkan statusnya menjadi
terdakwa, sebagaimana diatur pada pasal 32 ayat 1 huruf C atau dihentikan pemeriksaannya," ujarnya.

Kondisi berhalangan sementara, menurutnya, sama seperti ketika dia berpergian ke luar negeri atau sakit dan tidak menyebabkan KPK berhenti menjalankan kewenangannya.

"Sebagai contoh, pengaturan kondisi berhalangan sementara Presiden RI juga tidak diatur dalam Konstitusi maupun dalam Undang Undang (UU), tetapi Presiden RI mengaturnya sendiri dengan membuat Keputusan Presiden (Keppres) setiap akan berpergian ke luar negeri," ungkapnya.

Alasan kedua, kata Mutammimul, atas nama F-PKS, tidak ada ketentuan
dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yang menyebutkan lembaga itu tidak dapat melakukan kewenangannya jika terdapat pimpnan berhalangan tetap atau sementara.

"Bahkan UU memberi peluang terdapatnya kondisi berhalangan tetap atau berhalangan sementara (Pasal 32 dan 33) yang dapat ditafsirkan bahwa kondisi tersebut memang dapat terjadi dan tidak mengganggu legalitas KPK," ujarnya.

Alasan ketiga, katanya, karena kasus ini bersifat pribadi kepada Antasari Azhar. "Jadi, sekali lagi, bukan dalam kapasitas sebagai Ketua KPK, sehingga tidak dapat mengganggu legalitas dan kewibawaan KPK." Artinya, kata Mutammimul, masalah pribadi tidak boleh berakibat kepada lembaga.

(Ant/OL-01)


Media Indonesia. Jum’at, 8 Mei 2009

Selanjutnya......

Senin, Mei 04, 2009

DPR Pertanyakan Izin Operasional “Namru-2″


Jakarta ( Berita ) : Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, kembali mempertanyakan izin operasional laboratorium “Namru-2″ milik Amerika Serikat.
“Sepengetahuan saya persoalan ‘Namru-2′ itu ditangani oleh Komisi I DPR RI. Dan dalam rapat kerja di komisi kami, kesimpulan akhirnya terpecah menjadi tiga kelompok,” ungkapnya di Jakarta, Kamis [30/04] .

Kelompok pertama, katanya, terdiri dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) dan Fraksi Gabungan Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD). “Kelompok ini menyatakan ‘Namru-2′ harus dihentikan,” tegasnya. Lalu, ada kelompok kedua yang terdiri dari Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) serta satu angggota FBPD. “Mereka menyatakan, operasi ‘Namru-2′ dihentikan, lalu bisa dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan evaluasi bagi kepentingan nasional,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Mutammimul Ula, kelompok ketiga jelas-jelas menyatakan ‘Namru-2 dievaluasi dan dilanjutkan dengan memasukkan syarat-syarat yang memenuhi aspek kepentingan nasional. “Di kelompok ketiga ini ada Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Demokrat (FPD),” katanya.

Jadi, demikian Muttamimul Ula, sepenjang pengetahuannya, belum ada rekomendasi dari Komisi I DPR RI kepada Pimpinan Dewan untuk mengirim surat rekomendasi bagi beroperasinya kembali “Namru-2″ tersebut.

“Makanya, kami mempertanyakan surat Pimpinan Dewan bernomor TW01/1173/DPR-RI/II/2009 yang ditandatangani salah satu wakil ketua, yang meminta agar ‘Namru-2′ diizinkan kembali beroperasi di Indonesia,” ujarnya. Surat tersebut, menurutnya, ditujukan kepada Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda dengan tembusan ke Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.

“Ini harus diklarifikasikan, karena sekali lagi, bahwa sepengetahuan saya, tidak ada kesimpulan dari Komisi I DPR RI yang bunyinya seperti surat Pimpinan Dewan itu,” tandas Mutamimmul Ula. ( ant )

beritasore.com edisi 1 Mei 2009


Selanjutnya......
Template by - Abdul Munir - 2008