MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Rabu, Juni 11, 2008

Krakatau Steel Antara Pilihan Kepentingan


PERSOALAN privatisasi Krakatau Steel menjadi isu yang hangat dimedia masa. Ditengah menigkatnya harga baja di pasar internasional pemerintah berniat untuk melakukan privatisasi Krakatau Steel seberapa pesar menfaat privatisasi begi peningkatan kinerja dan pihak internal Krakatau Steel? Apakah cara privatisasi menguntungkan buat kepentingan bangsa dan masyarakat?


Keberadaan industri baja memegang peran vital dalam proses pembangunan, khususnya untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Pemerintah perlu untuk terus menggembangkan dan melindungi keberadaan industri bajanya agar tetap eksis dan berkembang.

Terlebih lagi, hingga saat ini Indonesia masih mengalami defisit baja akibat produksi baja yang dihasilkan industri baja nasional belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan baja nasional, sehingga Indonesia masih harus mengimpor produk baja dari negara lain. PT. Krakatau Steel (Persero) adalah merupakan salah satu pabrik baja terbesar di Indonesia. PT. Krakatau Steel memiliki fasilitas produksi yang lengkap dan serta ditunjang oleh fasilitas infrastruktur yang memadai. Karena berbagai fasilitas yang dimilikinya tersebut inilah, PT. Krakatau Steel merupakan satu-satunya pabrik baja yang memiliki fasilitas produksi dan infrastruktur yang paling terintegrasi di kawasan ASEAN.

Bukan Asal Laku
Kontroversi kasus Krakatau Steel pertama kali mencuat pada tahun 1999 karena banyak pihak menganggap rencana penjualan saham Krakatau Steel prosesnya dinilai misterius. Awalnya, para petinggi pabrik baja itu merencanakan kerja sama Krakatau dengan China Steel dan sebuah konsorsium dari Jerman pada masa Tanri Abeng menjabat mentri BUMN. Namun Protes meledak Tanri menunda privatisasi Krakatau sampai tahun 2000 dengan Alasannya menunggu pasaran baja membaik.

Saat ini gagasan untuk privatisasi Krakatau Steel dilontar oleh pemerintah kembali. Namun kali ini menggaet mitra yang baru sebagai pihak yang akan dijadikan mitra strategis dalam privatisasi Krakatau Steel.

Alasan pemerintah untuk melakuakn privatisasi Krakatau Steel adalah ketidak mampuan Krakatau Steel untuk meningkatkan kapasias produksinya. Padahal saat ini kondisi keuangan Krakatau sedangn sangat baik. Per April 2008, laba bersih Krakatu mencapai 425 miliar. Pada akhir 2008, laba bersih yang diperkirakan Rp 850 miliar kemungkinan diubah targetnya menjadi Rp 1,2 triliun. manajemen Krakatau berjanji sanggup menaikkan produksi dari tiga juta ton menjadi lima juta ton. Bahkan, prestasi keuangan dan manajerial perusahaan baja itu sejak 18 bulan terakhir lebih baik dibandingkan 5-7 tahun lalu.

Pemerintah tidak boleh tergesa-gesa untuk melakukan penjualan saham Krakatau Steel. Sehingga trekesal pokoknya laku terjual. Pertimbangan yang mendalam harus dilakukan khususnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan keberlangsungan pembangunan. Penjualan sahama Krakatau Steel tidak boleh dijadikan lahan bagi pihak-pihak yang ingin meraih keuntungan dari penjualan saham tersebut.


Mencari Jalan Lain
Pemerintah bersikeras untuk melakuakn privatisasi Privatisasi Krakatau Steel dalah dengan cara strategic sale dengan perushaan yang dianggap layak untuk meningkatkan kinerja Krakatau Steel. Ada tiga perusahaan baja dunia yang telah menyatakan minatnya untuk membeli saham KS, yakni ArcelorMittal, Blue Scope International, dan Essar Steel Holding. Namun, tampaknya pemerintah lebih condong untuk memilih Mittal sebagai mitra strategis Krakatau Steel. Ide Strategic sale sebenarnya sangat merugikan bagi pemerintah karena dapat menghilangkan kendali pemerintah terhadap Krakatau Steel. Selain itu, ketika pemerintah ingin melakukan pembilian kembali saham Krakatau Steel akan sulit dilakukan. Dengan demikian privatisasi Krakatau Steel dengan cara Strategic Sale sangat tidak menguntungkan bagi Krakatau Steel, Pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Pemerintah bersikeras untuk melakuakn privatisasi Privatisasi Krakatau Steel dalah dengan cara strategic sale dengan perushaan yang dianggap layak untuk meningkatkan kinerja Krakatau Steel. Ada tiga perusahaan baja dunia yang telah menyatakan minatnya untuk membeli saham KS, yakni ArcelorMittal, Blue Scope International, dan Essar Steel Holding. Namun, tampaknya pemerintah lebih condong untuk memilih Mittal sebagai mitra strategis Krakatau Steel. Ide Strategic sale sebenarnya sangat merugikan bagi pemerintah karena dapat menghilangkan kendali pemerintah terhadap Krakatau Steel. Selain itu, ketika pemerintah ingin melakukan pembilian kembali saham Krakatau Steel akan sulit dilakukan. Dengan demikian privatisasi Krakatau Steel dengan cara Strategic Sale sangat tidak menguntungkan bagi Krakatau Steel, Pemerintah dan masyarakat Indonesia.

sebenarnya ide privatisasi Krakatau Steel bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kinerja ini. Ada cara lain yang dapat ditempuh untuk memperoleh dana guna meningkatkan produktipitas dan ekspansi Krakatau Steel. Salah satu cara yang sangat mudah adalah mencari pinjaman dari dunia perbankan baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. kondisi keuangan Krakatau yang sehat memungkinkan opsi pinjaman. Untuk pengembangan kapasitas produksi menjadi 5 juta ton pada 2011 dibutuhkan dana sekitar Rp 8,16 triliun.

Pertimbangan yang perlu diperhatikan bahwa dalam APBN 2008 Privatisasi Krakatau Steel tidak masuk daftar. Padahal Dalam Pasal 3 PP No 33 Tahun 2005 disebutkan Pemerintah dapat melakukan Privatisasi setelah DPR-RI memberikan persetujuan atas RAPBN yang didalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil Privatisasi.
Kalaupun pemerintah ingin meningkatkan kompetisi pasar industry baja cara yang dapat dilakukan adalah mengundang investor untuk mendirikan pabrik baja bari di dalam negeri. Dengan adanya pabrik baja baru akan menimbulkan semangat persaingan sehat sesama produsen baja. Selain membangun iklim yang fair juga akan memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.

Pemerintah tidak boleh melakukan kesalahan yang sama seperti penjualan Indosat. Penjualan saham pemerintah kepada pihak asing pada akhirnya menimbulkan monopoli saham telekomuniasi Indonseia ditangan Temasek Singapura. Padahan dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Pratek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat melarang suatu perusahaan menguasai pasar secara monopoli. Bila pemerintah menjual sahamnya kepada satu pihak tertentu dihawatirkan akan menimbulkan persaingan tidak sehat dan monopoli pasar baja ditangan swasta. Jelas ini betentangan dengan undang-undang dan merugikan pemerintah sendiri.

Kehawatiran paling besar bagi kita adalah pemerintah bakal kehilangan kedaulatan ekonomi. Padahal Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 mengamanatkan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dukuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Bila Krakatau dikuasai swasta maka harga baja didalam negeri tidak terkontrol dan pemerintah kehilangan kendali. Padahal banyak piahk yang sangat menggantungkan diri terhadap Krakatau Steel. Hal ini juga berkaitan dengan industry pertahanan dalam negeri (PINDAD dan PT PAL) bahan bakunya tergantung pada Krakatau Steel.

Kalaupun pada akhirnya pemerintah tetap berkeinginan untuk melakukan privatisasi maka cara yang palng aman adalah dengan cara Initial Public Offering (lPO). IPO merupakan stategi privatisasi BUMN dengan cara menjual sebagian saham yang dikuasai pemeritah kepada investor public untuk pertama kalinya. Artinya saham BUMN tersebut belum pernah dijual melalui pasar modal pada waktu sebelumnya. Metode IPO dapat menghasilkan dana segar dalam jumlah yang besar bagi pemerintah tanpa harus kehilangan kendali atas Krakatau Steel.
investor public pada umumnya membeli saham untuk tujuan investasi dengan persentase kepemilikan yang relative kecil. Pada umumnya mereka tidak bermaksud untuk ikut serta dalam kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian IPO cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan diprivatisasi jumlahnya cukup besar, memiliki kondisi keuangan yang baik, memiliki kinerja manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksnakan IPO.

Apapun pilihan yang akan diambil pemerintah kepentingan jangka panjang harus menjadi pertimbangan utama. Usaha baja adalah bidang yang sangat penting untuk pembangunan apalagi ditengah meroketnya harga baja di pasar Internasional. Semoga pemerintah memperhatikan suara-suara masyarakat dan suara DPR. Semoga!

1 komentar:

Unknown mengatakan...

tulisannya bagus pak, ingat hukum islam melarang privatisasi sektor publik. Annasu syurokai fi tsalatsin fil mai wal kalai wannar (al hadits). ok pak.

Template by - Abdul Munir - 2008