MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Jumat, Juli 18, 2008

Perintah Penangkapan Presiden Sudan Dikecam


JAKARTA--MI: Anggota Komisi I DPR RI Mutammimul Ula (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), mengecam perintah penangkapan Presiden Sudan yang diajukan ICC dengan alasan apa pun.
"Permintaan penangkapan Omar Hassan al Bashir yang diajukan oleh ICC itu harus ditunda. Hal ini untuk mencegah keadaan yang lebih buruk di Sudan, khususnya di Darfur," katanya di Jakarta, Jumat (18/7).

Perintah penangkapan itu berkaitan dengan tuduhan bahwa Presiden Sudan tersebut merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas konflik dengan korban puluhan ribu jiwa di sana.

Mutammimul Ula memperkirakan, jika hal itu dipaksakan, bisa berakibat pencapaian stabilitas akan sulit dicapai. "Implikasi lainnya, adalah efek berkelanjutan yang bisa membahayakan berbagai elemen di sana, seperti rakyat, organisasi kemanusiaan dan tentara perdamaian," katanya.

Sesuai aturan yang berlaku, ICC tidak bisa menangkap tanpa persetujuan negara bersangkutan. "Lagipula, akan sangat sulit memenjarakan Omar Hassan al Bashir diDengaag, karena ia presiden yang sedang berkuasa," katanya.

Menurutnya, kekosongan pemerintahan Sudan akan mengakibatkan situasi tidak terkendali. "Karena itu, kami mendesak (Pemerintah) Indonesia, baik melalui Dewan Keamaman (DKP) PBB maupun OKI, harus mendorong cara-cara yang bijak untuk penyelesaian Darfur," katanya.

Mutammimul Ula mengingatkan, Indonesia harus mencari terbosan untuk menolong rakyat Darfur. (Ant/OL-01)

Media Indonesia edisi Jum'at, 18 Juli 2008


Selanjutnya......

Senin, Juli 14, 2008

DPR Dukung Sikap RI Soal Zimbabwe


Para Anggota Komisi I DPR RI, di Jakarta, Sabtu (12/7), mendukung sikap delegasi RI terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas Zimbabwe, dan menyatakan, badan dunia itu seyogyanya belum saatnya turut campur dalam persoalan di negara Afrika itu.
Demikian penegasan Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar), bersama beberapa anggotanya, di antaranya Mutammimul Ula (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Andreas Pareira (Fraksi PDI Perjuangan), dan Jeffrey Massie (Fraksi Partai Damai Sejahtera).

Mereka berpendapat, seyogyanya PBB memberikan kesempatan kepada Liga Afrika untuk mengatasi persoalan Zimbabwe. "Berikan dulu kesempatan kepada Liga Afrika untuk mengatasi persoalan Zimbabwe. Biar fair!" tegas Mutammimul Ula.

Mutammimul Ula menambahkan, ada beberapa pertimbangan mengapa Liga Afrika harus diberi kesempatan. Pertama, menurutnya, adanya kedekatan kultural. Berikut, lanjutnya, pasti tidak terlalu banyak kepentingan dan bisa mempercepat terjadinya rekonsiliasi yang terjadi di kawasan Afrika.

"Kami mendukung sikap RI untuk lebih cermat menimbang efektivitas resolusi tersebut. Sebab, bagaimanapun RI jangan sampai terjebak pada skenario Amerika Serikat yang mendesak komunitas internasional untuk menghukum Presiden Zimbabwe," ujarnya.

Baginya, Indonesia justru harus mampu meminta PBB untuk membatalkan draf resolusi yang ada sekarang dan memberikan kesempatan kepada Liga Afrika untuk menjalankan perannya. "Tentunya komitmen dan itikad baik dari penyelesaian konflik Zimbabwe tidak mengenai pembagian kekuasaan, tetapi lebih kepada demokrasi, kebebasan dan keadilan," demikian Mutammimul Ula. [EL, Ant]

Gatra, Minggu, 13 Juli 2008



Selanjutnya......

Selasa, Juli 08, 2008

Call for closure of Namru-2 in Indonesia increasing


Solo, Central Java (ANTARA News) - Amidst strong calls from the House of Representatives for an early decision on the fate of the US Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2), a minister preferred the termination of the Namru-2 contract with Indonesia.
Speaking in a talk show on Awakening Indonesia at the Muhammadiyah University in Surakarta (Solo) on Friday, Health Minister Siti Fadillah Supari expressed her preference to the closure of the US Naval Medical Research Unit-2.
She even saw the presence of Namru-2 as a manifestation of neoliberalism which could treathen Indonesian sovereignty. Namru-2 became like a symbol of a foreign power gripping in Indonesia with its claws.
"This laboratory has been in Indonesia without a permit for over 40 years for research of diseases. Various types of viruses from Sri Lanka, Vietnam and Indonesia had been studied in this laboratory," she said.
The minister suspected that the results of the research work may be used for a certain dangerous and mysterious target and she was also very concerned about the government for being unable to prevent the country from threats of foreign powers already inside the country.
Especially that Namru-2 was headed by a colonel of the US Navy, she said during a hearing with the House Commission I.
Sharing her views, Mutammimul Ula, a law maker of Commission I which deals with foreign affairs, also urged the government to stop and take over the operation of the Namru-2 laboratory.
In the 30 years of operation in Indonesia, Namru-2 was considered to have failed in providing the country concrete results for the defense and health sectors.
Other legislators, according to the law maker, agreed to the cancellation of a draft Memorandum of Understanding (MoU) to be released by the Foreign Ministry.
Indonesia has established cooperation with various institutions like the World Health Organization (WHO) on research and data transfer. It is for those reasons that an extension of the cooperation with Namru-2 is no longer necessary.
Furthermore, he said the government should conduct an investigation on an allegation that Namru-2 staffers had been involved in intelligence operations. "In addition, the US embassy in Jakarta should provide evidence that Namru-2 is not an institution engaged in espionage."
The legislator however believed that the cooperation needs to be based on transparency and equality as well as respect for Indonesia`s sovereignty and mutual benefit.
Not only the legislator, Joserizal Junalis of the Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) and Munarman of An Nashr Institute also called on the government not to extend the cooperation with the US Naval Medical Research Institute.
They said in their statements that the presence of Namru-2 in Indonesia for over 30 years now have failed to benefit the people. An agreement between the Indonesian and US governments on Namru-2 operations reached on January 16, 1970, was believed to have caused a loss to Indonesia because of the diplomatic immunity enjoyed by the Namru-2 staff members, their tax exemption and free accommodation.
Namru-2 was also believed to have violated the cooperation, because they had been continuing their research work although their contract had expired.
More saddening, Namru-2 was also reported to be lacking in transparency in their information for the Indonesian government and that their operations were allegedly linked to US intelligence operations in Indonesia.
In the meantime, the US embassy in Jakarta said that Namru-2 was a transparent organization merely engaged in medical and scientific research work focusing on tropical diseases.
The biomedical research laboratory of Namru-2, according to the US embassy, conducted a series of research work on infectious diseases to serve the interest of the US and Indonesian health ministry as well as the health of the international community.
Commenting on the diplomatic immunity of all NAMRU-2 staff members which has developed into a controversial issue, Indonesian Defense Minister Juwono Sudarsono said that the Indonesian government persisted in granting diplomatic immunity to only two US Namru-2 staff members.
"We are sticking to our stance that not all of Namru-2 personnel deserved diplomatic immunity, but only two of the 20 US naval officers with Namru-2," he said. (*)

Antara edisi 2 Juli 2008


Selanjutnya......

DPR Dukung Konferensi Asia Afrika Soal Palestina


JAKARTA (Suara Karya): Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika soal Palestina.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga dan sejumlah anggota Komisi I lainnya seperti Mutammimul Ula, Jeffrey Massie, dan Andreas H Pareira, di Jakarta, kemarin.
Mereka menyatakan, inisiatif Indonesia bersama Afrika Selatan untuk mensponsori penyelenggaraan "Asia Africa Ministerial Confference on Capacity Building for Palestine" layak mendapat apresiasi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, konferensi yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta, 14-15 Juli 2008 mendatang, dimaksudkan sebagai salah satu bentuk dukungan pemerintah kepada bangsa Palestina untuk mempersiapkan diri menjadi negara merdeka dan berdaulat.
"Mereka harus merdeka, dan itulah prinsip yang diperlukan menuju tata dunia baru yang lebih adil, seimbang, tidak ada kooptasi antarbangsa dan antarnegara," kata Theo yang juga politisi senior Fraksi Partai Golkar DPR.
Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mutammimul Ula, mengatakan, berdasarkan pernyataan Menlu Hassan Wirajuda dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I DPR, ada rencana Indonesia menawarkan berbagai latihan teknis penyelenggaraan pemerintahan kepada pihak Palestina sesuai dengan keperluan.
"Dan Indonesia juga dalam Konferensi Paris, November 2007 lalu, dalam kaitan penggalangan dana bantuan ekonomi, telah menjanjikan pledge sebesar satu juta Dolar AS," ucapnya.

Bantuan Kemanusiaan
Di luar itu, tutur dia, pemerintah sesuai dengan janjinya, telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina, sebagaimana pernah dinyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika Menlu Palestina berkunjung ke Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Inisiatif Indonesia mudah-mudahan bisa menggerakkan berbagai negara, terutama dari lingkup Timur Tengah (Arab), sehingga dapat lebih proaktif meningkatkan komitmennya dalam membantu bangsa Pelestina," kata Mutammimul Ula.
Hal senada juga diungkapkan oleh Andreas Pareira dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) dan Jeffrey Massie dari Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) yang menyatakan dukungannya atas rencana pelaksanaan konferensi tersebut. (Rully/Ant/Yudhiarma)

Suara Karya edisi 1 Juli 2008

Selanjutnya......

Rabu, Juli 02, 2008

Menghentikan NAMRU-2


KERJASAMA dengan Navy Medical Research Unit 2 (Namru-2) telah berlangsung 30 tahun. Saat ini merupakan tahun penentu apakah masih berlanjut atau kita hentikan. Dikalangan Pemerintah yang berkaitan dengan keberadaan Namru-2 masih berbeda pendapat. Departemen Kesehatan selaku leading sector dan user dari perjanjian ini menyatakan menolak melanjutkan untuk memperpanjang perjanjian Namru-2.
Juwono Sudarsono selaku Menteri pertahan masih ragu-ragu menyatakan untuk menolak memperpanjang perjanjian Namru-2 walau ia mengatakan selama ini keberadaan Namru lebih menguntungkan AS dibandingkan Indonesia. Mabes TNI lebih berpendapat untuk membuat persetujuan baru dengan memasukkan pasal-pasal yang melindungi kepentingan nasional khususnya yang berkaitan dengan aspek keamanan. Departemen Luar Negeri walau masih malu-malu memilih untuk menolak memperpanjang perjanjian Namru-2.
Di kalangan DPR sendiri khususnya komisi I pada saat Rapat kerja pada 25 Juni lalu juga terpecah pendapatnya. Komisi I terbagi menjadi tiga pendapat yaitu pertama pihak yang menyatakan Namru-2 harus dihentikan dari fraksi PKS, PAN, PKB dan BPD. Kelompok kedua menyatakan operasi Namru-2 dihentikan dilanjutkan dengan evaluasi bagi kepentingan nasional oleh Fraksi PDIP, PDS, dan satu dari anggota Fraksi BPD. Kelompok Ketiga menyatakan Namru-2 dievaluasi dan dilanjutkan dengan memasukkan syarat-syarat yang memenuhi aspek kepentingan nasional oleh Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan satu orang FPKS.

Sejarah keberadaan Namru-2
Namru-2 merupakan unit kesehatan angkatan laut Amerika Serikat yang berada di Indonesia untuk mengadakan berbagai penelitian mengenai penyakit menular. Program Namru-2 melakukan pengembangan penyakit-penyakit tropis untuk kepentingan kesehatan dan keamanan anggota angkatan laut dan mariner AS. Program Namru-2 adalah percobaan vaksin malaria, demam berdarah dan Hepatitis E termasuk juga mengembangkan Breeding Colony nyamuk malaria dan demam berdarah. Namru-2 juga mendirikan laboratorium lapangan di Jayapura yang memfokuskan pengembangan nyamuk malaria.
Laboratorium Namru-2 sudah berada di Indonesia sejak 1975 berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan AS 16 januari 1971. Kedudukan Namru-2 awalnya di Taipei pada tahun 1955sedangkan Namru-1 berada di Brooklyn, AS dan Namru-3 berada di Kairo, Mesir. Keberadaan Namru-2 di Indonesia sebagai akibat terjadinya wabah penyakit pes di Boyolali 1968 dan karena pemerintah Indonesia belum mampu menaggulangi wabah tersebut maka pemerintah Indonesia meminta bantuan AS. Maka dikirimlah Namru-2 sebagai tim yang bertugas melakukan penelitian dan menangulangi masalah tersebut. Melihat keberhasilan bantuan Namru-2 xDepkes mengusulkan agar Laboratorium Nmaru-2 dikembangkan di Indonesia dibawah koordinasi Central Public Health Laboratory (CPHL) yang merupakan laboratorium rujukan dan kemudian diubah menjadi Laboratorium Kesehatan Pusat. Penandatangan perjanjaian Namru-2 dari pihak Indonesia diwakili oleh Prof. G.A Siwabesy dan pemerintah AS diwakili oleh Dubes AS di Jakarta Francis Galbhaith.
Unit riset Namru-2 di Jakarta adalah detasemen berada dibawah Komando Namru-2 yang berada di Taipe dan secara administrasi merupakan bagian Kedubes AS di Jakarta. Pada tahun 1979 sebagai akibat konflik RRC dengan perubahan diplomatic dengan Taiwan, puast Namru-2 dipindahkan ke Philipina. Pada tahun 1992 dengan berakhirnya pangkalan militer AS di Philipina Namru-2 dipindahkan ke Jakarta dan unit riset berubah dari bentuk detasemen menjadi komando yang dipimpin oleh seorang Kolonel AL (AS).
Alasan penghentian Namru-2
Selama Namru-2 melakukan kegiatannya di Indonesia tidak ada transparansi kinerja dan tidak ada akses informasi bagi pejabat Indonesia terhadap Namru-2. Indonesia tidak memperoleh keuntungan yang signifikan dari keberadaan Namru-2. Kalau kita melihat kebijakan yang dibuat oleh menteri-menteri yang berkaitan dengan Namru-2 sebelum SBY menjadi presiden sangat jelas ingin mengakhiri keberadaan Namru-2 di Indonesia. hal ini terbukti dengan pertama, Surat Menteri Pertahanan Kemanan/Panglima Angkatan Bersenjata No K/595/M/XI/1998, tertanggal 9 November 1998 tentang peninjauan kembali perjanjian kerjasama Indonesia-Amerika tentang Namru-2 yang ditandatangani Wiranto menyarankan pemerintah Indonesia dalam hal ini Depkes untuk mengakhiri kerjasama Namru-2. Kedua, Surat Menteri Luar Negeri No 1242/PO/X/28/01 tertanggal 19 Oktober 1999 kepada Presiden RI yang ditanda tangani Ali Alatas menyatakan bahwa saat ini (tahun 1999)merupkana saat yang tepat bagi Pemerintah Indonesia untuk secara unilateral segera memutuskan perjanjian kerjasama Namru-2.
Ketiga, Pertemuan antara Menlu Alwi Shihab dengan Thomas Pickering(under secretary of state for political affair) pada tanggal 3 Maret 2000 hasilnya menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan kerja sama Namru-2.
Keempat, Kembali dipertegas dalam surat Nomor 231/PO/VIII/2004/61/01 teranggal 25 Agustus 2004 yang ditanda tangani Hasan Wirajuda yang ditujukan kepada Mekopolkam, Menteri Pertahanan dan Mentri Kesehatan. Surat ini menyatakan bahwa persetujuan Indonesia-Namru-2 tahun 1970 telah berakhir dengan penyampain surat dari Menteri Luar Negeri kepada Duta besar AS tanggal 28 Januari 2000.selain itu juga menyatakan bahwa tanpa adanya fleksibilitas pihak AS terhadap tawaran Indonesia dan manfaat langsung yang dirasakan oleh Indonesia, segera setelah semua on-going projects dituntaskan, Namru-2 dapat dipertimbangkan untuk ditutup sampai adanya perjanjian yang lebih menguntungkan kepentingan nasional Indonesia.
Kelima Rapat interdep Namru-2 tanggal 28 Maret 2004 yang dipimpin Direktorat Polkamwil menyatakan bahwa hasil kesimpulan Tim Teknis mengindikasikan banyak kerugian dalam Namru-2 sehingga kerjasama Namru-2 lebih baik ditutup.
Dari sekian banyak kerugian bagi Indonesia dari keberadaan Namru-2 ada beberapa lasan mengapa Perjanjian Namru-2 harus dihentikan. Alasan tersebut adalah : pertama, Perjanjian Namru-2 yang ditanda tangani pada tahun 1971 tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada. Hal ini berkaitan denga pemberiaan status admintrative and technical staff kepada seluruh personil AS dalam Namru-2. Menurut Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik adminstrasi and technical staff memiliki imunitas dan hak istimewa yang hampir sama dengan diplomat.
Kedua, kontrol yang dapat dilakukan Indonesia baik dilaboratorium maupun dilapangan terbatas. Terlebih lagi dihadapkan dengan dana yang harus disiapkan sendiri oleh Indonesia untuk mengikuti penelitian di lapangan yang cukup jauh. Kegiatan penelitian dilapangan yang dilakukan oleh Personil Namru-2 kadang-kadang bersifat memaksa karena ada suatu kejadian tertentu yang dimanfaatkan oleh mereka dengan alasan penelitian namun tidak memperhatikan factor keamanan dan keselamatan.
Ketiga, posisi AS yang menempatkan Namru-2 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Kedubes AS tidak sesuai dengan Konvensi Wina tahun 1961 yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang No 1 tahun 196. Dalam Pasal 2 konvensi tersebut menyebutkan bahwa fungsi dari suatu perwakilan/kedutaan adalah untuk mewakili negaranya, melindungi kepentingan nasional dan warga negaranya, melakukan negosiasi dan memberikan laporan mengenai situasi di negara setempat. Namun tidak disebut mengenai fungsi melakukan penelitian.
Keempat, barang-barang, perlengkapan, dan bahan kimia serta reagensia yang diimpor Namru-2 sulit dikontrol oleh Deplu sebagai badan yang memberikan fasilitas legalisasi dan Ditjen Bea Cukai di bandara yang bertanggung jawab terhadap barang dan perlengkapan serta bahan kimia yang masuk ke Indonesia. hak ini disebabkan karena Namru2 memiliki staf yang diperlakukan sebagai diplomat serta memiliki perlakuan dan kekebalan diplomatik.
Kelima, hasil penelitian Namru-2 tidak sepenuhnya dapat diberikan kepada Indonesia. penelitian yang dilakukan semestinya dilakukan bersama-sama dengan atau direncanakan bersama Indonesia. namun dalam kenyataanya AS sering melakukan penelitian sendiri sehingga hasilnya tidak diberikan kepada pemerintah Indonesia.
Ketujuh, perubahan status dari Detachment menjadi Command yang menangani penelitian dikawasan Asia seperti Kamboja, Vietnam, Filipina, Laos, Singapura, Malaysia, Jepang dan Korea. Hal ini semakin menyulitkan untuk mengawasi aktivitas Nmaru-2 yang begit luas sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan dan pengawasan serta pembatasan kegiatan yang dilakukan oleh Namru-2.
Kedelapan adanya hidden agenda dari piahk AS yaitu pengambilan specimen dan bahan-bahan hayati/biologi yang kemudian diteliti AS. Ini sangat merugikan bagi Indonesia karena pada akhirnya tidak terjadi transfer knowledge tetapi pencurian specimen dan bahan-bahan hayati/biologi dari Indonesia.
Keenam. Namru-2 adalah lembaga peneliti bukan lembaga pengobatan. Dengan demikian Namru-2 tidak pernak secara langsung memberantas penyakit menular yang terjadi di Indonesia. tugas pokok dan fungsi Namru-2 memang bukan untuk pengobatan. Namru-2 lebih banyak melakukan kegiatan Surveilence dan deteksi. Dengan demikian Namru-2 dapat dengan mudah mengumpulkan data di Indonesia dan masuk kedalam pelosok tanah air.
Keberadaan Namru-2 bagi Indonesia sebaiknya dihentikan karena selain tidak memberi keuntungan bagi Indonesia tetapi juga tidak sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia. Dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No 24 tahun 2000 tentang Prejanjian Internasional secara tegas mengatakan bahwa dalam membuat perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan dan memperhatiakn baik hukum nasionalmaupun hukum internasional yang berlaku. Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat tidak sepantasnya Pemerintah Indonesia untuk memperpanjang dan mempertahankan keberadaan Namru-2 di Indonesia.

H Mutammimul Ula SH
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS
Republika Edisi Kamis, 03 Juli 2008

Selanjutnya......

Membangun Kebijakan Legislasi di Indonesia Secara Terarah dan Terpadu Melalui PROLEGNAS dan PROLEGDA


PEMBANGUNAN nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Secara normatif, tujuan pembangunan nasional dicantumkan dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
Pembangunan nasional didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan lintas disiplin, baik politik ekonomi, politik hukum, maupun politik sosial yang dilakukan secara holistik dan sistematik. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas mengatur bahwa: negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian, seluruh dimensi pembangunan nasional pun harus didasarkan dan dibingkai dengan hukum.

Pembangunan nasional di bidang hukum secara spesifik diarahkan pada pembenahan dan penguatan sistem hukum nasional yang mendasarkan pada konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta secara konkret diwujudkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Itu sebabnya, dalam menyusun kedua program tersebut hendaknya perlu diperhatikan adanya keterpaduan dan keterarahan.

A. KEBIJAKAN LEGISLASI YANG TERARAH DAN TERPADU MELALUI PROLEGNAS DAN PROLEGDA
Prolegnas sebagai wujud politik perundang-undangan nasional merupakan panduan bagi daerah dalam menyusun Prolegda. Itu sebabnya, dalam penyusunan Prolegnas harus juga diperhatikan berbagai dinamika yang ada. Visi Prolegnas secara eksplisit dirumuskan sebagai berikut: Terwujudnya negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mmencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun untuk mewujudkan visi tersebut, ditetapkan misi Prolegnas yaitu:
1)mewujudkan materi hukum disegala bidang dalam rangka penggantian terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan dan kebenaran dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat;
2)mewujudkan budaya hukum dalam masyarakat yang sadar hukum;
3)mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral dan berintegrasi tinggi; dan
4)mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi dan berwibawa.
Penetapan arah kebijakan Prolegnas, didasarkan pada visi dan misi tersebut. Secara eksplisit arah kebijakan Prolegnas ditetapkan sebagai berikut:
1)Membentuk peraturan perundang-undangan di bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, sumber daya alam dan lingkungan, pertahanan dan keamanan, pembangunan daerah;
2)Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman;
3)Mempercepat proses penyelesaian RUU yg sedang dalam proses pembahasan dan membentuk UU atas amanat UU;
4)Membentuk UU baru dalam mendukung percepatan reformasi & kebutuhan masyarakat;
5)Meratifikasi secara selektif konvensi internasional;
6)Memberikan landasan yuridis bagi penegakan hukum secara profesional; dan
7)Menjadikan hukum sebagai sarana pembaruan dan pembangunan.
Berdasarkan kerangka kebijakan tersebut, ditetapkan maksud dan tujuan Prolegnas. Secara tegas maksud penyusunan Prolegnas adalah:
1)Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum di bidang Peraturan perundang-undangan di tingkat pusat;
2)Menyusun skala prioritas penyusunan RUU sebagai suatu program yg berkesinambungan dan terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dalam mewujudkan sistem hukum nasional;
3)Membentuk sinergi antar lembaga yg berwenang dlm pembentukan peraturan undang-undangan di tingkat pusat.
Adapun tujuan dari penyusunan Prolegnas yaitu:
1)Mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan;
2)Mengaktualisasikan fungsi hukum sbg sarana rekayasa sosial, instrumen penyelesaian sengketa, pengatur perilaku masyarakat dan sarana integrasi bangsa;
3)Mewujudkan supremasi hukum;
4)Penggantian dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Prolegnas disusun secara periodik. Periodesasi penyusunan Prolegnas dilakukan oleh DPR dan Pemerintah setiap 5 (lima) tahun sekali. Berdasarkan jumlah RUU yang ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali itu, ditetapkan jumlah RUU prioritas setiap tahunnya. Untuk tahun 2005-2009 ditetapkan sebanyak 284 RUU. Berdasarkan jumlah RUU tersebut, untuk tahun 2007/2008 ditetapkan 31 RUU prioritas. Pembahasan dan penyusunan RUU prioritas setiap tahun, dikoordinasikan oleh Badan Legislasi dan Menteri Hukum dan HAM RI. Badan Legislasi mewakili DPR sedangkan Menteri Hukum dan HAM RI mewakili Presiden. Untuk prioritas Prolegnas periode tahun 2008/2009, direncanakan akan dibahas pada bulan Oktober 2008. Penentuan skala prioritas suatu RUU didasarkan pada:
1)Merupakan perintah dari UUD NRI Tahun 1945.
2)Merupakan perintah Ketetapan MPR RI.
3)Terkait dengan pelaksanaan UU lain.
4)Mendorong percepatan reformasi.
5)Warisan Prolegnas 2000-2004 yg disesuaikan dengan kondisi saat ini.
6)Menyangkut revisi atau amandemen terhadap undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang lainnya.
7)Ratifikasi terhadap perjanjian internasional.
8)Berkaitan dengan pengaturan perlindungan hak-hak asasi manusia dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan jender.
9)Mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.
10)Secara langsung menyangkut kepentingan rakyat untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial masyarakat.
Prolegda sebagai kebijakan politik perundang-undangan di tingkat daerah merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari sistem legislasi nasional. Sebab itu, penyusunan suatu Prolegda harus memperhatikan Prolegnas. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Prolegda, dimuat dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2004. Maksud dan tujuan penyusunan Prolegda adalah:
1)Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum di bidang peraturan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah;
2)Menyusun skala prioritas penyusunan rancangan peraturan daerah sebagai suatu program yang berkesinambungan & terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan peraturan daerah sesuai dengan prinsip dan asas hukum yang berlaku dengan memperhatikan kepentingan masyarakat; dan
3)Membentuk sinergi antarlembaga yg berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah.
Terkait dengan maksud dan tujuan tersebut, ada 9 (sembilan) dasar pertimbangan dalam penyusunan Prolegda. Kesembilan dasar pertimbangan itu adalah:
1)Merupakan perintah dari peraturan perundang-undangan di atasnya.
2)Terkait dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di atasnya.
3)Mendorong percepatan reformasi.
4)Warisan Prolegda sebelumnya (jika sudah ada penetapan Prolegda)
5)Menyangkut revisi atau amandemen terhadap PERDA yang bertentangan dengan PERDA lainnya atau bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan di atasnya.
6)Berkaitan dengan pengaturan perlindungan hak-hak asasi manusia dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan jender.
7)Mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi masyarakat.
8)Secara langsung menyangkut peningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
9)Menyangkut perlindungan dan pelestarian SDA; dll.

Dalam penyusunan Prolegda, Panitia Legislasi DPRD sesungguhnya dapat mencontoh apa saja yang menjadi tugas Badan Legislasi DPR. Hal ini penting agar Prolegda yang dihasilkan dapat sinkron dengan Prolegnas. Selain itu, bagaimana memahami mekanisme dan metode harmonisasi, sinkronisasi, dan pembulatan konsepsi rumusan suatu norma hukum, juga merupakan hal yang penting. Sebab, hingga saat ini masih banyak ditemukan berbagai peraturan daerah yang saling bertentangan baik secara vertikal maupun horizontal.

PENUTUP
Harmonisasi dan sinkronisasi dalam Penyusunan Prolegnas dan Prolegda merupakan kata kunci yang dapat dipakai guna mewujudkan Prolegnas dan Prolegda yang terarah dan terpadu. Dengan demikian, ke depan diharapkan berbagai masalah yang merintangi pembangunan sistem hukum nasional secara bertahap dapat dieliminasi jika Prolegnas dan Prolegda mempunyai arah dan soliditas yang jelas dan kuat.

Makalah disampaikan pada Lokakarya ADEKSI
Pemantapan Kapasitas & Kelembagaan DPRD
Hotel Savoy Homan Bandung, 28 Juni 2008


Selanjutnya......

Senin, Juni 30, 2008

Indonesian govt urged to immediately issue decision on status of Namru-2


Jakarta (ANTARA News) - The government of Indonesia has been urged to immediately issue a decision on the status of the US Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2) in this world`s largest archipelagic country.
The appeal came from Mutammimul Ula, a member of the House`s Commission I handling political, defence and press affairs of the Prosperous Justice Party faction, calling on the government to make a decision on whether to extend or to terminate the contract with Namru-2 in Indonesia.
"The 30-year contract on the presence of Namru-2 often considered controversial had already expired. In the meantime, a polemic on the pros and cons regarding to Namru-2 continue to flow like the a stream of water. Hence the government should make up its mind and issue a decision," he said on the sidelines of the House`s Commission I hearing with Foreign Minister Hassan Wirajuda here on Monday.
Mutammimul agreed with Minister Hasan Wirajuda that a contract with another countries should meet four conditions - politically peaceful, technically secured, legally secured, and security guaranteed including on the continuity of Namru-2 in Indonesia.
"Whatever the government`s decision on Namru-2, it needs to be made as long as the short and long term national interest is not put at stake," he said.
In response to this comment, Minister Hassan Wirajuda said the government of Indonesia was currently studying the US proposal over a new Memorandum of Undestanding submitted by Indonesia last year with regard to Namru-2`s status.
Most important was that the government has yet to determine its position to the US proposal without specifying its details.

In the MoU, Indonesia made a review of the past regulation to avoid possible use of the old regulation. Following an inter-departmental meeting, the government agreed to revise the principles of Indonesia`s cooperation with Namru-2.
The government has proposed a new MoU in November 2007, while Health Minister Siti Fadillah Supari some time ago said even Namru-2 already conducted a research of infection diseases since the 1970s, the results of Namru-2 reseach had yet to give a positive impact on the development of infectious disease eradication in Indonesia.
But earlier, Minister Siti Fadilah said the government`s decision on whether or not the US Naval Medical Research Unit-2 would be allowed to say stay somewhat longer in the country would depend on a recommendation of the House of Representatives (DPR).
"The question is now still undecided. The US has sent us its revised proposal and we have yet to consider it. But the key to this problem is in the hands of the DPR. The DPR represents the people. If the people wants NAMRU-2 to stay somewhat longer, so be it," Health Minister Siti Fadilah said during a hearing with Ad Hoc Committee IV of the Regional Representatives Council (DPD) in Jakarta last week.
But even if the government and parliament eventually agreed to continue the cooperation with NAMRU-2, it should be carried out on the basis of the relevant Indonesian laws on international cooperation, she said.
"And it is my understanding that Indonesia always cooperates with other countries with due respect to its active and independent foreign policy, its own laws and in ways benefiting its people," Siti said.
The government not long ago expressed its intention to renew its agreement with Washington on NAMRU-2`s presence and operations in Indonesia.
In the meantime, Joserizal Junalis of the Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) and Munarman of An Nashr Institute appealed to the government not to extend its cooperation with the US Naval Medical Research Institute.
In their statements, they said presence of Namru-2 in Indonesia for over 30 years now was reported to have failed to benefit the people. An agreement between the Indonesian and US governments on Namru-2 operations reached on January 16, 1970, was believed to have caused a loss to Indonesia because of the diplomatic immunity granted to the Namru-2 staff members, their tax exemption and free accommodation.
Namru-2 was also believed to have violated the cooperation, because they had been continuing their research work although their contract had expired.
More saddening, Namru-2 was also reported to be lacking in transparency of their information for the Indonesian government and that their operations were allegedly linked to US intelligence operations in Indonesia.
Denying all these allegations, the US embassy in Jakarta in its defence stressed that Namru-2 was a transparent organization which only conducted medical and scientific research work focusing on tropical diseases.
The biomedical research laboratory of Namru-2, according to the US embassy, conducted a series of research work on infectious diseases to serve the interest of the US and the Indonesian health ministry as well as the health of the international community. (*)

Antara, Selasa, 24 Juni 2008


Selanjutnya......

Nasib Namru-2 Harus Diputuskan


INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah didesak segera memutuskan nasib laboratorium kesehatan milik angkatan laut AS Naval Medical Research Unit Two (Namru-2) apakah akan diperpanjang atau dihentikan kontraknya di Indonesia.
"Keberadaan Namru-2 yang sudah lebih dari 30 tahun dan telah berakhir perjanjiannya. Sementara itu polemik pro-kontra tentang kelangsungan Namru-2 terus bergulir. Sebaiknya Pemerintah segera mengambil keputusan," kata Anggota Komisi I DPR dari FPKS Mutammimul Ula di sela-sela rajer Komisi I DPR dengan Menlu Hassan Wirajuda di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/6).
Mastammim sepakat dengan pernyataan Menlu Hassan Wirajuda bahwa setiap perjanjian dengan negara lain harus memiliki syarat empat aman, yaitu aman politik, aman "security", aman teknis dan aman secara hukum, termasuk juga terkait dengan kelangsungan Namru-2.
"Apapun keputusan pemerintah tentang nasib Namru, haruslah memastikan, bahwa kepentingan nasional, jangka pendek maupun jangka panjang tidak dirugikan," ujarnya.
Menlu Hassan Wirajuda sebelumnya juga mengatakan bahwa Pemerintah RI sedang mempelajari tanggapan Pemerintah AS atas rancangan Nota Kesepahaman (MoU) baru yang diajukan Pemerintah RI tahun lalu terkait status Lembaga Riset Medis Angkatan Laut Amerika Serikat tersebut.
Menurut Menlu, Pemerintah Indonesia belum menentukan posisi terhadap usulan-usulan pemerintah AS tanpa menjelaskan detil dari usulan itu.
Dalam MoU itu Pemerintah Indonesia melakukan tinjauan terhadap pengaturan yang lama karena setelah dilakukan pertemuan antar-departemen, Pemerintah Indonesia sepakat untuk perbaikan landasan kerja sama RI dengan Namru.
Pemerintah Indonesia telah menyerahkan usulan MoU baru itu pada November 2007 sedangkan Menkes Siti Fadilah Supari beberapa waktu lalu mengatakan sekalipun Namru-2 melakukan penelitian tentang penyakit menular di Indonesia sejak tahun 1970-an, hasil penelitian Namru belum berdampak nyata terhadap perkembangan metoda pemberantasan penyakit menular di Indonesia.
Menurut Menkes, perpanjangan kesepakatan kerja sama harus melalui pertimbangan sematang mungkin dan Pemerintah harus punya sikap tegas mengenai batasan-batasan dalam kerja sama baru.[L6]

Inilah.com, Senin, 23 Juni 2008


Selanjutnya......

Komisi I DPR RI Prihatin Jatuhnya Pesawat TNI AU


JAKARTA--MI: Sejumlah Anggota Komisi I DPR RI menyatakan prihatin atas jatuhnya pesawat TNI Angkatan Udara jenis Cassa 212 pada 26 Juni 2008 di sekitar daerah Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
Mereka juga prihatin karena banyak pesawat dan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI Angkatan Udara (AU) yang kondisinya sangat membutuh perbaikan atau pembaruan, guna membentuk sebuah kekuatan modern bagi upaya menjaga kedaulatan NKRI.

Mereka yang mengatakan itu, antara lain, Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar/FPG), Mutammimul Ula (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera/PKS), Jeffrey Massie (Fraksi Partai Damai Sejahtera/PDS) dan Andreas Pareira (Fraksi PDI Perjuangan).

"Hilangnya pesawat angkut milik TNI AU itu dengan penumpangnya sekitar 16 orang, termasuk beberapa perwira TNI AU, membuat kami di Komisi I DPR RI prihatin dan berduka," kata Mutammimul Ula.

Karena itu, ia berharap semua pihak terkait, termasuk Tim SAR segera menemukan posisi inti jatuhnya pesawat dan melakukan investigasi terhadap penyebab kecelakaan itu.

Komisi I DPR RI juga berharap, ada kejujuran dan keterbukaan untuk mengungkap ke publik penyebab kecelakaan.

"Yang tak kalah penting juga, adalah perhatian dan penghormatan terhadap para korban kecelakaan tersebut. Kami dari Komisi I DPR RI turut berbelasungkawa kepada keluarga korban semuanya," kata Muttamimul Ula. (Ant/OL-02)

Media Indonesia, Sabtu, 28 Juni 2008


Selanjutnya......

Legislators Deplore Air Force Plane Crash


Jakarta, (ANTARA News) - The news about the crash of an Indonesian Air Force Cassa 212 aircraft on Mount Salak in Bogor district, West Java, on Thursday was greeted with dismay by several members of the House of Representatives (DPR) Commission-I.
They told ANTARA here on Saturday they deplored the Cassa NC 212-200 crash because it was an indication that many military planes and other components of the country`s defense armament need repairing and modernization.

According to the legislators, the National Defense Forces (TNI) needs to modernize its main armament system so it can effectively carry our its duties in maintaining the sovereignty and integrity of the Unitary State of Indonesian Republic (NKRI).

The House Commission-I members who made the statement were among others Theo L Smbuaga of the Golkar Party faction, Mutammimul Ula of the Prosperous Justice Party (PKS) faction, Jeffrey Massie of the Prosperous Peace Party (PDS) faction, and Andreas Pareira of the Indonesian Democratic Party Struggle (PDI-P) faction.

"We are concerned and feel sorry about the disappearance of the Air Force plane with 16 passengers including three foreign nationals and several TNI high-ranking officers," Mutammimul Ula said.

On behalf of the House Commission-I members, Mutammimul expressed hope that all related parties including the rescue workers would thoroughly investigate the cause of the accident.

The ill-fated Cassa N212-200 plane, based at the Squadron 4 of Abdulrahman Saleh airbase in East Java, is a light cargo aircraft equipped with facilities for aerial photography and aerial surveys.

The aircraft left Halim Perdanakusuma airbase in Jakarta on Thursday (June 26) at 9.23 a.m. for Bogor for a training mission for aerial digital camera operators.

At 10.38 a.m., the plane disappeared from Popunas radar while it made its last contact with the Pondok Cabe control tower in Jakarta at 10.50 a.m. when it was heading to Bogor.

At 11.10 a.m., the aircraft could no longer be contacted by officers of the control tower at the Atang Senjaya airbase in Bogor.(*)

COPYRIGHT © 2008 ANTARA
PubDate: 06/28/08 13:41


Selanjutnya......

Pesawat Meledak Hebat, Korban Hangus Terbakar




BOGOR (Lampost): Pesawat CASA 212 A-2106 milik TNI AU yang dinyatakan hilang pada Kamis (26-6), ditemukan dalam kondisi hancur di kaki Gunung Salak, Bogor. Pesawat itu meledak hebat dan 18 kru termasuk penumpang sulit dikenali karena hangus terbakar.
Dari lokasi kejadian terlihat serpihan-serpihan pesawat tersebar dalam radius 300 meter. Bagian kiri pesawat terlebih dahulu menabrak beberapa pohon sebelum menghantam pohon besar. Setelah menghantam pohon tersebut, CASA juga menabrak tebing.

Bagian-bagian pesawat tercerai-berai usai kecelakaan. Badan pesawat ada di dekat pohon yang ditabrak, sedangkan bagian moncong dan mesin terlempar ke bibir tebing. Diduga pesawat itu meledak terlebih dahulu. Menurut warga Kampung Cibitung, Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjoloyo, bernama Marsa, pesawat itu diduga meledak hebat pada Kamis (26-6) siang. "Saya menduga ledakan itu dari tanah longsor," kata dia.

Marsa bersama sejumlah warga telah menelusuri sumber ledakan itu pada Kamis. Namun hingga malam, mereka tidak bisa menemukan sumber ledakan. Akhirnya, Jumat (27-6), Marsa bersama warga lain kembali menyusuri Gunung Salak dan menemukan puing-puing pesawat di lereng tebing. "Saya yakin ledakan Kamis lalu itu memang dari pesawat itu."

Dengan ledakan hebat itu membuat pesawat hancur. Demikian juga tubuh para awak dan penumpang. Karena itu, jenazah para korban sangat sulit dikenali. "Saya menemukan banyak tubuh yang terpisah. Jenazah sangat sulit dikenali secara fisik," kata Edi Tohari, aktivis Radio Antarpenduduk Indonesia (RAPI) di Posko Casa, Kampung Cibitung, Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjoloyo, Sabtu (28-6).

Dari lokasi kejadian, tim menemukan 18 korban. Namun, untuk mengangkut jenazah sangat sulit karena cuaca tidak memungkinkan. Evakuasi akan dilakukan hari ini.

Sementara Wakil KSAU Marsekal Madya I Gusti Made Oka di tempat pendaratan helikopter di kaki Gunung Salak, kemarin, mengatakan evakuasi ditunda karena cuaca tidak memungkinkan. "Kabut sangat tebal," kata dia.

Untuk mengangkut jenazah, rencananya kantong-kantong mayat diikat dengan jaring saat diangkut dengan helikopter dari lokasi. "Dari lokasi lalu diterbangkan ke Lanud Halim Perdanakusumah," kata dia. Menurut dia, evakuasi jenazah para korban Casa melalui jalur darat sangat tidak memungkinkan. "Medan sangat berat. Bawa badan sendiri saja susah," jelas dia.

Terkait jatuhnya pesawat milik TNI AU ini, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan prihatin. Mutammimul Ula juga menyesalkan karena pesawat dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AU ini sangat membutuh perbaikan atau pembaruan.

"Hilangnya pesawat angkut milik TNI AU itu dengan penumpangnya sekitar 16 orang, termasuk beberapa perwira TNI AU, membuat kami di Komisi I DPR RI prihatin dan berduka," kata Mutammimul. Dia menegaskan ada kejujuran dan keterbukaan untuk mengungkap ke publik penyebab kecelakaan tersebut. n R-1

Nama-nama korban pesawat Casa :
Kru Pesawat
1. Mayor Penerbang B. Ardijanto
2. Kapten Penerbang Agung Priantoro
3. Lettu Penerbang Febby
4. Lettu Teknik Bambang
5. Pelda Agus
Penumpang:
1. Kolonel Sus A.F. Jafara
2. Kolonel Penerbang Sulaksono
3. Letkol Teknik Wahyu Hidayat
4. Letkol Sus Supriyadi
5. Mayor Sus Susika M.
6. Kapten Sus Doni Wicaksono
7. Lettu Sus Ronal
8. Gatot Purnomo
9. Saputra Sinaga
10. Ami
11. Tan Hon Kiang (Warga Singapura)
12. Anthony (Warga Inggris)
13. Mahendra Kumar (Warga India)


Selanjutnya......

Rabu, Juni 25, 2008

Atasan Ajudan Ayin Harus Ditindak


JAKARTA,- Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, mengatakan Panglima TNI seharusnya tidak hanya menindak Serka TNI Agus Santoso yang menjadi ajudan Artalyta Suryani alias ayin, tetapi juga atasannya.
"Sebab apa yang dilakukan sang ajudan, tidak mungkin tanpa sepengetahuan atasannya," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat, sehubungan publikasi hasil penyadapan telepon Artalyta Suryani, tersangka kasus penyuapan terhadap Jaksa Urip TG.

Menurut Mutammimul Ula, Panglima TNI semestinya melakukan penertiban yang sifatnya menyeluruh karena kasus atau praktek serupa sangat mungkin terjadi di banyak tempat lainnya.

"Yakni adanya anggota TNI melakukan kegiatan di luar tugas utama yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, etika maupun profesi prajurit," katanya.

Ia lalu menyoroti adanya anggota TNI yang menjadi Aspri atau Ajudan pengusaha, politisi bahkan legislator tertentu.

Namun, Mutammimul Ula juga menekankan pentingnya pemerintah meningkatkan kesejahteraan prajurit secara terus menerus.

"Ini penting agar mereka benar-benar menjadi prajurit profesional, sebagaimana dikehendaki undang-undang," katanya lagi.

Kasus yang menimpa Serka Agus Santoso, katanya, semestinya dijadikan pelajaran berharga bagi TNI agar tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.

Sumber : Antara
Edisi : Jum'at, 20 Juni 2008

Selanjutnya......

DPR Minta Pemerintah Segera Putuskan Status Namru-2


Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mutammimul Ula meminta pemerintah segera memutuskan status laboratorium medis milik Angkatan Laut Amerika Serikat atau Naval Medical Research Unit Two (Namru-2), apakah akan diperpanjang atau dihentikan kontraknya di Indonesia.
"Keberadaan Namru-2 yang sudah lebih dari 30 tahun dan telah berakhir perjanjiannya. Sementara itu polemik pro-kontra tentang kelangsungan Namru-2 terus bergulir. Sebaiknya Pemerintah segera mengambil keputusan," katanya di sela-sela rapat kerja Komisi I DPR dengan Menlu Hassan Wirajuda yang dipimpin Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga di Gedung DPR Jakarta, Senin.

Mutammimul sepakat dengan pernyataan Menlu Hassan Wirajuda bahwa setiap Perjanjian dengan negara lain harus memiliki syarat empat aman, yaitu aman politik, aman "security", aman teknis dan aman secara hukum, termasuk juga terkait dengan kelangsungan Namru-2.

"Apapun keputusan pemerintah tentang nasib Namru, haruslah memastikan, bahwa kepentingan nasional, jangka pendek maupun jangka panjang tidak dirugikan," katanya.

Sejumlah anggota Komisi I DPR, pada Rabu (18/6), telah melakukan kunjungan ke laboratorium riset Namru-2 yang berada di Jl Percetakan Negara, Jakarta Pusat.

Menlu Hassan Wirajuda sebelumnya juga mengatakan bahwa Pemerintah RI sedang mempelajari tanggapan Pemerintah AS atas rancangan Nota Kesepahaman (MoU) baru yang diajukan Pemerintah RI tahun lalu terkait status Lembaga Riset Medis Angkatan Laut Amerika Serikat tersebut.

Menurut Menlu, Pemerintah Indonesia belum menentukan posisi terhadap usulan-usulan pemerintah AS tanpa menjelaskan detil dari usulan itu.

Dalam MoU itu Pemerintah Indonesia melakukan tinjauan terhadap pengaturan yang lama karena setelah dilakukan pertemuan antar-departemen, Pemerintah Indonesia sepakat untuk perbaikan landasan kerja sama RI dengan Namru.

Pemerintah Indonesia telah menyerahkan usulan MoU baru itu pada November 2007 sedangkan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari beberapa waktu lalu mengatakan sekalipun Namru-2 melakukan penelitian tentang penyakit menular di Indonesia sejak tahun 1970-an, hasil penelitian Namru belum berdampak nyata terhadap perkembangan metoda pemberantasan penyakit menular di Indonesia.

Menurut Menteri Kesehatan, perpanjangan kesepakatan kerja sama harus melalui pertimbangan sematang mungkin dan Pemerintah harus punya sikap tegas mengenai batasan-batasan dalam kerja sama baru.(*)

Sumber : Antara
Edisi : Senin, 23 Juni 2008


Selanjutnya......

Rabu, Juni 18, 2008

Pendidikan Politik Warga Negara dalam Demokrasi yang Berkesejahteraan


INDONESIA telah memasuki 10 tahun transisi demokrasi. Satu era kepemimpinan nasional baru yang ditandai dengan keterbukaan dalam sistem politik (multi partai), kebebasan Pers, komitmen bagi penegakan hukum dan penghormatan atas HAM. Pelbagai keberhasilan telah dicapai meskipun banyak pula kegagalan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Pada dasarnya, penegakkan demokasi telah menjadi komitmen politik bersama.
Untuk kepentingan pembangunan sistem yang kokoh dan pengejawantahan amanat reformasi misalnya, 4 kali amandemen konstitusi dan lebih dari 300 paket perundangan-undangan–kendati harus lebih disinergikan- telah diratifikasi. Pelbagai upaya konstitusional ini menjadi babak baru bagi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga didunia dan menjadi negara muslim demokratis pertama dan terbesar. Dalam survey versi Freedom House, Indonesia menduduki urutan pertama negara paling demokratis.

Pelbagai institusi pengawasan dan karakter check and balances yang dibutuhkan bagi penguatan infrastuktur demokrasi dibentuk di level nasional, mulai dari pembentukan lembaga superbodi seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), institusi pengawasan peradilan sepeti Komisi Yudisial dan Komisi Ombudsman hingga Komnas HAM. Sisi positif lain dari konteks demokrasi adalah munculnya sumber kepemimpinan dari semua lapis masyarakat (kampus, pesantren, birokrasi, militer, sipil, dll). Namun disisi lain, harus diakui bahwa kontekstualisasi demokrasi belum menjadi kultur dan spirit kita. Akibatnya, implementasi demokrasi selanjutnya cenderung bergeser menuju bentuk lain oligarkime demokrasi ataupun anomali demokrasi lainnya karena lemahnya institusionalisasi demokrasi sehingga cenderung dimanipulasi kelompok status quo ataupun ekspresi demokrasi yang cenderung berlebihan dan“out of context” ditingkat akar rumput.

Karakter Demokrasi di Indonesia
Dengan menggunakan perspektif Hasan Turabi , praktek demokrasi di Indonesia setali tiga uang dengan praktek dunia ketiga lainnya- mengalami kendala karena beberapa alasan: pertama, demokrasi ditengah kemiskinan rakyat atau demokrasi orang-orang lapar. Praktek demokrasi ini akan berujung pada situasi chaotic karena ‘Demokrasi orang-orang lapar’ adalah kekerasan dan perlawanan. Disepanjang 10 tahun Era Reformasi, kita menyaksikan kekerasan atas nama euphoria demokrasi baik karena alasan etnisitas, agama, disparitas ekonomi maupun friksi politik. Ekspresi demokrasi diinterpretasikan secara tidak seimbang sebagai klaim tuntutan pemenuhan hak semata tanpa mempertimbangkan proses politik dan hukum. Muncul ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kebebasan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, aksi ekstra parlementer akhirnya menjadi jalan efektif. Sistem demokrasi secara teorititis sejatinya dibangun dari persepsi bahwa karakter demokrasi memfasilitasi keadilan distribusi dan akses ekonomi sehingga ber-output pada kesejahteraan publik. Demokratisasi politik harus dibarengi demokratisasi sektor ekonomi.

Kedua, mayoritas rakyat tidak terdidik. Keterbatasan pendidikan dan pola patronase masyarakat tradisional menjadi kendala utama dalam berkompetisi secara sehat dan elegan. Perwujudan mekanisme Demokrasi sering berujung konflik. Problemnya, pilihan politik masyarakat tidak dilandasi alasan rasional dan pragmatis. Konfigurasi politik yang eksis lebih banyak didominasi popularitas figur dan patron-client ketimbang kompetisi agenda dan program partai. Ditanah air, kekerasan-kekerasan dalam Pilkada sedikit banyak didorong oleh faktor dan motif diatas.

Ketiga, lemahnya institusi demokrasi. Dalam prakteknya, institusi demokrasi yang seharusnya untuk memperkuat demokrasi sebaliknya justru dipenetrasi dan diaborsi oleh elit politik. Akibatnya institusi-institusi demokrasi bekerja bagi kepentingan elit politik dan kelompok status quo. Ada persoalan kritis dalam penegakan hukum yaitu penanganan kasus hukum yang berlarut-larut yang menyangkut para obligor besar dalam kasus BLBI.

Demokrasi sebagai Alat Kesejahteraan
Demokrasi dan kesejahteraan adalah dua terminologi yang berkelindan dan seharusnya saling memperkuat. Demokrasi liberal pasca PD II telah membawa gelombang baru kesuksesan konsep welfare state (negara kesejahteraan) di banyak negara Eropa, Amerika Utara dan Australia. Dalam konteks itu, gagasan ini menjadi model dan perspektif masyarakat dunia, tidak terkecuali Indonesia, kendati tetap selalu ada nilai-nilai particularisme demokrasi. Diranah konsepsi, demokrasi secara genuine menawarkan konsep good governance, akuntabilitas, partisipasi dan kebebasan publik serta jaminan bagi penegakkan hukum. Berikut ini beberapa kerangka normatif demokrasi yang telah diakui mampu memberikan impact baik secara langsung dan tidak langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat:

1.Implementasi demokrasi secara generik memberi ruang luas bagi publik untuk melakukan kontrol ketat penyelenggaraan negara. Secara alamiah peran ini tumbuh dalam masyarakat. Kontrol ini adalah salah satu mekanisme demokrasi dalam rangka perwujudan akuntabilitas publik. Mekanisme alami ini sangat rentan (fragile) dan polemis bagi penguasa yang tidak bermoral dan korup.
2.Perwujudan paradigma Demokrasi bertumpu pada pemberdayaan masyarakat sipil. Mekanisme ini memberikan ruang dan beban partisipatif dalam pembangunan negara kepada semua elemen masyarakat. Partisipasi ini dipandang sebagai pengejawantahan tanggung jawab sosial secara secara kolektif dan memadai dari seluruh lapisan masyarakat. Disisi lain, partisipasi juga merupakan pembiasaan positif bagi proses pembelajaran natural publik dalam memaknai hakekat perbedaan dan penghormatan terhadap hukum dan aturan main.
3.Dalam konteks ekonomi, demokrasi memfasilitasi bagi distribusi dan akses ekonomi secara adil. Kepentingan publik (baca:mayoritas) menjadi bagian komitmen dan akuntabilitas penyelenggara negara. Negara menjadi fasilitator dan sekaligus regulator yang dapat menggaransi pencapaian peningkatan taraf hidup masyarakat melalui distribusi dan akses ekonomi yang berkeadilan.
4.Dalam perspektif konstitusi belum ada korelasi positif dan konsisten antara implementasi Pasal 33 (system perekonomian), Pasal 23 (system keuangan) dan Pasal 34 (system kesejahteraan sosial), sehingga antara demokrasi politik dan demokrasi budaya (cultural) belum melahirkan kesejahteraan sosial, baik lahir maupun bathin.

Pendidikan Politik bagi Demokrasi Indonesia yang Berkesejahteraan
Kualitas pendidikan berkorelasi positif dengan pembangunan demokrasi Indonesia yang berperspektif kesejahteraan. Pendidikan politik ini dibutuhkan bagi pembangunan kesadaran publik sehingga dapat menggaransi proses transisi demokrasi yang berjalan selama ini tidak melenceng dari cita-cita bangsa dan dibajak bagi kepentingan sementara elit politik. Sistem pendidikan nasional kita memberikan landasan konseptual yang kokoh bagi output watak dan karakter masyarakat Indonesia.
Dalam pasal 3 UU no 20/2003 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka kehidupan bangsa, selain bertujuan agar berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, akhlakul karimah, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam konteks ini, pendidikan politik kita secara khas mengacu pada keseimbangan pembentukan karater bangsa yang cerdas tapi religius demikian pula demokratis namun bertanggungjawab.
Dalam desain karakter semacam ini, karakter pendidikan politik individu bagi pengokohan demokrasi yang dimaksud mencakup kombinasi pembangunan kesadaran individual dan kolektif. Rakyat memahami hak-hak politiknya dan posisinya sebagai subyek politik yang menentukan bagi nasib dan masa depan bangsa. Setiap warga negara menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dalam menyeleksi, membuat dan mempertanggungjawabkan keputusan politik yang diambil secara mandiri. Selain itu, setiap warga negara memahami potensi dan mendayagunakan kapasitas dirinya bagi kepentingan masyarakat.
Pendidikan politik yang diamanahkan dalam UU Pendidikan kita melahirkan pula tanggung jawab lain, yakni lahirnya partisipasi dalam kontrol sosial. Partisipasi tersebut lahir dari tanggung jawab sosial untuk mengawal penyelenggaraan negara berada dalam jalur yang benar secara konstitusi dan sesuai dengan cita-cita bangsa. Pendidikan politik dalam perspektif ini telah membangun kesadaran kolektif bahwa didalam pelaksanaan hak melekat pula secara bersama-sama kewajiban dan tanggung jawab. Nilai penting pendidikan politik semacam inilah yang akan mengantarkan Indonesia sebagai negara demokratis yang berkesajahteraan, Insya Alloh.

H. Mutammimul 'Ula, SH
Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera



Selanjutnya......

Kamis, Juni 12, 2008

Kerjasama Namru 2 Jangan Dilanjutkan !


JAKARTA-Anggota Komisi I DPR, Mutammimul Ula meminta agar kerjasama Naval Medical Reasearch Unit 2 (Namru 2) antara Indonesia-Amerika tidak dilanjutkan. Permintaan ini dilontarkan mengingat tidak adanya keuntungan yang bisa diraih Indonesia dari kerjasama tersebut."Di bidang medis juga tidak ada terobosan yang signifikan dari laboratorium AS ini dalam membantu mengurangi penyakit-penyakit tropis di Indonesia," ujar Mastamim dalam rilis yang diterima okezone, Rabu (4/6/2008).
Meski kerjasama antara Indonesia-AS ini telah berlangsung sejak 30 tahun silam, namun dalam konteks capacity building pun tak menguntungkan bagi perguruan tinggi Indonesia yang ikut melakukan penelitian bersama Namru.
"Dengan UI misalnya hanya dihasilkan satu disertasi S3, 12 tesis S2 dan hanya lima publikasi. Hasil laporannya pun dinilai Menkes masih sangat minim," terangnya.
Ditambah lagi, lanjut Mastamim, adanya permintaan tambahan kekebalan diplomatik bagi staf Namru sangat berpotensi mengancam keamanan nasional. Sebab, sifat mobilitas mereka yang tinggi dan adanya kemudahan kerjasama dengan instansi-instansi di daerah sangat mengkhawatirkan kemanan nasional.
"Belum lagi motif ekonomi di balik sepak terjang Namru selama ini," lanjutnya.
Oleh karenanya, jika pemerintah bersikeras meneruskan kerjasama ini, maka pemerintah menurut Mastamim harus memastikan bahwa kerjasama yang digalangnya tidak keluar dari enam klausul yang disampaikan oleh Menkes, di antaranya transparansi, tidak adanya kekebalan diplomatik, larangan bagi pembuatan senjata biologis, larangan bagi komersialisasi, dan menyesuaikan dengan program Departemen Kesehatan.
"Klausul tersebut harus disepakati lebih dulu sebelum menentukan boleh tidaknya Namru di Indonesia," tukasnya.
Namru2 merupakan laboratorium milik Angkatan Laut Amerika yang berdiri sejak tahun 1970 silam. Laboratorium yang diduga berdiri untuk keperluan intelijen AS ini terletak di kawasan Percetakan Negara. Lokasinya dikelilingi gudang obat-obatan Departemen Kesehatan.
Suasana Namru 2 pun bagaikan wilayah Kedutaan Besar Amerika. Di laboratorium inilah disimpan berbagai macam virus dari seluruh pelosok Indonesia. Sebelum dibawa ke laboratorium CDC Atlanta, Amerika Serikat. (lut)(fit)
Sumber : Okezone
Edisi : Rabu, 04 Juni 2008




Selanjutnya......

SPIRITUALIS RASIONALIS


BAGI Mas Tammim, begitu ia biasa disapa, kehormatan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat ditentukan, salah satunya oleh seberapa besar manfaat yang dapat diberikannya bagi orang lain. ”Saya dan keluarga senang dengan kehidupaan sosial”, katanya. Lembaga legislatif merupakan salah satu lahan pengabdian sosial. Untuk itulah, sarjana hukum pertama di Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR ini merasa cocok tampil menjadi seorang legislator di senayan.Politikus yang senang bersilaturahmi ini berpandangan, terdapat lima pilar utama demokrasi. Partai politik yang mengakar, legislatif yang aspiratif, dan pemerintahan yang legitimatif. Dua pilar lagi, lembaga peradilan yang merdeka serta pers yang bebas tapi bertanggung jawab.
Dalam kerangka itu, lembaga legislatif berperan sebagai “hulu” bagi penyelenggaraan kehidupaan berbangsa dan bernegara. ”Kalau air dari hulunya jernih, maka hilirnya pun jernih. Jadi, kalau undang-undang yang dikeluarkan legislatif bagus, eksekutif mudah melaksanakan, sedikit konflik yang akan terjadi” kata anggota Komisi I dan anggota Badan Kehormatan DPR RI kelahiran Sragen, 02 April 1956 ini.
Karenanya, mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia ini berobsesi menjadikan lembaga legislatif sebagai lembaga terhormat dalam arti sebenarnya. Kehormatan tidak selalu dikaitkan dengan fasilitas yang dinikmati, tapi sebanding lurus dengan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Peran legislatif yang berbobot, baik dalam legislasi, budgeting, maupun kontrol.
Mas Tammim, yang tengah memasuki periode kedua sebagai legislator menilai, hasil reformasi selama delapan tahun telah menuai hasil, namun baru pada level “demokrasi prosedural” yang ditandai dengan pemilihan Presiden/Wakil Presiden dan pemilihan Kepala Daerah secara langsung, serta penggunaan hak angket oleh DPR, adanya MK, kekuasaan Kehakiman yang merdeka, dan institusi-institusi demokrasi lainnya. ”Tapi demokrasi substansial berupa rasa aman, kesejahteraan rakyat yang merata, pendidikan yang layak dan bermutu, sebagaimana tertera pada pembukaan UUD 1945, masih memerlukan proses yang panjang” kata alumnus Fakultas Hukum UNDIP Semarang ini.
Banyak tantangan yang harus diselesaikan. Pertama, faktor warisan masa lalu, mencakup penyimpangan keuangan negara (korupsi, kolusi, dan nepotisme), pelanggaran hak asasi manusia, persoalan perburuhan dan nasib kaum wanita, dan perselisihan pertanahan. ”Siapa pun Pemerintahnya jika mampu menyelesaikan masalah ini, maka pemerintahnya akan sukses”.
Kedua, kecenderungan materialisme sangat kuat. Proses politik menjadi serba uang. Ia mengungkapkan secara sederhana. Ada tiga kategori manusia: Spiritualis, orang yang takut melakukan kejahatan karena takut kepada Tuhan. Kalau pemimpin negeri ini dari golongan tersebut, negara akan baik.
Rasionalis, mereka tidak melakukan kejahatan (crime) karena kesadaran akalnya demi kebaikan dirinya dan orang lain. Ini tipikal negara modern sekuler.
Materialisme, berorientasi pada materi (harta, tahta, dan wanita). Kalau negara dipimpin golongan ini, negara akan hancur.
”Sejauh ini, kekuatan ketiga masih cukup dominan” kata ayah dari sebelas anak ini. Untuk itu, ia bermimpi orang-orang dari tipe spiritualis dan rasionalis dapat tampil memimpin negara ini. Hal ini akan lebih mudah terwujud, jika rakyat kompak, dalam setiap pilihan politiknya mendorong kaum spiritualis dan atau rasionalis maju ke depan untuk mengurus Republik ini.[Razak.Jurnas]




Selanjutnya......

Lebih Baik Jika Ahmadiyah Dibubarkan


(Jakarta) – Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mutammimul ‘Ula meminta kepada Jemaah Ahmadiyah untuk mendalami agama Islam dengan baik. “Agar tidak sesat,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, hari ini (10/6).
Sementara ini, Mutammimul menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) merupakan hal yang positif untuk menangani kasus Ahmadiyah.

Mutamimmul berharap, pemerintah diharapkan dapat mengawal pelaksaan SKB tersebut. “Saya berharap masyarakat luas bisa mengisi ruang kosong supaya aliran sesat tidak berkembang,” tegas anggota komisi bidang pertahanan ini.

Namun, dirinya mengatakan, pembubaran Ahmadiyah merupakan langkah yang lebih baik daripada hanya pelarangan semua kegiatan seperti yang tercantum dalam SKB tersebut. (Nurseffi/Mimie)
Sumber : theindonesianow
Edisi : Selasa, 10 Juni 2008




Selanjutnya......

Rabu, Juni 11, 2008

Mari Rayakan Kebebasan


AKHIRNYA, publik boleh bernafas lega. Mengapa? Ini terkait dengan pemenuhan hak-hak dasar yang dimiliki manusia, yakni hak atas informasi. Tak lama lagi, Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik akan di sahkan. RUU ini telah disepakati dalam Raker antara pemerintah dan DPR dan jika tidak ada aral melintang akan masuk dalam pengambilan keputusan tingkat II hari ini.

Jalan panjang dan terjal telah terlampaui. Sejak rancangan pertama diajukan di awal 2001 silam dan berakhir di tahun 2008, RUU ini mengalami banyak rintangan. Ketersendatan terjadi karena berbagai konflik kepentingan dan perbedaan yang sangat mendasar antara RUU versi pemerintah dan RUU versi inisiatif DPR. Salah satunya yang mengemuka mengenai BUMN/BUMD.

Keterjaminan Informasi
Di dalam resolusi 59 (1) yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa kebebasan informasi merupakan salah satu hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan menjadi perhatian PBB. Inilah hak yang melekat secara alamiah. Pada nyatanya, keangkuhan birokrasi Indonesia yang menganggap publik tidak berhak atas informasi sudah cukup menjelaskan mengapa akses informasi perlu dibuka. Daftar panjang kekecewaan publik karena tidak bisa mendapatkan informasi yang dikuasai pejabat publik adalah tanda hak itu belum tertunaikan. Ada banyak hal yang biasanya menjadi alasan mengapa pejabat publik enggan membuka kran informasi, entah itu dianggap rahasia negara, tidak tahu tempatnya, rahasia jabatan, dan berbagai alasan yang kadang tidak masuk diakal.

Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik yang kini bermetamorfosa menjadi Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik merupakan perjuangan panjang meruntuhkan rezim ketertutupan tersebut. Rezim ketertutupan menjadi kata kunci bagi sebuah rezim yang menganggap segala sesuatunya adalah rahasia negara, sehingga menyebabkan tidak adanya kontrol dari pihak lain sehingga kesewenang-wenangan pun dengan mudah terjadi. Penyalahgunaan sumber daya publik tidak terelakan dalam korupsi, kolusi dan nepotisme di setiap tingkatan pemerintahan.

Tujuan dari Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan program kebijakan dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Ruh atau essensi dari RUU ini adalah adanya prinsip transparansi dan akuntabilitas pejabat publik kepada masyarakatnya, karena dengan prinsip ini maka akan terjadi pemerintahan yang terbuka, demokratis, dan juga mau mendengarkan suara publik. Tata pemerintahan yang baik mensyaratkan pemerintahan yang terbuka dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu prasayarat untuk menciptakan pemerintahan yang terbuka. Penyelenggaraan yang terbuka tentu saja melibatkan adanya transparansi, keterbukaan dan partisipasi dan publik. RUU ini berusaha mengakomodir hal tersebut. Hanya saja, apakah hak publik untuk mendapatkan akses informasi bisa terpenuhi? RUU ini adalah jaminannya.

Semangat keterbukaan tersebut diindikasikan dengan terbukanya akses publik terhadap BUMN/BUMD. Selain judul, komisi informasi, pemidanaan, definisi badan publik pun menjadi perdebatan yang alot. Ada keengganan pemerintah membuka akses publik terhadap BUMN/BUMD. Akhirnya, pemerintah pun telah rela BUMN/BUMD dikategotikan ke dalam badan publik. Masyarakat sebagai stakeholder sekaligus share holder pun mendapatkan informasi yang memadai. Selebihnya adalah konsistensi dari Badan Publik untuk menunaikan hak-hak publik. Prinsip keterbukaan yang seluas-luasnya agar informasi yang dikelola badan publik terbuka dan pengecualian hanya berlaku untuk informasi tertentu yang dikecualikan.

Menyoal Pemidanaan
Salah satu hal yang cukup membuat banyak pihak menyoroti RUU KIP ini adalah sanksi pidana terhadap pengguna informasi publik. Salah satu sanksi pidana yang dihawatir tidak sesuai dengan semangat kebebasan memperolah informasi secara bebas oleh publik adalah Pasal 49 yang berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan informasi publik dan/atau melakukan penyimpangan pemanfaatan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Bagaimana mungkin informasi yang bersifat umum orang yang menggunakannya dapat dipidana?

Menyadari hal ini maka dalam rapat sinkronisasi bunyi pasal tersebut di rubah menjadi Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Dari rumuran ini diharapkan tidak tercadi tindak pidana dari pemanfaatan informasi publik secara melawan hukum. Jadi titik tekannya adalah cara penggunaan informasi masi publik tersebut. Rumusan ini memang belum cukup ideal namun sudah memberi rasa keadilan bagi dua sisi yaitu penyedia informasi publik dan pengguna informasi publik. Bagi penyedia maka kehawatiran informasi yang disediakan akan disalah gunakan tidak akan disalah gunakan oleh pihak lain. Sedang bagi pengguna ada sebuah jaminan ketersediaan informasi kecuali informasi yang dikecualikan. Sanksi pidana dalam KIP jangan dilihat sebagai upaya untuk menghalangi dan memandulkan kebebasan masyarakat untuk memperolah inffomasi publik, tapi adalah usaha membnagun masyrakat yang transparan bertanggung jawab. Sikap politik legislatif adalah jelas mendukung adanya keterbukaan. Tirani informasi merupakan rezim yang mesti diruntuhkan.

Sikap politik ini dimanifestasikan dengan usaha menuntaskan rancangan undang-undang ini dalam bentuknya yang sekarang. Langkah selanjutnya adalah bagaimana elemen terkait mensosialisasikan Undang-Undang ini kepada khalayak. Tujuannya tak lain agar tidak hanya segelintir orang saja yang mengetahui hak-haknya. Dan dalam penerapannya undang-undang ini dapat memberikan keuntungan kepada setiap orang. Sesungguhnya perjuangan mewujudkan pemerintahan yang baik dan terbuka tidak dapat dilakukan secara instan. Komitmen dan konsistensi dari semua pihak adalah sebuah keniscayaan. Dukungan akan adanya pemerintahan yang terbuka merupakan hal yang mutlak. Walau harus menunggu dua tahun lagi undang-undang KIP berlaku efektif. Selamat datang keterbukaan.

Selanjutnya......

Krakatau Steel Antara Pilihan Kepentingan


PERSOALAN privatisasi Krakatau Steel menjadi isu yang hangat dimedia masa. Ditengah menigkatnya harga baja di pasar internasional pemerintah berniat untuk melakukan privatisasi Krakatau Steel seberapa pesar menfaat privatisasi begi peningkatan kinerja dan pihak internal Krakatau Steel? Apakah cara privatisasi menguntungkan buat kepentingan bangsa dan masyarakat?


Keberadaan industri baja memegang peran vital dalam proses pembangunan, khususnya untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Pemerintah perlu untuk terus menggembangkan dan melindungi keberadaan industri bajanya agar tetap eksis dan berkembang.

Terlebih lagi, hingga saat ini Indonesia masih mengalami defisit baja akibat produksi baja yang dihasilkan industri baja nasional belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan baja nasional, sehingga Indonesia masih harus mengimpor produk baja dari negara lain. PT. Krakatau Steel (Persero) adalah merupakan salah satu pabrik baja terbesar di Indonesia. PT. Krakatau Steel memiliki fasilitas produksi yang lengkap dan serta ditunjang oleh fasilitas infrastruktur yang memadai. Karena berbagai fasilitas yang dimilikinya tersebut inilah, PT. Krakatau Steel merupakan satu-satunya pabrik baja yang memiliki fasilitas produksi dan infrastruktur yang paling terintegrasi di kawasan ASEAN.

Bukan Asal Laku
Kontroversi kasus Krakatau Steel pertama kali mencuat pada tahun 1999 karena banyak pihak menganggap rencana penjualan saham Krakatau Steel prosesnya dinilai misterius. Awalnya, para petinggi pabrik baja itu merencanakan kerja sama Krakatau dengan China Steel dan sebuah konsorsium dari Jerman pada masa Tanri Abeng menjabat mentri BUMN. Namun Protes meledak Tanri menunda privatisasi Krakatau sampai tahun 2000 dengan Alasannya menunggu pasaran baja membaik.

Saat ini gagasan untuk privatisasi Krakatau Steel dilontar oleh pemerintah kembali. Namun kali ini menggaet mitra yang baru sebagai pihak yang akan dijadikan mitra strategis dalam privatisasi Krakatau Steel.

Alasan pemerintah untuk melakuakn privatisasi Krakatau Steel adalah ketidak mampuan Krakatau Steel untuk meningkatkan kapasias produksinya. Padahal saat ini kondisi keuangan Krakatau sedangn sangat baik. Per April 2008, laba bersih Krakatu mencapai 425 miliar. Pada akhir 2008, laba bersih yang diperkirakan Rp 850 miliar kemungkinan diubah targetnya menjadi Rp 1,2 triliun. manajemen Krakatau berjanji sanggup menaikkan produksi dari tiga juta ton menjadi lima juta ton. Bahkan, prestasi keuangan dan manajerial perusahaan baja itu sejak 18 bulan terakhir lebih baik dibandingkan 5-7 tahun lalu.

Pemerintah tidak boleh tergesa-gesa untuk melakukan penjualan saham Krakatau Steel. Sehingga trekesal pokoknya laku terjual. Pertimbangan yang mendalam harus dilakukan khususnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan keberlangsungan pembangunan. Penjualan sahama Krakatau Steel tidak boleh dijadikan lahan bagi pihak-pihak yang ingin meraih keuntungan dari penjualan saham tersebut.


Mencari Jalan Lain
Pemerintah bersikeras untuk melakuakn privatisasi Privatisasi Krakatau Steel dalah dengan cara strategic sale dengan perushaan yang dianggap layak untuk meningkatkan kinerja Krakatau Steel. Ada tiga perusahaan baja dunia yang telah menyatakan minatnya untuk membeli saham KS, yakni ArcelorMittal, Blue Scope International, dan Essar Steel Holding. Namun, tampaknya pemerintah lebih condong untuk memilih Mittal sebagai mitra strategis Krakatau Steel. Ide Strategic sale sebenarnya sangat merugikan bagi pemerintah karena dapat menghilangkan kendali pemerintah terhadap Krakatau Steel. Selain itu, ketika pemerintah ingin melakukan pembilian kembali saham Krakatau Steel akan sulit dilakukan. Dengan demikian privatisasi Krakatau Steel dengan cara Strategic Sale sangat tidak menguntungkan bagi Krakatau Steel, Pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Pemerintah bersikeras untuk melakuakn privatisasi Privatisasi Krakatau Steel dalah dengan cara strategic sale dengan perushaan yang dianggap layak untuk meningkatkan kinerja Krakatau Steel. Ada tiga perusahaan baja dunia yang telah menyatakan minatnya untuk membeli saham KS, yakni ArcelorMittal, Blue Scope International, dan Essar Steel Holding. Namun, tampaknya pemerintah lebih condong untuk memilih Mittal sebagai mitra strategis Krakatau Steel. Ide Strategic sale sebenarnya sangat merugikan bagi pemerintah karena dapat menghilangkan kendali pemerintah terhadap Krakatau Steel. Selain itu, ketika pemerintah ingin melakukan pembilian kembali saham Krakatau Steel akan sulit dilakukan. Dengan demikian privatisasi Krakatau Steel dengan cara Strategic Sale sangat tidak menguntungkan bagi Krakatau Steel, Pemerintah dan masyarakat Indonesia.

sebenarnya ide privatisasi Krakatau Steel bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kinerja ini. Ada cara lain yang dapat ditempuh untuk memperoleh dana guna meningkatkan produktipitas dan ekspansi Krakatau Steel. Salah satu cara yang sangat mudah adalah mencari pinjaman dari dunia perbankan baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. kondisi keuangan Krakatau yang sehat memungkinkan opsi pinjaman. Untuk pengembangan kapasitas produksi menjadi 5 juta ton pada 2011 dibutuhkan dana sekitar Rp 8,16 triliun.

Pertimbangan yang perlu diperhatikan bahwa dalam APBN 2008 Privatisasi Krakatau Steel tidak masuk daftar. Padahal Dalam Pasal 3 PP No 33 Tahun 2005 disebutkan Pemerintah dapat melakukan Privatisasi setelah DPR-RI memberikan persetujuan atas RAPBN yang didalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil Privatisasi.
Kalaupun pemerintah ingin meningkatkan kompetisi pasar industry baja cara yang dapat dilakukan adalah mengundang investor untuk mendirikan pabrik baja bari di dalam negeri. Dengan adanya pabrik baja baru akan menimbulkan semangat persaingan sehat sesama produsen baja. Selain membangun iklim yang fair juga akan memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.

Pemerintah tidak boleh melakukan kesalahan yang sama seperti penjualan Indosat. Penjualan saham pemerintah kepada pihak asing pada akhirnya menimbulkan monopoli saham telekomuniasi Indonseia ditangan Temasek Singapura. Padahan dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Pratek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat melarang suatu perusahaan menguasai pasar secara monopoli. Bila pemerintah menjual sahamnya kepada satu pihak tertentu dihawatirkan akan menimbulkan persaingan tidak sehat dan monopoli pasar baja ditangan swasta. Jelas ini betentangan dengan undang-undang dan merugikan pemerintah sendiri.

Kehawatiran paling besar bagi kita adalah pemerintah bakal kehilangan kedaulatan ekonomi. Padahal Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 mengamanatkan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dukuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Bila Krakatau dikuasai swasta maka harga baja didalam negeri tidak terkontrol dan pemerintah kehilangan kendali. Padahal banyak piahk yang sangat menggantungkan diri terhadap Krakatau Steel. Hal ini juga berkaitan dengan industry pertahanan dalam negeri (PINDAD dan PT PAL) bahan bakunya tergantung pada Krakatau Steel.

Kalaupun pada akhirnya pemerintah tetap berkeinginan untuk melakukan privatisasi maka cara yang palng aman adalah dengan cara Initial Public Offering (lPO). IPO merupakan stategi privatisasi BUMN dengan cara menjual sebagian saham yang dikuasai pemeritah kepada investor public untuk pertama kalinya. Artinya saham BUMN tersebut belum pernah dijual melalui pasar modal pada waktu sebelumnya. Metode IPO dapat menghasilkan dana segar dalam jumlah yang besar bagi pemerintah tanpa harus kehilangan kendali atas Krakatau Steel.
investor public pada umumnya membeli saham untuk tujuan investasi dengan persentase kepemilikan yang relative kecil. Pada umumnya mereka tidak bermaksud untuk ikut serta dalam kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian IPO cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan diprivatisasi jumlahnya cukup besar, memiliki kondisi keuangan yang baik, memiliki kinerja manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksnakan IPO.

Apapun pilihan yang akan diambil pemerintah kepentingan jangka panjang harus menjadi pertimbangan utama. Usaha baja adalah bidang yang sangat penting untuk pembangunan apalagi ditengah meroketnya harga baja di pasar Internasional. Semoga pemerintah memperhatikan suara-suara masyarakat dan suara DPR. Semoga!

Selanjutnya......
Template by - Abdul Munir - 2008