MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Rabu, April 29, 2009

DPR Mentargetkan Selesai Tahun Ini


JAKARTA — Dewan Perwakil-an Rakyat mentargetkan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara selesai sebelum masa jabatan anggota Dewan berakhir tahun ini. Ketua Komisi Pertahanan Theo L. Sambuaga yakin DPR masih memiliki waktu untuk menyelesaikannya.
"Kami yakin bisa selesai sebelum masa jabatan ang-gota berakhir. Masih cukup waktu," kata Theo setelah memimpin rapat kerja pem-bahasan RUU Rahasia Negara. Turut hadir dalam pem-bahasan tersebut Menteri Pertahanan Juwono Sudar-sono serta Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh.

Theo menjelaskan, hingga kemarin pembahasari ran-cangan berjalan lancar. Se-tiap daftar inventaris masa-lah dan 'pasal dibahas terpe-rinci supaya hasilnya tidak menimbulkan multitafsir.

Dalam pembahasan kemarin, pemerintah dan DPR an-tara lain telah menyepakati sejumlah hal. Antara
lain ju-dul undang-undang dan be-
berapa substansi daftar inventaris masalah yang kemu-dian akan dilanjutkan per-baikannya dalam pembahasan oleh panitia kerja.

Fraksi PPP sebelumnya sempat mengusulkan agar namanya bukan RUU Rahasia Negara, melainkan RUU Informasi Strategis. Menurut anggota Komisi Pertahanan DPR dari PPP, Tosari Widja-ja, sempat dikhawatirkan penggunaan frase tersebut masih mengandung arti ada hal yang masih disembunyi-kan. Namun, seluruh fraksi akhirnya menyetujui nama awal, yaitu RUU Rahasia Negara.

Sejumlah anggota meng-
ingatkan agar pasal-pasal dalam RUU tersebut dibahas secara terperinci
dengan di-sertai contoh. Anggota Fraksi PAN, Abdillah Toha, kha-watir, bila hal itu tidak dila-kukan, yang terjadi adalah multitafsir dan seperti pasal karet. "Harus jelas. Jangan sampai jadi pasal karet," ka-tanya.

la memberi contoh soal pe-nentuan status saat terjadi insiden militer di perbatasan laut. Harus jelas siapa yang menentukan status keadaan perang, keadaan bahaya, atau keadaan darurat lain-nya. Abdillah meminta pemerintah meniberikan penje-lasan berikut contoh nyata agar bisa dipahami.

Anggota Fraksi PKS, Mu-tamimul Ula, juga berulang kali meminta agar substansi pembahasan dipahami ber-sama sebelum diserahkan ke Panitia Kerja. la meminta pembahasan lebih terperinci berkaitan dengan inti ran-cangan undang-undang. "Dibahas satu per satu, tidak paketan," katanya.
Mutamimul antara lain mempertanyakan apa yang dimaksud rahasia negara yang meliputi fungsi pemerintah. la mempertanyakan mengapa fungsi pemerintah-an harus disembunyikan apabila yang berperang ha-nya militer.

"Kalau struktur TNI dira-hasiakan dalam keadaan perang itu logis, tapi kalau fungsi pemerintahan?" ta-nyanya. Menurut dia, bagi-an-bagian yang dirahasiakan harus -jelas. Apabila fungsi pemerintahan disembunyikan, ia khawatir itu bisa me-langgar konstitusi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh mengatakan hal yang berkaitan dengan kepenting-an publik mesti diselesaikan lebih dulu, setelah itu hal khusus. la berharap pembahasan rancangan ini bisa selesai sebelum masa jabatan DPR berakhir.

• aqhhswuijrti

Koran Tempo edisi 28 April 2009



Selanjutnya......

IDU di Bawah Depdiknas


JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan meresmikan universitas khusus yang mempelajari studi pertahanan besok. Institusi pendidikan yang khusus mencetak lulusan ahli militer itu diberi nama Indonesian Defense University (IDU).
Kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Brigjen Slamet Hariyanto menjelaskan, IDU mulai beroperasi setelah diresmikan. "Tujuannya, membentuk budaya militer TNI yang lebih modern," katanya di Jakarta kemarin. Karena kurikulumnya khusus, tambahnya, tidak sembarang orang bisa belajar di IDU. "Tentu ada proses seleksi tersendiri. Yang jelas, salah satu sumber siswanya adalah perwira aktif," jelasnya.

Ilmu yang diajarkan bukan hanya strategi perang atau metodologi komando militer. Namun, juga pertahanan dalam definisi pertahanan politik, ekonomi, dan budaya. "Pengajarnya dari pakar yang menguasai bidangnya masing-masing. Misalnya, para profesor di perguruan tinggi negeri," terangnya.


Saat ini, terdapat 47 negara yang telah memiliki universitas khusus mempelajari studi-studi pertahanan. Di ASEAN, Singapura telah mendirikan institusi serupa sejak 2005, sedangkan Malaysia 2007. "Indonesia belum terlambat," katanya.

Peresmian IDU akan dilanjutkan dengan seminar bertajuk Indonesia 2025: Tantangan-Tantangan Geopolitik dan Keamanan yang akan dihadiri sejumlah pakar strategi pertahanan tingkat dunia, baik dari kalangan milter maupun sipil.

Di tempat terpisah, anggota Komisi I DPR (bidang Pertahanan dan Hubungan Luar Negeri) Mutammimul Ula minta Dephan berhati-hati mengelola universitas tersebut. "Patut ditanyakan budgeting dari mana?" katanya.

Dia menilai anggaran pertahanan untuk operasional TNI dan Dephan masih sangat kurang. Jauh di bawah kebutuhan minimal. "Kalau masih ditambah untuk mengelola institusi universitas, tentu akan memberatkan. Jadi, perlu ada klarifikasi dari mana sumber dananya dan siapa yang bertanggung jawab mengelola. Apakah Dephan atau Depdiknas?'' tanyanya.

Dirjen Dikti Fasli Jalal mengatakan, status universitas itu adalah badan hukum pendidikan (BHP) yang pengelolaannya di bawah Depdiknas. Sebab, sesuai dengan UU Sisdiknas, pengelolaan universitas harus di bawah Depdiknas. Universitas tersebut merupakan gabungan sekolah tinggi hukum dan teknik di Indonesia.

Sementara itu, Dephan berfungsi sebagai pembina universitas tersebut. Sebab, Dephan-lah yang memiliki basis kemiliteran. Nanti, IDU memiliki 10 program studi (prodi).

(rdl/kit/oki)

JAWAPOS edisi 10 April 2009



Selanjutnya......

Selasa, April 21, 2009

Cawapres Independen Masih Terbuka


Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli menilai peluang calon wakil presiden (cawapres) independen untuk mendampingi Capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih memungkinkan. Hanya saja, duet tersebut memerlukan pertimbangan-pertimbangan para elit parpol yang nantinya akan menjadi mitra koalisi dengan Capres SBY.
''Bisa saja nantinya tokoh yang tidak duduk di parpol, namun mendapat rekomendasi dari parpol-parpol mitra koalisi,'' katanya dalam dialog kenegaraan bertajuk ‘Koalisi Capres: Peluang bagi Cawapres Independen’ di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/4).

Menurut Lili, konstelasi politik saat ini, peluang cawapres dari luar parpol sangat terbuka untuk mendamping SBY mengingat posisi dilematis SBY akibat banyaknya parpol yang berniat koalisi dengannya. “Jika nantinya mengambil cawapres dari Partai Golkar, ternyata sudah ada ancaman dari PKS yang akan keluar dari koalisi. Padahal, SBY sangat membutuhkan koalisi dengan Partai Golkar dan PKS,” ujarnya.

Sebaliknya, apabila SBY memilih cawapres dari PKS, pasti juga akan mendapat reaksi dari parpol-parpol berbasis massa Islam lainnya, yang juga berniat berkoalisi dengan Partai Demokrat. Sebab sesama parpol berbasis massa Islam itu ada semacam kesepakatan yang tidak tertulis, yaitu tidak boleh saling mendahului. “Jika SBY mengambil cawapres dari PKS, maka parpol Islam lainnya, seperti PPP, PKB dan PAN tentunya akan protes. Kenapa tidak diambil dari mereka.''

Bahkan jika itu sampai terjadi, tentunya akan mengancam rencana koalisi. ''Padahal Partai Demokrat menginginkan koalisi yang lebih dari lima puluh persen, guna mengamankan posisi pemerintahan ke depannya. Dengan dukungan lebih dari lima puluh persen di parlemen, diharapkan dapat mengefektifkan jalannya program-program pemerintahan,'' ujarnya.

PKS Usulkan Cawapres Muda Non Jawa
Dalam kesempatan sama, anggota Dewan Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mutammimul Ula mengusulkan cawapres pendamping Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah orang muda dan dari luar Jawa. “Kalau orang muda agar terjadi regenerasi. Secara psikologis, wakil yang lebih muda akan efektif meringankan beban SBY,” katanya.

Menyikapi kembalinya duet SBY–JK, anggota Komisi III DPR RI itu berharap, SBY mempertimbangkannya kembali. "Saya mengharapkan Yudhoyono cermat memilih siapa yang akan diambilnya sebagai wakilnya. Saya kira Yudhoyono lebih tahu mana yang terbaik," tukasnya.(zal)

satunews.com Kamis, 16 April 2009 | 07:23

Selanjutnya......

PKS: Hubungan SBY-JK Lebih Kritis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki banyak pilihan dan alternatif lain sebagai calon wakil presidennya. Anggota Majelis Pertimbangan DPP PKS, Mutammimul Ula, mengatakan, SBY harus cermat memilih cawapres yang tepat.
"Selain Golkar, saya kira masih banyak pilihannya. Saya ingin mengingatkan bahwa hubungan SBY-JK itu lebih kritis. Saya rasa SBY lebih tahu," kata Ula, Jakarta, Rabu (15/4).

Karena itu, PKS mengajukan empat kriteria cawapres SBY. Antara lain, pertama, lebih muda dari Presiden. Kedua, berasal dari kalangan sipil. Ketiga, berasal dari partai Islam (kalangan hijau); dan keempat, berasal dari non-Jawa. Jawa dan non-Jawa itu penting untuk diperhatikan," ujarnya.

Di luar itu, ia menambahkan satu kriteria lainnya, yakni cawapres harus mampu untuk diajak bekerja sama. "Kriteria ini bisa jadi Tifatul (Presiden PKS Tifatul Sembiring) sebagai salah satu alternatif yang tepat," tuturnya. Namun, ia membantah bahwa keempat kriteria tersebut diajukan PKS sebagai penolakan terhadap Partai Golkar yang masuk berkoalisi dengan Partai Demokrat ataupun terhadap Jusuf Kalla.

Kompas.com Rabu, 15 April 2009 | 21:31 WIB

Selanjutnya......

PKS Sodorkan Tifatul untuk SBY


INILAH.COM, Jakarta - Setelah membantah mengancam mundur dari koalisi jika JK menjadi cawapres SBY, kini PKS mengajukan 4 kriteria cawapres. Partai yang semula menyodorkan Hidayat Nur Wahid berpasangan dengan SBY ini sekarang mengajukan Tifatul Sembiring.
"Pak JK mungkin dulu dipilih karena dinilai mewakili dari orang non Jawa. Tapi ada juga Pak Tifatul, ia muda, lebih muda dari Pak Hidayat, bersih, dan dari luar Jawa," promosi anggota Majelis Pertimbangan PKS Mutammimul Ula.

Hal ini disampaikan dia dalam dialog 'Koalisi capres: peluang bagi cawapres Indonesia' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/4).

Dijelaskan dia, SBY harus cermat memilih cawapres yang tepat. Hubungan SBY-JK juga harus disikapi kritis. Untuk itulah PKS mengajukan 4 kriteria cawapres SBY. Keempat kriteria itu dipenuhi oleh Tifatul.

"Kriterianya itu kalau bisa ia lebih muda dari presiden, dari kalangan sipil, dari kalangan hijau (kelompok partai Islam), dan orang non Jawa. Jadi jangan sampai ada kesan 2 matahari antara presiden dan wapresnya," tutur Mutammimul.

Namun dia membantah jika keempat kriteria itu diajukan PKS sebagai penolakan terhadap Partai Golkar masuk dalam koalisi pendukung SBY maupun terhadap JK secara individu.

"Bukan menolak atau tidak menolak kepada Golkar atau JK, tapi PKS ingin memberi pertimbangan lebih mendalam kepada Pak SBY," kilah dia.

Ia mengaku saat ini belum ada nama terkuat sebagai cawapres alternatif SBY. Sebab saat ini keputusan dari tiap partai dan SBY sendiri masih belum jelas. Semua masih menunggu perkembangan selanjutnya.

Terkait pernyataan Sekjen PKS Anis Matta yang mengancam akan keluar dari koalisi jika JK menjadi cawapres SBY, Mutammimul menilai itu mencerminkan pendapat dari kalangan partai. Namun bukan berarti PKS telah terbelah menjadi beberapa faksi pragmatis dan idealis.

"Bukan terbelah, tapi kan decision-nya ada di Majelis Syuro PKS. Siapa saja bisa mengeluarkan opsi sebagai alternatif," tandasnya. [ikl/sss]
Inilah.com 15/04/2009 - 16:13
PKS Sodorkan Tifatul untuk SBY
Vina Nurul Iklima


Selanjutnya......

Kamis, April 16, 2009

PKS Ingin Cawapres SBY Figur Muda, Bersih dan 'Hijau'


Jakarta - Reza Yunanto - detikPemilu Keinginan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menempatkan kadernya sebagai cawapres pendamping Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya akan sulit setelah Golkar kembali merapat ke SBY. Namun begitu, PKS punya kriteria sendiri soal figur yang pas untuk mendampingi SBY di Pilpres nanti, yakni muda, bersih dan 'hijau'.
"Muda, karena secara psikologis SBY akan lebih nyaman dibanding wapresnya lebih tua dari dia," kata anggota Majelis Syuro PKS Mutammimul Ula saat berbincang dengan wartawan di Gedung DPR, Rabu (15/4/2009).

Selain lebih nyaman, wapres yang lebih muda dianggap penting untuk melanjuti regenerasi kepemimpinan nasional. Selain figur muda, pria yang akrab disapa Tamim ini menambahkan, PKS juga berharap mensyaratkan wapres pendamping SBY harus bersih dari korupsi dan track record buruk di masa lalu. Syarat bersih diakuinya penting untuk memotong generasi masa lalu yang bermasalah.

Selanjutnya adalah 'hijau'. Maksudnya, SBY diharapkan memilih cawapres dari golongan partai-partai islam.

"Sebab PD lebih nasionalis, dan lebih pas kalau wapresnya hijau," katanya lagi.

Terakhir, meski tidak penting, adalah figur dari luar Jawa dan datang dari kalangan sipil. "Untuk memperkuat SBY yang dari Jawa dan militer saja," imbuhnya.

PKS sendiri hingga kini masih belum menentukan arah koalisi. Keputusan partai ini ada di tangan Majelis Syuro yang akan bersidang pada tanggal 26 April 2009.

( Rez / nwk )


Selanjutnya......

MENGGAGAS PARLEMEN BERKUALITAS


MASA kampanye terbuka telah dimulai sejak tanggal 16 maret kemarin. Pesta demokrasi untuk seluruh rakyat menjadi meriah dengan bertaburannnya bendera-bendera partai politik dan gambar para calon anggota legislatip disetiap sisi jalan utama sampai digang-gang sempit rumah penduduk untuk pemilu legislatif 9 April nanti. Sebanyak 11.301 calon anggota DPR mengikuti pemilihan umum legislative yang diusung oleh 38 partai politik untuk merebut 560 kursi DPR RI.
Dengan demikian jumalah calon yang akan memeperebutkan kursi panas di di senayan hurus berjuang dengan esktra keras.Persaingan yang keras bukan bukan hanya menghadapi caleg dari partai lain, tetapi juga menghadapi caleg dari partai yang sama untuk meraih suara terbanyak.

Sementara citra parlemen sudah begitu tercoreng oleh persepsi publik bahwa sebagian dari mereka korup, malas, kerap absen, tidak amanah, tidak peduli dengan kepentingan konstituen, tidak efektif menjalankan program legislative. Apakah tingginya antusias untuk menjadi anggota DPR sebagai upaya untuk memperbaiki citra DPR atau ingin menikmati segala kemewahan yang selama ini ada di DPR? Ini tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua rakyat Indonesia.
Legislative heavy
Penguatan fungsi dan peran DPR terjadi sangat siknipikan setelah reformasi adalah dengan ditegaskanya DPR sebagai lembaga legislatif baik secara fungsi muapun institusinya. Hal ini merupakan hasil perubahan yang dilakukan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20ayat (1). Hasil Perubahan UUD 1945 Pasal 5 ayat (1) menyatakan Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pasal 20 ayat (1) menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Dengan adanya ketentuan ini membuat kedududksn DPR sebagai lembaga legislasi sangat strategis untuk menentukan kebijakan negara.
Dalam perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 muncul Pasal 20A yang semakain memperkuat kedudukan DPR. Hal ini seakan merubah eksekutive heavy menjadi legislative heavy. Ayat (1) menyatakan DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan fungsi pengawasan. Ayat (2) dan (3) menyatakan DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, hak mehyatakan pendapat, hak megajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
Namun realitanya citra DPR justru tidak begitu bagus. Setiap hari yang muncul di media masa adalah sentiment negative dari para wakil rakyat yang terhormat. DPR yang terdiri dari 10 fraksi dan dilengkapi dengan alat-alat kelengkapan, yaitu sebelas komisi, satu Panitia Anggaran dan tiga Badan Legislasi, Badan Kerja Sama Antarparlemen dan Badan Urusan Rumah Tangga. Serta Badan Kehormatan DPR memiliki kinerja yang rendah. Rapat perupurna DPR lebih serinn kososng karena banyaknya anggota DPR yang bolos dengan berbagai alasan.
Dilihat dari kinerja pembuatan undang-undang kinerja DPR masih sangat jauh dari apa yang kita harapakan bersama. Prolegnas lima tahunan yang ditetapkan pada tahun 2005 telah menetapkan 284 RUU sebagai prioritas yang akan diselesaikan dalam periode lima tahun.. Tapi Dewan hanya mampu menyelesaikan rata-rata 36 rancangan undang-undang per tahun.
19 Desember 2008, DPR periode 2004-2009 baru berhasil menyelesaikan 155 RUU dari total sebanyak 284 RUU yang masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional (prolegnas). Target legislasi ini jauh dari selesai meski sudah melewati angka 50%. Namun apabila dilihat lebih jauh, sebagian besar dari jumlah tersebut (total 92 yang terdiri dari 60 RUU pemekaran Wilayah, 15 RUU pengesahan Konvensi Internasional, 11 RUU terkait APBN dan 6 RUU pengesahan Peraturan.
Dilihat dari fungsi anggaran DPR malah menjadi lembaga percaloan dan makelar untuk meningkatkan anggaran terhadap lembaga pemirintah dan kedaerah-daerah. Hal ini dibuktikan dengan divonisnya beberapa anggota DPR oleh Pengadilan korupsi dan yang tertangkap tangan oleh KPK. Saat ini ada 9 anggota Dewan yang dijerat korupsi yaitu Al Amin Nasution (Anggota Fraksi partai Persatuan Pembangunan inidijerat kasus suap alih fungsi hitan di Bintan, dihukum 8 tahun penjara), Yusuf Emir Faisal (anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa yang dijerat perkara suap alih fungsi hutan di Bintan), Sarjan Taher ( anggota Fraksi Demokrat yang juga terjerat kasus suap alih fungsi hutan di Bintan, dihukum 4,5 tahun), Saleh Djasit (anggota Fraksi partai Golkar yang terjerat kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran), Bulyan Rohan (anggota Dewan asal Partai Bintang Reformasi terjerat kasus suap Departemen Perhubungan), Noor Adnan Razak (anggota Fraksi Amanat Nasional terjerat kasus suap proyek Bapeten), Antony Zeidra Abidin (anggota Fraksi Partai Golkar terjerat skandal korupsi Bank Indonesia), Hamka Yamdu (anggota Fraksi Partai Golkar terjerat skandal korupsi Bank Indonesia), Abdul Hadi Jamal (anggota Fraksi Amanat Nasional terjerat kasus suap proyek pelabuhan dan bandara kawasan Indonesia Timur)
Persoalan moralitas anggota DPR juga masih begitu memalukan dan sangat tidak terpuji. Lembaga DPR seolah menjadi lembaga mesum dengan tersiarnya video M Yahya Zaini (Golkar) dan foto syur Max Moein (partai PDI P).
Merubah untuk berwibawa
Saat ini, harapan untuk membangun wajah baru palemen agar kinerjanya lebih
baik tertumpu pada anggota-anggota legislatif. Untuk membangun wajah baru
parlemen dibutuhkan langkah-langkah yaitu Pertama dari segi karekter moral. Seharusnya setiap anggota DPR tidak lagi menjadikan DPR sebagai tempat untuk mencari makan tetapi tempat aktualisasi politik. Oleh karena itu hendaknya orang-orang yang ingin menjadi anggota dewan harus memiliki keuangan yang baik sehingga tidak tergoda untuk menyalah gunakan kewenangan yang dimiliki DPR.
Kedua, Penguasaan mutlak anggota DPR terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Tugas dan fungsi DPR merupakan pengejawantahan dari konstitusi, Oleh sebab itu sudah menjadi keharusan bagi setiap anggota DPR memahami Undang-Undang Dasar 1945. Bagaimanan mungkin seorang anggota dewan dapat menjalankan tugasnya bila tidak memahami konstiusI.
Ketiga, Pendalaman terhadap tata tertip DPR. Setiap anggota DPR harus menjadikan Tatib sebagai pegangan, dimiliki serta dijadikan buku saku. Tatib menjadi prosedur tetap yang harus dipatuhi oleh setiap anggota DPR. Pelanggaran terhadap Tatib bisa berdampak besar terhadap diri pribadi anggota DPR maupun pada produk legislasi yang dihasilkan. Ada beberapa undang-undang yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan tata tertib DPR.
Keempat, kontrol fraksi/partai terhadap anggotanya. Kontrol yang dimaksud bukan dalam arti sikap politik tetapi etika prilaku para anggotanya. kontrol ini akan membuat anggota tidak lepas kendali dan berbuat sesuka hati. Kasus korupsu yang dilakuka oleh anggota dewan merupakan bukti begitu rendahnya kontrol partai dan fraksi terhadap anggotanya. Sebenarnya partai dan Farksi ikut bersalah dalam kasus korupsi yang dilakukan oleh para anggotanya dengan cara pembiaran/membiarkan mereka melakukan tindak pidana korupsi tanpa usaha untuk mencegah agar tidak terjadi.
Kelima, merubah kinerja kepemimpinan DPR. Kepemimpinan DPR yang hanya sebagai speaker mempengaruhi kinerja seluruh anggota DPR. Pimpinan DPR seakan dilepaskan dari organ DPR itu sendiri. Dalam siding-sidang paripurna DPR jarang sekali pimpinan DPR hadir secara lengkap. Hal ini menjadi contoh buat anggota dewan untuk tidak hadir dalam rapat-rapat paripurna. Unsure pimpinan tidak pernah mengontrol secara langsung siding-sidang komisi dan pansus yang sedang berlangsung. Ini tentunya membuat kinerja komisi dan pansus tidak termonitoring secara baik oleh pimpinan DPR.
Keenam, pemberian staffing yang baik kepada setiap anggota dewan. Tugas berat anggota dewan sangat tidak mungkin untuk ditanggung sendiri oleh anggota dewan. Bagaimanapun juga anggota dewan memiliki keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu. Oleh karena itu anggota dewan sangat memerlukan bantuan dari tenaga ahli yang dapat mensuport kinerja kedewanan. Staffing harus bekerja dan meningkatkan kinerja para anggota dewan.
Ketujuh, pemebrdayaan pasangan kerja DPR. Terjadinya kasus korupsi yang dilakuka oleh anggota dewan tidak terlepas dari peran serta pemerintah sebagai penyususn dan pengguna anggaran. Mitra kerja tiap-tiap komisi yaitu departemen-departemen tertentu dan lembaga negara lebih senang untuk bagi-bagi jatah agar tidak dikritisi oleh anggota DPR. Oleh karena itu presiden harus memberi penegasan bahwa setap departemen yang yang menjadi mitra DPR tidak ada main mata dengan oknum anggota DPR.
Hasil pemilu 2009 merupakan momentum untuk mengubah parlemen menjadi suatu lembaga yang berwibawa. Masyarakat harus memilih wakilnya di DPR secara benar agar nantinya terbentuk DPR yang lebih baik. Dengan demikian akan terjadi proses checks and balances antara eksekutip dam legislatif sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dari KKN. Bila kita gagal untuk membenahi parlemen kedepan, maka masa depan reformasi akan semakan tidak jelas.

Republika, Sabtu, 04 April 2009

Selanjutnya......

Penurunan Citra DPR


USTADZ Mutammimul Ula, yang saat ini menjadi anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menilai kinerja DPR pada periode 2004-2009 secara umum memang belum menggembirakan. Bahkan, DPR pada periodenya itu memperlihatkan penurunan citra di muka rakyat ketimbang DPR periode 1999-2004. Itu sebabnya anggota DPR periode mendatang perlu memperbaiki citra Dewan yang sekarang sedang merosot. Citra itu diperbaiki melalui pemilihan pimpinan DPR yang berwibawa dan punya ketegasan dalam memegang aturan main.
Selain itu, DPR mendatang perlu lebih serius melakukan pengawasan dalam proses legislasi dan moral anggotanya. Itu sebabnya partai politik diimbau untuk lebih ketat menyeleksi individu kader partainya dan melakukan pengawasan terhadap apa yang dilakukan anggota partainya di DPR. Selain itu, keluarga anggota DPR mendatang diimbau untuk ikut mengawasi.
Secara makro, DPR mendatang harus bisa menampilkan kinerja parlemen yang lebih profesional. Parlemen sebagai representasi partai politik harus bisa mengatasi problem ekonomi makro dan membuat Indonesia mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
”Jika parlemen gagal memperlihatkan kerja profesionalnya, negara akan semakin lemah, rentan, dan yang akan rugi adalah Indonesia,” ujarnya. (MAM)

Koran KOMPAS, Jumat, 10 April 2009 | 09:45 WIB

Selanjutnya......

TNI reform remains slow under SBY government


REFORMS within the Indonesian Military (TNI) have remained slow under the administration of retired Army general Susilo Bambang Yudhoyono, a discussion concluded Thursday.
“I believe the military has not reformed at all during the 2004-2009 period because of difficulties implementing the laws,” presidential advisor Agus Widjojo told the discussion on the future of the military at the House of Representatives building.
The former three-star Army general said the military had still not shifted its control to the Defense Ministry as required by law, but remained under the jurisdiction of the President.
Among other major problems was the military’s failure to resolve its affairs and to establish a National Security Council.
He said many articles within defense and security laws, including the amended 1945 Constitution, were still confusing and the separation of the police and military forces remained unclear.
The former deputy chairman of the People’s Consultative Assembly said the 2004 military law was convoluted and being interpreted in a number of ways.
“The most controversial article in the military law is that soldiers must abide by the public criminal law, meaning their misconduct would be investigated by police,” Agus said. Such a measure would place psychological pressure on TNI soldier, he argued.
“The government has to promote trust between police and the military first and foremost before enforcing this law [on soldiers].”
The law forbidding soldiers from partaking in political affairs, including voting, was also very problematic, he said.
“This definition is very obscure and could easily lead to misinterpretation. No wonder we still find many high-ranking commanders making political statements,” Agus said, claiming control was needed to prevent military leaders becoming involved in political campaigning.
Prominent military analyst Kus-nanto Anggoro said that during the 1998-2004 period, only one reform took place internally within the military.
“The reform took place without any involvement from public,” he said.
Military reforms failed to meet the demands of the people, he said, making the institution “untouchable and difficult to access”.
“For example, in resolving human rights cases involving soldiers and issues of military businesses, there was little change,” he said.
“The military is still a long way from being like the armed forces in other nations, maybe even 20 years away,” Kusnanto said.
Agus Widjojo said military reforms would remain a task for the next government to challenge.
“The military has to transform from the traditional fighters of 1945 to professional soldiers,” he said.
Prosperous Justice Party (PKS) legislator Mutammimul Ula, however, said the military had changed in many ways.
“Several prominent generals have said military reforms have succeeded, even if they are internal,” he said.
He said laws were needed to smooth the reformation process within military institutions.
“Improving soldiers’ welfare is also very important,” he added.

The Jakarta Post , JAKARTA | Fri, 02/27/2009 9:14 AM | National



Selanjutnya......
Template by - Abdul Munir - 2008