MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Senin, Maret 02, 2009

Catatan Penting Reformasi TNI Pasca 2009


TIDAK terasa saat ini kita telah memasuki satu dekade reformasi TNI. Telah banyak yang berubah dalam diri TNI. Hal ini ditandai dengan pemisahan diri Polisi dari ABRI, dihasilkannya UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Pengaturan Organisasi TNI dalam UU Nomor 34 Tahun 2004.
TNI telah dilepaskan dari kegiatan politik praktis dan ada upaya unuk menjadikan TNI lebih profesional baik dari aspek doktrin, kultural dan postur. Namun persoalan reformasi TNI masih belum banyak menyentuh akar persoalan. Reformasi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-undang Reformasi ternyata berjalan semakin lamban dan bila tidak dikawal dengan sungguh-sungguh bisa mengalami stagnasi.

Presiden SBY dalam HUT ke-63 TNI, Selasa 14 Oktober 2008 di Dermaga Ujung Madura, Markas Komando Armada Kawasan Timur, Surabaya mengatakan bahwa selama satu dasawarsa ini, reformasi internal TNI telah berlangsung dengan baik. Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Santoso dalam amanat tertulisnya dalam ulang tahun TNI ke-63 pada 10 Oktober 2008 lalu mengatakan bahwa refomasi TNI telah berjalan dengan lancar dan berhasil walau masih perlu kajian dan evaluasi. Bahkan, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pun mengklaim reformasi internal TNI telah berjalan 85 persen.

Kekuatan TNI

Postur ril Pertahanan Indonesia bisa dilihat dari kondisi kekuatan hari ini. Kondisi kekuatan personel TNI hingga saat ini mencapai 383.870 orang (0,17%) dari 220 juta penduduk Indonesia, yang terdiri dari 298.517 orang TNI Angkatan Darat, 60.963 orang TNI Angkatan Laut, 28.390 orang TNI Angkatan Udara, dan 68.647 PNS TNI. Jumlah kekuatan personil TNI tersebut jika dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia masih belum seimbang.

Kekuatan Alutsista TNI Angkatan Darat sebagian besar masih bertumpu pada aset lama yang meliputi 1.261 unit Ranpur, namun yang siap operasi 799 unit, 59.842 unit Ranmor namun yang siap operasi 52.165 unit, 538.469 pucuk senjata dengan berbagai jenis yang siap operasi 392.431 pucuk. Dan pesawat terbang 53 unit dari bebagai jenis yang siap operasi 27 unit.

Kekuatan Alutsista Angkatan Laut meliputi pertama, unsur kapal terdiri dari Striking force 18 unit, Patrilling Force 58 unit, supporting force 67 unit, dan KAL 317 unit yang siap operasi 76. Dua, unsure pesawat udara terdiri dari 65 unit dari berbagai jenis yang siap operasi 39. Ketiga ranpur marinir 410 unit yang siap operasi 157 unit.

Kekuatan Alutsista Angkatan Udara bertumpu pada pesawat tempur, pesawat angkut, pesawat helikopter, maupun jenis pesawat lainnya serta peralatan rudal dan radar yang meliputi 234 unit pesawat berbagai jenis dengan kondisi siap operasi 57%, radar 17 unit dengan kondisi siap operasi 88,8%, rudal QW-3 untuk operasional Paskhas dengan kondisi siap operasi 100%.

Ringkasnya, kondisi TNI kita baik dari segi SDM maupun sarana dan prasarana termasuk Alutsista masih jauh untuk menjadi postur pertahanan negara yang memiliki minimum essential forces. Apalagi dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk.

Walau secara Alutsista TNI kita masih jauh dari kriteria profesional, ada hal yang membuat TNI kita pantas dibanggakan yaitu TNI kita memiliki semangat juang yang tinggi. Keterbatasan Alusista tidak membuat para prajurit TNI menjadi kehilangan semangat juang. Man behind the Gun kita telah memiliki militansi berjuang yang tidak kalah dengan tentara negara lain yang hanya semata-mata profesional. TNI kita menjadi garda terdepan dalam mempertahankan NKRI sesuai dengan doktrin TNI bahwa tentara kita tidak semata-mata tentara profesional tetapi juga tentara rakyat dan tentara pejuang.

Persoalan dalam Reformasi TNI

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lambannya reformasi TNI. Kendala tersebut antara lain :
1. Negara belum menyediakan anggaran bagi TNI yang memadai.
TNI sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam bidang pertahanan negara sangat bergantung pada berapa besar anggaran pertahanan yang dialokasikan Pemerintah. Secara nasional anggaran pertahanan mengalami kenaikan, namun berdasarkan rasio PDB sejak tahun 2006 terus mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2008 berada pada rasio 0,79% terhadap PDB sekitar Rp 33,678 miliar (sebagai bahan banding, negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada umumnya memiliki rasio lebih tinggi, anggaran pertahanan bahkan berkisar 4 % - 5 % PDB). Dari jumlah tersebut sekitar 67 % merupakan anggaran rutin sedangkan 33% untuk pembangunan pertahanan. Konsekuensi dari rendahnya anggaran pertahanan adalah sulitnya untuk meningkatkan performance Alusista dan rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit. Rendahnya tingkat anggaran TNI berdamapak sulitnya membentuk prajurit TNI yang profesional yaitu prajurit yang diberi perlengkapan dengan baik dan dicukupi kebutuhannya.

2. Regulasi yang belum selesai sebagai rule of law bagi TNI.
UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI dan UU Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan. Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 ada beberapa regulasi yang belum dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu pertama, ketentuan operasional hubungan Dephan dengan TNI (Pasal 3), kedua, prosedur perbantuan TNI kepada Polri (Pasal 7). Ketiga, peraturan pemberdayaan wilayah untuk kepentingan pertahanan. Keempat, komponen cadangan dan pendukung pertahanan lainnya. Kelima, peraturan pemerintah tentang kesejahteraan prajurit (Pasal 49 dan Pasal 50). Keenam, pengaturan operasional gelar TNI (penjelasan 11). Regulasi yang belum selesai dari UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan adalah belum membentuk Dewan Pertahanan Nasional. Padahal dalam Pasal 75 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengamanatkan agar segala peraturan pelaksanan undang-undang TNI ditetapkan paling lambat dua tahun sejak berlakunya undang-undang.

3. Peningkatan kapasitas politik sipil
Sistem demokrasi yang kita bangun ternyata masih sebatas demokrasi prosedural. Demokrasi kita baru sebatas pembentukan institusi-institusi baru namun belum dapat mewujudkan demokrasi yang substansial yaitu kesejahteraan rakyat (welfare state). Manajemen konflik dari partai politik yang belum matang mengakibatkan lemahnya posisi tawar sipil terhadap TNI.

4. Lambannya Pemerintah dalam menertibkan bisnis TNI
Tim Nasional Pengambilalihan aktivitas bisnis TNI yang dibentuk Pemerintah telah menemukan bahwa TNI saat ini telah menguasai 23 yayasan yang menaungi 53 perseroan terbatas. TNI juga mengoperasikan 1.098 unit koperasi yang juga menggerakan 2 perseroan terbatas. serta memanfaatkan barang milik negara yang dikelola pihak ketiga. Timnas PAB TNI juga menemukan adanya penguasaan 1.618 bidang tanah seluas 16.544,54 hektare; 3.470 bidang tanah dan bangunan seluas 8.435,81 hektare; serta 6.699 unit gedung seluas 37,57 hektare.
Timnas PAB TNI merekomendasikan pengalihan aktivitas bisnis TNI dengan cara : Pertama, penataan dan reposisi semua yayasan, termasuk koperasi dan BMN, kecuali koperasi primer (primkop). Alasan Timnas tidak mereposisi koperasi primer karena bidang usaha ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit. "Primer koperasi tetap dipertahankan. Timnas PAB TNI akan mengembalikan BMN yang tidak sesuai tugas pokok dan fungsi ke Menteri Keuangan. Sedangkan BMN yang digunakan oleh pihak ketiga harus ditertibkan mengacu pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, Timnas PAB TNI juga merekomendasikan reposisi dan penataan bisnis militer dengan menggabungkan yayasan dan koperasi milik TNI dengan bidang usaha sejenis di bawah Departemen Pertahanan. Kemudian akan diberlakukan legal audit dan financial audit menyeluruh terhadap yayasan dan koperasi milik TNI. Ketiga, primkop TNI akan digantikan dengan satuan kerja yang dibentuk di bawah Dephan, sehingga lebih berperan memberikan pelayanan pada prajurit. Satuan kerja ini bahkan melekat ketika pasukan berada di medan tempur.
Sampai saat ini Presiden belum menentukan pilihan terhadap ketiga rekomendasi yang dikeluarkan oleh Timnas PAB. Keterlambatan penentuan pilihan akan berdampak semakin tidak menentunya masa depan bisnis-bisnis TNI dan dimungkinkanya pengalihan aset-aset bisnis tersebut secara illegal.

5. Belum jelasnya penyelesaian RUU Peradilan Militer
Saat ini Pansus RUU Peradilan Militer masih belum jelas akhirnya. Pembahasannya terasa sangat alot di DPR. Pihak TNI masih menolak aspirasi yang menginginkan agar peradilan umum diterapkan bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum. Sistem peradilan militer yang saat ini menangani tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota TNI sangat tidak memadai. Baik itu aparat penyidiknya maupun majelis hakim yang akan menyidangkan di pengadilan. Pihak TNI seolah terbebani secara psikologis bila di diperiksa dalam sistem peradilan umum ketika melakukan tindak pidana umum.

Momentum Krusial Reformasi TNI

Pemilu 2009 dan pemerintahan baru hasil pemilu 2009 menjadi momentum krusial bagi kelanjutan reformasi TNI. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi reformasi TNI pasca 2009 yaitu :

Pertama TNI masih menggunakan model internal security dan bukan external security. Hal ini bisa dilihat dari pengembangan postur pertahanan negara yang di buat Departemen pertahanan dengan Peraturan Menteri Pertahanan No PER/24/M/XII/2007. hal ini bisa diliat dari rencana pembentukan Kodam baru yang akan dibentuk di wilayah Kalimantan Barat dan Kaliamntan Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah serta Irian Jaya Barat besarnya gelar kekuatan kewilayahan membuat struktr TNI tidak akan banyak berubah.

Kedua, pengawalan terhadap reformasi TNI oleh masyarakat sipil semakin melemah. Kejenuhan terhadap jangka waktu yang lama untuk mengharapkan perubahan terhadap diri TNI, tentunya berdampak pada posisi yang hopeless bagi masyarakat dan masyarakat sipil akan semakin sulit mengkonsilidasi diri untuk terus mengawal reformasi TNI.

Ketiga. terjadinya penguatan posisi tawar para purnawirawan TNI. Saat ini banyak purnawirawan TNI berminat dalam kontestan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Dengan demikian di DPR periode depan purnawirawan TNI akan banyak duduk di parlemen. Dengan banyaknya jumlah para purnawirawan akan sedikit banyak akan mempengaruhi apakah partai politik masih terus mengawal dan mendesak terlaksananya reformasi TNI atau tidak.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih menyisakan banyak amanat yang harus dijalankan untuk melaksanakan reformasi TNI. Selain itu kedua undang-undang tersebut belum mampu secara efektif untuk merubah kultur, pertanggungjawaban hukum dan profesionalisme di tubuh TNI.

Pasca 2009 akan terbentuk pemerintahan yang baru, baik itu di eksekutif maupun di legislatif. Bila pemerintahan saat ini tidak bisa menyelesaikan persolan-persoalan mendasar yang mengakibatkan lambatnya reformasi TNI, maka pasca 2009 sangat sulit untuk terjadi perubahan yang signifikan. Reformasi TNI sangat bergantung pada keputusan politik negara dalam memposisikan dan mengoperasikan TNI.

Makalah pada Seminar Reformasi TNI Pasca 2009
Yang Diselenggarakan oleh POKSI I FPKS DPR RI
Kamis, 26 Pebruari 2009 di Gedung Nusantara I Lantai 3 FPKS



1 komentar:

Unknown mengatakan...

Selamat siang,
perkenalkan saya Fitri mahasiswa ITB Studi Pertahanan yang sedang membuat tesis mengenai bisnis militer.
Saya tertarik mengetahui lebih jauh pendapat fraksi PKS khususnya anggota komisi 1 yang menangani mengenai TNI, tentang pengalihan bisnis militer yang dilakukan pemerintahan sekarang.

Kalau ada anggota fraksi anda yang bersedia menanggapi saya dapat dihubungi melalui emil fitribintang@gmail.com.

Terima kasih sebelumnya. Sukses selalu.

Template by - Abdul Munir - 2008