MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Senin, Maret 02, 2009

PKS Dorong Hapus Struktur Komando Teritorial


JAKARTA - Sebuah isu politik yang cukup sensitif coba dimainkan PKS dalam Pemilu 2009. Isu itu adalah pembubaran struktur komando teritorial (koter), seperti kodam, kodim, korem, koramil, dan babinsa, yang masih hidup di tubuh TNI.
''Sebaiknya diganti dengan pos-pos satuan tempur yang terkonsentrasi di tempat-tempat strategis,'' kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Jakarta kemarin (1/3).

Pertimbangannya, lanjut dia, adalah kemudahan memobilisasi pasukan bila ada ancaman terhadap pertahanan dan eksistensi negara.

''Jadi, tidak ada lagi fungsi pembinaan dan pengamanan wilayah dalam kondisi normal. Itu sepenuhnya menjadi fungsi Polri,'' ujarnya.

Menurut Mahfudz, keberadaan koter sebagai ekspresi dwifungsi ABRI di masa lalu adalah warisan rezim Orba yang ingin membangun konsolidasi politik dan keamanan nasional. Ketika kondisi politik sudah solid dan gangguan keamanan semakin berkurang, tegas dia, koter kehilangan relevansinya.

Meski begitu, Mahfudz mengakui bahwa penghapusan koter perlu dilakukan secara bertahap. Di beberapa daerah yang rawan, seperti Papua, Maluku, NTT, dan Aceh, pola koter bisa ditoleransi untuk tetap dipertahankan. ''Daerah-daerah aman sudah bisa diterapkan,'' tegasnya.

Tidak khawatir isu itu akan menyinggung TNI? ''Justru kami munculkan gagasan ini dengan mempertimbangkan kadaulatan negara,'' jawab ketua Fraksi PKS di DPR tersebut. Dia menyebut kedaulatan kawasan maritim, penjarahan kekayaan laut, dan longgarnya jalur-jalur illegal logging ke luar negeri justru luput dari jangkauan militer.

''Maka, harus ada pemetaan ulang di mana TNI ditempatkan dan orientasinya lebih kepada ancaman eksternal,'' tandasnya.

Anggota Komisi I FPKS Mutammimul 'Ula mengatakan, ke depan struktur TNI tidak banyak berubah bila tanpa dorongan politik dari eksternal. Sebab, TNI masih menggunakan model internal security, bukannya external security.

''Ini bisa dilihat dari rencana pembentukan kodam baru di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, serta Irian Jaya Barat,'' ujarnya. Semakin besarnya gelar kekuatan kewilayahan itu, lanjut Mutammimul, akan memengaruhi agenda reformasi TNI pasca 2009.

Dia mengakui reformasi TNI memang cenderung berjalan lamban. Salah satu penyebabnya, negara belum menyediakan anggaran yang memadai. Konsekuensinya, sulit meningkatkan performance alutsista (alat utama sistem persenjataan) dan rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit.

''Maka, sulit membentuk prajurit TNI yang profesional,'' katanya. Rule of law yang belum tuntas, kelambanan pemerintah dalam menertibkan bisnis TNI, dan belum jelasnya penyelesaian RUU Peradilan Militer menambah berat beban reformasi militer.

Kondisi itu kian diperburuk dengan semakin melemahnya pengawalan dari masyarakat sipil terhadap reformasi TNI. Padahal, sedang terjadi penguatan posisi tawar para purnawirawan TNI.

''Saat ini banyak purnawirawan TNI yang berminat dalam kontestasi pilpres dan pemilihan legislatif. Jadi kemungkinannya, DPR periode depan ini akan banyak purnawirawan TNI yang duduk di parlemen,'' bebernya.

Banyaknya jumlah para purnawirawan, tegas Mutammimul, akan memengaruhi peran partai politik dalam mengawal dan mendesak terlaksananya reformasi TNI. (pri/tof)

JAWAPOS edisi Senin, 02 Maret 2009

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008