MASTAMMIM :
“Spirit, lingkup, dan substansi RUU Rahasia Negara saat ini mengancam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karakter dasar dari RUU itu juga berpotensi memberangus demokratisasi, pelanggaran HAM, dan menumpulkan pemberdayaan masyarakat”

[KOMPAS Selasa, 27 Mei 2008]

Rabu, Januari 28, 2009

RUU Rahasia Negara Segera Kelar


JAKARTA--MI: Pemerintah dan fraksi-fraksi DPR bersepakat untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara pada masa sidang III yang akan berakhir pada 6 Maret 2009.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar mengajukan pendapat yang berbeda terkait rencana pengesahan RUU Rahasia Negara. Menurutnya, tidak ada urgensi penyelesaian RUU ini dilakukan secara tergesa-gesa padahal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik masih mencari bentuk dan implementasinya.

"UU Rahasia Negara ini seolah-olah ditujukan pemerintah untuk mengcounter UU KIP. Tidak terlalu urgent RUU ini diselesaikan pada periode DPR 2004-2009," cetus Yuddy dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (27/1).

Ia menyatakan, bila pemerintah dan DPR bersikukuh 'tergesa-gesa' dalam menyelesaikan RUU ini maka akan muncul kecurigaan di publik karena waktunya berbarengan dengan ajang pilpres dan pada saat publik mempertanyakan kinerja pemerintah.

"Agar pembahasan lebih fair dan tenang, maka sebaiknya dibahas oleh anggota DPR periode berikutnya saja. Agar tidak muncul syak wasangka," kata Yuddy.

Menanggapi hal itu, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada kesepakatan jadwal dengan DPR. Ia menegaskan penyelesaian RUU Rahasia Negara adalah bagian dari proses legislasi dan tidak ada kaitannya dengan pemilu.

"Bagi kami yang penting adalah kualitas legislasinya bagus. Bukan jumlah legislasinya yang jalan," imbuh dia.

Juwono pun menjamin, UU Rahasia Negara tidak akan tumpang tindih atau bahkan berbenturan dengan legislasi lainnya, termasuk UU KIP.

"Kami mendorong kalau bisa selesai pada masa sidang ini akan semakin baik. Karena makin mantap suatu UU, makin ada kesepakatan antara pemerintah tentang aturan main yang berhubungan dengan sesuatu, seperti rahasia negara," tukas dia.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi I Theo L Sambuaga itu diputuskan bahwa definisi rahasia negara pada Pasal 1 akan dibawa ke rapat panja. Pasalnya, dalam rapat tersebut tidak tercapai kata mufakat karena ada satu fraksi yang keberatan yakni FPKS.

Anggota Komisi I FPKS Mutammimul Ula mengusulkan bahwa rahasia negara adalah informasi tentang orang, benda dan atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan untuk dirahasiakan yang berkaitan langsung dengan pertahanan dan keamanan negara.

Sementara itu pemerintah mengusulkan definisi rahasia negara adalah informasi, benda, dan atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan oleh Presiden dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melalui standar dan prosedur pengelolaan, yang apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan NKRI dan atau dapat mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, ketertiban umum dan atau mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintahan.

Menurut pemerintah, penekanan rahasia negara ada pada tiga hal yakni informasi, benda, dan aktivitas. Staf ahli Departemen Pertahanan Adang Sonjaya mengemukakan dalam dunia intelijen peralatan dan aktivitas monitoring sangat dirahasiakan. "Kode-kode, mesin sandi, ini semua harus dirahasiakan. Tidak boleh diakses oleh orang lain," tukas Adang.

Sementara itu FPKS berpendapat bahwa yang dirahasiakan adalah informasi tentang sesuatu. "Bila informasi saja itu sangat luas dan rawan untuk disalahgunakan," imbuh Mutammimul Ula. Pendapat FPKS itu didukung oleh ahli tata bahasa yang hadir dalam raker tersebut.

Anggota juga memperdebatkan klausul pembuat rahasia negara yakni setiap lembaga negara yang membuat atau merumuskan rahasia negara. Sementara pengertian lembaga negara adalah institusi yang menyelenggarakan urusan negara di seluruh wilayah yurisdiksi NKRI.

Menurut anggota Komisi I dari FPG Marzuki Darusman, pengertian lembaga negara sangat rawan disalahgunakan dan dapat memunculkan kesalahan interpretasi. Karena, sistem politik trias politika yang dianut Indonesia menyebutkan bahwa lembaga legislatif dan yudikatif termasuk lembaga negara. "Jadi kami mengusulkan agar dipertegas saja, bahwa pembuat rahasia negara adalah pemerintah," tukas Marzuki. (*/OL-03)

Media Indonesia Selasa, 27 Januari 2009 21:41 WIB


0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008