MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Rabu, Juni 11, 2008

Mari Rayakan Kebebasan


AKHIRNYA, publik boleh bernafas lega. Mengapa? Ini terkait dengan pemenuhan hak-hak dasar yang dimiliki manusia, yakni hak atas informasi. Tak lama lagi, Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik akan di sahkan. RUU ini telah disepakati dalam Raker antara pemerintah dan DPR dan jika tidak ada aral melintang akan masuk dalam pengambilan keputusan tingkat II hari ini.

Jalan panjang dan terjal telah terlampaui. Sejak rancangan pertama diajukan di awal 2001 silam dan berakhir di tahun 2008, RUU ini mengalami banyak rintangan. Ketersendatan terjadi karena berbagai konflik kepentingan dan perbedaan yang sangat mendasar antara RUU versi pemerintah dan RUU versi inisiatif DPR. Salah satunya yang mengemuka mengenai BUMN/BUMD.

Keterjaminan Informasi
Di dalam resolusi 59 (1) yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa kebebasan informasi merupakan salah satu hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan menjadi perhatian PBB. Inilah hak yang melekat secara alamiah. Pada nyatanya, keangkuhan birokrasi Indonesia yang menganggap publik tidak berhak atas informasi sudah cukup menjelaskan mengapa akses informasi perlu dibuka. Daftar panjang kekecewaan publik karena tidak bisa mendapatkan informasi yang dikuasai pejabat publik adalah tanda hak itu belum tertunaikan. Ada banyak hal yang biasanya menjadi alasan mengapa pejabat publik enggan membuka kran informasi, entah itu dianggap rahasia negara, tidak tahu tempatnya, rahasia jabatan, dan berbagai alasan yang kadang tidak masuk diakal.

Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik yang kini bermetamorfosa menjadi Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik merupakan perjuangan panjang meruntuhkan rezim ketertutupan tersebut. Rezim ketertutupan menjadi kata kunci bagi sebuah rezim yang menganggap segala sesuatunya adalah rahasia negara, sehingga menyebabkan tidak adanya kontrol dari pihak lain sehingga kesewenang-wenangan pun dengan mudah terjadi. Penyalahgunaan sumber daya publik tidak terelakan dalam korupsi, kolusi dan nepotisme di setiap tingkatan pemerintahan.

Tujuan dari Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan program kebijakan dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Ruh atau essensi dari RUU ini adalah adanya prinsip transparansi dan akuntabilitas pejabat publik kepada masyarakatnya, karena dengan prinsip ini maka akan terjadi pemerintahan yang terbuka, demokratis, dan juga mau mendengarkan suara publik. Tata pemerintahan yang baik mensyaratkan pemerintahan yang terbuka dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu prasayarat untuk menciptakan pemerintahan yang terbuka. Penyelenggaraan yang terbuka tentu saja melibatkan adanya transparansi, keterbukaan dan partisipasi dan publik. RUU ini berusaha mengakomodir hal tersebut. Hanya saja, apakah hak publik untuk mendapatkan akses informasi bisa terpenuhi? RUU ini adalah jaminannya.

Semangat keterbukaan tersebut diindikasikan dengan terbukanya akses publik terhadap BUMN/BUMD. Selain judul, komisi informasi, pemidanaan, definisi badan publik pun menjadi perdebatan yang alot. Ada keengganan pemerintah membuka akses publik terhadap BUMN/BUMD. Akhirnya, pemerintah pun telah rela BUMN/BUMD dikategotikan ke dalam badan publik. Masyarakat sebagai stakeholder sekaligus share holder pun mendapatkan informasi yang memadai. Selebihnya adalah konsistensi dari Badan Publik untuk menunaikan hak-hak publik. Prinsip keterbukaan yang seluas-luasnya agar informasi yang dikelola badan publik terbuka dan pengecualian hanya berlaku untuk informasi tertentu yang dikecualikan.

Menyoal Pemidanaan
Salah satu hal yang cukup membuat banyak pihak menyoroti RUU KIP ini adalah sanksi pidana terhadap pengguna informasi publik. Salah satu sanksi pidana yang dihawatir tidak sesuai dengan semangat kebebasan memperolah informasi secara bebas oleh publik adalah Pasal 49 yang berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan informasi publik dan/atau melakukan penyimpangan pemanfaatan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Bagaimana mungkin informasi yang bersifat umum orang yang menggunakannya dapat dipidana?

Menyadari hal ini maka dalam rapat sinkronisasi bunyi pasal tersebut di rubah menjadi Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Dari rumuran ini diharapkan tidak tercadi tindak pidana dari pemanfaatan informasi publik secara melawan hukum. Jadi titik tekannya adalah cara penggunaan informasi masi publik tersebut. Rumusan ini memang belum cukup ideal namun sudah memberi rasa keadilan bagi dua sisi yaitu penyedia informasi publik dan pengguna informasi publik. Bagi penyedia maka kehawatiran informasi yang disediakan akan disalah gunakan tidak akan disalah gunakan oleh pihak lain. Sedang bagi pengguna ada sebuah jaminan ketersediaan informasi kecuali informasi yang dikecualikan. Sanksi pidana dalam KIP jangan dilihat sebagai upaya untuk menghalangi dan memandulkan kebebasan masyarakat untuk memperolah inffomasi publik, tapi adalah usaha membnagun masyrakat yang transparan bertanggung jawab. Sikap politik legislatif adalah jelas mendukung adanya keterbukaan. Tirani informasi merupakan rezim yang mesti diruntuhkan.

Sikap politik ini dimanifestasikan dengan usaha menuntaskan rancangan undang-undang ini dalam bentuknya yang sekarang. Langkah selanjutnya adalah bagaimana elemen terkait mensosialisasikan Undang-Undang ini kepada khalayak. Tujuannya tak lain agar tidak hanya segelintir orang saja yang mengetahui hak-haknya. Dan dalam penerapannya undang-undang ini dapat memberikan keuntungan kepada setiap orang. Sesungguhnya perjuangan mewujudkan pemerintahan yang baik dan terbuka tidak dapat dilakukan secara instan. Komitmen dan konsistensi dari semua pihak adalah sebuah keniscayaan. Dukungan akan adanya pemerintahan yang terbuka merupakan hal yang mutlak. Walau harus menunggu dua tahun lagi undang-undang KIP berlaku efektif. Selamat datang keterbukaan.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008